Part 21 Mau Mahar Apa?

2.8K 206 1
                                    

Minggu pagi Rena, Vika dan Mama Yuyun duduk di ruang keluarga. Mama Yuyun ingin membahas kelanjutan dari proses ta'aruf antara Rena dan Rei.

"Ren, menurut mama, kamu nggak perlu ngekost di tempat lain," ucap Mama Yuyun.

"Tapi, Ma," sejak Rena resmi menerima Rei, Yuyun meminta Rena memanggilnya dengan sebutan 'mama'.

"Biar Mama yang menjelaskan ke tetangga. Tida akan ada fitnah, orang kamu calon mantu mama. Lagian Rei juga tetap tinggal di rumahnya," jelas Mama Yuyun.

"Iyo Ren, jangan dibuat ribet," sela Vika.

Rena pun mengangguk setuju saja untuk tetap tinggal di rumah calon mertuanya.

"Oya, minggu depan kami sekeluarga akan ke rumah orang tuamu. Nanti Mamangnya Rei yang akan mewakili Papa. Minggu ini katanya Rei mau ke luar kota, takutnya nanti dia kecapekan," ujar Mama Yuyun lagi.

"Oh begitu ya udah, Ma. Nanti aku kabari ayah dan ibu di Palembang kalau Kak Rei dan keluarga bisanya sabtu minggu depan," Rena mengerti lagi pula memang tidak perlu terburu-buru.

"Ren, pesan kak Rei mau minta mahar apa?," tanya Vika.

"Apa ya?," Rena jadi bingung. "Apa yang Kak Rei kasih aku terima, kok," ujar Rena.

"Ah kamu ini emang anaknya nggak banyak macam, ya," puji calon mertuanya.

"Nanti dibicarakan sendiri sama Kak Rei, harus ada lah Ren," ujar Vika.

"Kalau aku nikah nanti aku mau minta mahar pergi umroh," lanjut Vika terkekeh.

"Ugh, kesempatan," ledek Rena.

Mama Yuyun hanya tersenyum mendengar ucapan anak gadisnya.

💖💖💖

Rena pun konsultasi tentang proses ta'arufnya dengan kakak Vika kepada Aliyah.

"Tetap jaga pandangan dan jangan terlalu sering berinteraksi berdua saja," pesan Aliyah selalu terngiang di telinganya.

Rena berusaha meminimalisir berinteraksi dengan Rei. Kalau pun ada yang ingin ditanyakan bisa melalui perantara Vika tidak langsung ke Rei. Kesannya berbelit-belit ya, tapi demi menjaga agar hati tetap bersih. Kalau pun hati sudah condong ke dia itu fitrah. Siapa sih yang tidak tertarik dengan laki-laki tampan, mapan dan sholeh.

Seperti pagi ini, Rei mampir ke rumah mamanya. Mereka sarapan bersama di satu meja makan. Suasana ini membuat Rena canggung.

"Ren, nanti pergi bareng Rei bae sekalian," ucap mama Yuyun.

Rena dan Vika saling pandang. "Mm, aku naik angkot saja, Ma," tolak Rena. Dia berharap mama Yuyun mengerti.

"Kalian kan searah. Rei nggak masalah kan nganter Rena ke sekolah sebentar," ucap mama Yuyun sambil memandang ke arah Rei.

Rei pun tersenyum kikuk. Dalam hal begini mama Yuyun belum paham. Maklum, namanya juga orang tua. Beda zaman beda pemahaman. Mereka juga bingung bagaimana harus menjelaskannya.
Selesai makan, Rei ke kamarnya mengambil sesuatu lalu tak lama keluar lagi. Rena sengaja mengulur waktu agar Rei pergi duluan.

"Ren, cepatlah Rei sudah menunggu di depan," panggil mama Yuyun.

Astaghfirullah. Rena mengelus dada. Gimana mau menghindar kalau calon mertuanya terus memaksa agar mereka berdua. Rena melihat juga  Rei sedang menunggunya di teras.

"Aku duluan, Ma," pamit Rena mencium punggung tangan mama Yuyun.

Vika melihat Rena sambil tersenyum geli. Jantung gadis itu pagi-pagi begini sudah kayak habis lari marathon saja.

"Kita berangkat?," tanya Rei melihat Rena baru keluar dari pintu.

Rena tersenyum sambil menganggukkan kepala. Rei membukakan pintu depan. Sebenarnya Rena mau menolak tapi dia melirik mama Yuyun masih menunggu di muka pintu. Beliau belum masuk ke dalam rumah.

Huft. Rena menarik nafas dalam. Kalau dia duduk di belakang nanti dikira camernya, anaknya dijadikan sopir. Rena pun terpaksa duduk di depan. Rei mengklakson mobilnya lalu keluar dari pekarangan rumah.

"Nggak bisa nolak," gumam Rei.

Rena mengerti maksud ucapan Rei. Lagian ngapain juga Rei datang ke rumah pagi-pagi pas orang mau berangkat kerja.

"Mm, kapan kakak berangkat ke luar kota?," tanya Rena.

"Lusa, makanya tadi pulang ada yang mau diambil," jawab Rei.

"Acara apa, Kak?," tanya Rena.

"Sebenarnya acaranya Pak Camat, sih. Tapi karena kakak sekretarisnya, ya  beliau minta kakak ikut," jawab Rei.

"Enak dong bisa nebeng jalan-jalan," ujar Rena masih tanpa menoleh ke arahnya.

Rei tertawa kecil. "Iya juga, kerja sekalian refreshing"

"Ren...," panggil Rei.

"Apa?," toleh Rena sekilas ke arah Rei. Rei fokus menyetir karena mobil melintasi rel kereta api.

"Kamu mau minta mahar apa?," tanya Rei pelan.

Rena menunduk. "Kalau mau jujur jika aku menikah nanti, aku mau minta mahar surat Ar Rahman kepada calon suamiku. Tapi kalau aku minta ke kakak, takut memberatkan. Jadi aku terima saja apa yang mau kakak kasih ke aku," jawab Rena.

Rena tahu kalau Rei belum ikut pengajian. Rei juga bukan lulusan pesantren seperti kak Erwin. Hapalan Quran akan memberatkannya jika Rena memaksakan keinginannya.

"Selain surat Ar Rahman nggak ada yang lain?," tanya Rei.

"Nggak. Apa pun pemberian kakak akan aku terima," jawab Rena yakin.

"Kakak mau tanya satu lagi, boleh?," tanya Rei lagi.

"Apa?," ujar Rena.

"Setelah kita nikah nanti, kamu mau tinggal di rumah mama atau pisah rumah?," tanya Rei. Dia ingin tahu apa pendapat Rena.

'Wah, ini pertanyaan menjebak atau tidak ya. Aku harus mencari jawaban yang tepat dulu,' batin Rena.

"Mm, kalau aku dengar cerita orang-orang nih, Kak. Kalau serumah dengan mertua kehidupan rumah tangga yang sebenarnya tidak akan terasa. Urusan privacy berdua mungkin juga akan terasa tidak nyaman," jawab Rena melirik ke arah Rei. Rena melihat Rei tersenyum dengan jawabannya.

"Jadi...," ucap Rei.

"Walaupun di rumah kontrakan yang kecil, aku ingin merasakan hidup berdua dengan suami. Makan enak atau tidak, tidak ada yang mengomentari hanya kita berdua yang tahu," jelas Rena.

"Oke, kakak udah tahu jawaban kamu. Pemikiran kita sama," ujar Rei tersenyum.

Tidak terasa mobil Rei sudah sampai di persimpangan jalan antara ke SMP dan SMA.

"Turun sini saja, Kak," pinta Rena. Rei menghentikan mobilnya.

"Makasih, Kak. Assalamualaikum," ucap Rena lalu turun dari mobil.

Rei pun memutar mobilnya dan melajukan mobilnya ke kantor camat.

3CSS
06 September 2019

Rabiha Adzra

3 Cinta Seinggok Sepemunyian (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang