Ketika upacara hari senin mereka bertiga sebagai pegawai negeri yang baru ditempatkan di SMP Negeri 7 Prabumulih, dikenalkan lagi secara resmi kepada seluruh warga sekolah. Kedua teman Rena itu adalah Elda sebagai guru Bimbingan Konseling dan Marsya sebagai guru Fisika.
Dalam pembagian tugas pun Rena langsung mendapat tugas menggantikan Bu Ratna sebagai wali kelas tiga karena beliau sedang cuti melahirkan. Rena kemudian memasuki kelas tempatnya didaulat menjadi wali kelas.
"Selamat pagi, anak-anak," sapa Rena di kelas tiga satu.
"Pagi, Bu!!!," teriak anak-anak semangat membalas sapaannya.
"Perkenalkan nama Ibu, Renathera Matutina wali kelas baru kalian yang menggantikan Bu Ratna," lanjut Rena tersenyum.
"Panggil saja, Bu Rena," sambungnya.
"Ibu...ibu. Ibu bukan uhang (orang) Prabu, ye?," tanya salah satu siswi.
"Iya, Ibu bukan orang Prabu. Ibu dari Palembang" jawab Rena.
Mereka mengangguk-angguk. Mungkin kelihatan dari logat bahasa yang Rena gunakan kadang bahasa Indonesia kadang bahasa Palembang.
Dua jam pelajarannya dihabiskan untuk berkenalan lebih dekat dengan mereka.Rena mengeryitkan kening ketika bahasa yang mereka gunakan belum bisa dia terjemah karena bahasa Prabumulih dan Palembang sangat jauh berbeda. Sempat dia bertanya kepada siswa ketika ada yang meminjam sesuatu dengan temannya.
"Rindi, pinjam bentelot dengan," ujar Rico.
"Dengan ni nak minjam bai, sekulah dekde bemudal," gerutu Rindi namun tetap dipinjamkannya juga.
(Kamu ini mau pinjam saja, sekolah tidak bermodal)"Apa itu bentelot?," tanya Rena pada Rindi. Sontak para siswa tertawa dengan ketidaktahuannya.
"Ibu kan tidak tahu makanya bertanya," lanjut Rena.
"Atuh artinye pensil, Bu" jawab Rindi.
(Itu artinya pensil, Bu)Aduh, kenapa mereka tidak bicara menggunakan bahasa Indonesia saja. Bukankah bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa. Mau suku Batak, Padang, Jawa, Palembang kalau sama-sama menggunakan bahasa Indonesia semuanya bisa nyambung kalau berbicara. Tapi siswa-siswi di sini sudah kental sekali logatnya. Mungkin lidahnya bisa keseleo kalau bicara pakai bahasa Indonesia. Pikir Rena geleng kepala.
💖💖💖
"Tanggung banget kamu jadi wali kelas tiga, Ren," ujar Marsya.
"Iya sih, Yuk. Tapi apa boleh buat, ini tugas dari kepala sekolah. Kita orang baru mah nurut aja" kata Rena sambil menulis absensi.
"Rena," panggil Bu Lastri menghampiri meja Rena yang sebenarnya menumpang juga di meja guru lain yang dia tahu punya guru honor.
"Ada apa, Bu Las?," tanya Rena.
"Anak kelas tige dengat lagi nak perpisahan. Tulong tagihkan duet perpisahan kelas tige satu," jawab Bu Lastri.
(Anak kelas tiga sebentar lagi mau perpisahan. Tolong tagihkan uang perpisahan kelas tiga satu)"Oh, iya Bu. Terima kasih sudah mengingatkan," ujar Rena basa-basi.
Setelah tahu info dari Bu Lastri tadi, Rena kembali lagi ke kelas tiga satu dan permisi kepada guru yang sedang mengajar di sana.
"Anak-anak, jangan lupa ya uang perpisahan secepatnya dikumpulkan kepada Ibu," ujar Rena mengingatkan.
"Saya Insya Allah bayar besok, Bu," ujar Elsa satu-satunya siswi berjilbab yang ada di kelas Rena. Wajahnya cantik dan penampilannya sepertinya anak orang berada.
"Oke, Elsa. Besok bayar ke Ibu, ya," ucap Rena tersenyum.
"Baik, Bu," balas Elsa.
Jam 12.30 jam pelajaran di sekolah berakhir. Semua siswa berhamburan keluar pagar, mereka tidak sabar menghampiri angkot langganan yang sudah menunggu mereka di depan pintu gerbang sekolah. Rena berjalan kaki keluar dari sekolah menuju jalan raya untuk menunggu angkot umum.
"Bu Rena, mau pulang bareng saya," tawar Pak Beni, guru olahraga memperlambat motor besarnya. Melihat motornya saja Rena ogah mau menerima tawarannya.
"Makasih, Pak Beni. Saya tunggu angkot saja," tolak Rena tersenyum takut kalau dia tersinggung.
"Biasanya angkot lama lewatnya, kebetulan saya pulang ke pasar. Bu Rena bisa pulang bareng saya saja," ujar Pak Beni memberi gambaran kepada Rena.
"Saya tinggal di dusun Karang Bindu, Pak. Nanti bisa ikut siswa yang bawa motor saja," ujar Rena lagi mencari alasan agar tidak berboncengan dengannya.
"Baiklah kalau begitu saya duluan ya," pamit Pak Beni melajukan motornya meninggalkan Rena.
Rena menarik nafas dalam. Di dusun mungkin bukan hal yang aneh seorang pria dan wanita yang bukan mahram berboncengan. Rena sebisa mungkin menghindari hal itu. Meskipun di dusun masih awam dengan batas-batas pergaulan syar'i.
"Bu Rena, Elsa duluan ya," sapa seorang siswi yang melewati Rena, siswi itu dibonceng oleh seorang pria muda berjenggot tipis. Elsa tersenyum sambil melambaikan tangannya.
"Iya, sampai jumpa besok" balas Rena melambaikan tangan kepadanya.
'Hm, siapa cowok yang membonceng Elsa. Apa pacarnya?,' tanya Rena dalam hatinya.
Rena pernah mendengar cerita dari guru-guru di kantor yang notabene orang dusun sana. Siswi kelas tiga baik SMP maupun SMA menjelang kelulusan begini banyak yang kawin lari. What?? Kawin lari maksudnya kawin sambil lari-lari gitu. Awalnya Rena juga belum tahu maksudnya apa. Rena lantas teringat dengan penjelasan dari Elda.
"Rena, kawin lari itu maksudnya siswa kita sama pacarnya minggat dari rumah terus nikah tanpa restu dari salah satu pihak keluarga"
Ya Tuhan, Rena benar-benar tidak percaya. Di dusun, dia kira siswa-siswinya masih lugu-lugu, ternyata salah. Pergaulan di dusun ternyata tidak bedanya dengan di kota besar. Pacaran bukan hal aneh lagi bagi mereka.
"Gimana ini, aku saja yang udah kerja begini sekali saja belum pernah pacaran,"omel Rena.
Ketika kuliah Rena dipertemukan dengan teman-teman sholehah sehingga dia aktif di mushola kampus. Berkumpul dengan sesama hijaber yang tidak mengenal yang namanya pacaran.
'Semoga saja sampai aku bertemu dengan jodohku, aku tetap istiqomah untuk tidak berpacaran,' doa Rena di dalam hatinya.
Tak lama ada bus antar kota lewat, Rena pun segera melambaikan tangan agar bus itu berhenti.
'Alhamdulillah, setelah menunggu dua puluh menit akhirnya bisa pulang juga,' ucap gadis itu di dalam hati.
3CSS
September 2019Rabiha Adzra
KAMU SEDANG MEMBACA
3 Cinta Seinggok Sepemunyian (End)
RomansaRenathera Matutina, seorang gadis yang dibesarkan di kota Palembang lulus CPNS tidak lama setelah lulus kuliah. Rena lulus di kota Prabumulih dan dia di tempatkan di dusun (desa) yang jauh dari pusat kota Prabumulih. Di dusun Tanjung Rambang pula d...