Part 10 Tawaran Mama Vika

2.6K 205 3
                                    

Sampai di rumah Vika, Rena melihat ada mobil Xenia marun parkir di halaman rumah.

'Kayak pernah lihat, tapi..' gumamnya.

Rena menepis pikirannya. Belum tentu juga nomor plat mobilnya sama.

"Hei, ngapain liat-liat mobil kakakku?," tegur Vika.

"Ah, nggak kok," Rena tersenyum grogi.

"Nggak apa. Kakakku nggak bakalan memunculkan wajahnya, kok," canda Vika.

"Kenapa? Emang tampang kakak kamu jelek ya, Vi?" balas Rena bercanda.

"Eh lemak bae. Adeknyo bae cantik apolagi kakaknyo" ujar Vika memuji dirinya sendiri.
(Eh enak saja. Adiknya saja cantik apalagi kakaknya)

Rena memanyunkan bibirnya tanda tidak setuju. Memang sih, Vika itu akhwat yang cantik meskipun kulitnya kalah putih dengan Rena.
Vika pun sempat teriak histeris ketika mereka sama-sama mengambil wudhu di masjid sewaktu masih aktif di Palembang.

"Masya Allah Rena, putih nian kaki mu," teriak Vika.

Rena hanya tersenyum melihat kekagetan Vika. Sejak kecil kulitnya memang putih ditambah dia sudah berjilbab setelah tamat SMA, gimana nggak tambah putih. Penting banget kan menutup aurat, jadi putihnya kulitmu biarlah suamimu kelak yang akan menikmatinya.

💖💖💖

"Ren, minggu depan ngaji yuk. Kita kan masih satu halaqoh nih. Sabtu kamu nginep di sini aja jadi kita bisa pergi bareng," tawar Vika.

"Hmm gimana, ya?" Rena pura-pura berpikir.

"Kamu tuh udah berapa minggu coba nggak ngaji?," ujar Vika mendorong pundak Rena. Gadis itu hanya cengengesan.

"Ntar futur lagi, kena virus cinta dan lain-lain," sungut Vika.

"Ya Allah, virus cinta!!" teriak Rena. "Vi semalam aku ditembak" lanjutnya.

"Bohong!! Buktinya kamu masih hidup," ujar Vika cuek.

"Ya Allah, Vika Akbar. Aku ditembak cowok bukannya ditembak pistol, bolot!!" teriak Rena sewot.

Vika hanya mesem-mesem, meskipun cantik kayaknya tuh anak belum pernah ditembak cowok kayaknya.

"Si...siapa Ren?," tanya Vika penasaran.

"Cowok yang tinggal satu dusun dengan Mamang, tapi sayang dia merokok dan minim pemahaman agamanya meskipun dia ganteng dan udah PNS," jawab Rena.

"Masalah merokok..." Vika menggantung ucapannya.

"Aku tahu, tapi dia cucu pala menyan. Aku tidak mau ribet dengan segala adat dan tetek bengek acara di dusun. Lagian juga dia itu mau ngajak pacaran bukannya nikah," ujar Rena memotong kalimat Vika barusan karena aku tahu maksud ucapannya itu.

Semua manusia bisa berubah jika mau, tapi apa kita tahu sejauh mana kita bisa melihat perubahan itu. Apalagi kalau niat untuk berubah hanya karena wanita suatu saat bisa berbelok jika dia tidak lagi mencintai wanita itu.

"Oya Vi. Pala menyan itu apa, sih?" sambung Rena bertanya perihal yang sudah lama bergelayut di kepalanya.

"Setahuku pala menyan itu pemimpin adat yang dipegang oleh seseorang yang diyakini memiliki kemampuan khusus untuk berhubungan dengan makhluk gaib. Disebut pala menyan karena memang dalam ritual-ritual adat yang dilakukannya selalu menggunakan kemenyan sebagai sarana berhubungan dengan dunia gaib," jelas Vika panjang kali lebar.

"Ritual syirik itu," ujar Rena. Vika mengangguk.

"Nggak salah kalau kamu menolak Ady, bisa jadi dia keturunan selanjutnya yang menggantikan kakeknya," tambah Vika tersenyum melihatku.

Tidak terasa ngobrol-ngobrol hari sudah siang saja.

Tok.Tok.Tok.

"Vika, ajak Rena makan siang dulu," panggil Yuyun, mama Vika.

"Iya, Ma," sahut Vika. "Yuk, Ren kita makan dulu," ajak Vika.

Rena pun menurut mengikuti langkah Vika menuju meja makan yang terbuat dari jati berukiran.
Mereka bertiga duduk di meja makan. Papa Vika sudah lama meninggal ketika dia masih SMP.

"Kakak dekde makan, Ma?," tanya Vika sambil menyendok sayur asem.

"Kan tadi kondangan pastilah makan liut (daging) di sane," jawab mama Vika.

"Rena, makmane ? Ude dapet kostan ?," tanya mama Vika melirik Rena.
(Rena, bagaimana? Sudah dapat kostan?

"Lum, Tante. Ado lokasinyo udah pas tapi fasilitasnyo kurang. Jadi urung, deh," jawab Rena sambil menyuap nasi ke mulut.
(Belum, Tante. Ada lokasinya udah sreg tapi fasilitasnya kurang. Jadi batal, deh)

"Kalau Rena galak, tinggal di sini bae," tawar Tante Yuyun.
(Kalau Rena mau, tinggal di sini saja)

"Di umah ni juge cume kami betige yang tinggal. Kamar juge maseh ade sikok lagi," sambung Tante Yuyun.
(Di rumah ini juga hanya kami bertiga yang tinggal. Kamar juga masih ada satu lagi)

"Iyo Ren, kito sekamar bai ai. Jadi aku ade kance," ujar Vika setuju dengan tawaran mamanya.
(Iya Ren. Kita sekamar saja ya. Jadi aku ada teman)

"Kalau Tante dan keluarga tidak keberatan. Aku sih galak (mau) bae. Berapa Rena bayar sebulannya, Tan?," tanya Rena serius.

"Dak usah dipikirke soal itu, Rena bisa bantu-bantu Tante dan Vika di rumah itu sudah cukup, kok," jelas Tante Yuyun.

"Makasih Tan kalau begitu, nanti Rena bisa ngabarin orang tua dan Mamang," ujar Rena sumringah. Tante Yuyun tersenyum mengangguk.

"Kapan kamu pindah ke sini?," tanya Vika tidak sabar.

"Sabar Vi, nanti aku kabari," ujar Rena tersenyum geli.

"Iya, Ren. Maksudnya nanti bisa pinjem mobil kakakku untuk menjemput kamu" ucap Vika.

Rena hanya tersenyum melihat Vika yang tidak sabaran dia pindah ke rumah Mamanya.

💖💖💖

3CSS
01092019

Rabiha Adzra

3 Cinta Seinggok Sepemunyian (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang