19. Lima Permen

106 18 6
                                    

Ku ucapkan terimakasih banyak untuk mu sosok pemberi warna pada duniaku yang sejatinya kelabu.
Ku harap bahagia ku ini  selalu karna dirimu.

--Naya F--

Happy reading 😗😗😗

Karena hari ini Naya tidak datang ke sekolah berarti hari ini adalah hari yang paling membosankan bagi Rendy. Bisa di bayangkan alangkah galau nya kodok saat di jok belakang tidak ada Naya. Dan satu lagi kenyataan pahit yang akan di hadapi Rendy, kira-kira tiga hari kedepan dia dan kodok kompak merindukan orang yang sama.

"Naya mana Rend?" Didi bertanya polos pada Rendy. Padahal jelas dia sudah tau pasti alasan Naya tidak berangkat hari ini dan tiga hari kedepan.

"Dia nggak berangkat ya?" Tanya Wahyu menambahkan. Sepertinya mereka ini sangat kompak saat memiliki pikiran - pikiran menjahili orang.

"Dia kemah tolol, lo kan tau," jawab Rendy sewot.

"Ya biasa aja, nggak usah pake nge-gas," Didi menyahut. Ya sebenarnya mereka hanya iseng mengganggu Rendy yang sejak tadi tampak murung.

"Kalo nggak ada Naya nanti ngapel nya sama gue aja Rend," ucap Meylan dengan senang hati menawarkan diri.

"Yeee ... ngarep lo," sanggah Didi membela temannya itu, semenatara Rendy hanya membuang muka dan tak peduli.

Mau tidak mau Rendy juga harus memaklumi kesibukan Naya. Lagi pula sebagai pacar sekaligus calon suami yang baik, Rendy pasti mendukung segala aktifitas Naya selagi itu positif.

Akhirnya tak lama kemudian Pak Budi pun datang ke kelas dengan gayanya yang sangat santai. Dia tidak membawa apapun di tangan nya. Pada umunya guru akan sangat ribet saat masuk ke kelas untuk mengajar. Laptop, beberapa tumpuk buku, alat tulis dan lain sebagainya sesuai kebutuhan, apa lagi pak Budi adalah guru Matematika yang biasanya membawa penggaris kayu ke kelas. Tapi Bapak Budi ini, jangankan buku; spidol saja tidak ia bawa. Rasanya saat melihat Pak Budi datang seperti ini, siapapun pasti mengira kalau dia akan memberi pengumuman jam kosong.

Tapi itu tandanya kalau dialah bukti seorang guru sejati, semua rumus matematika sudah ia lahap dan tercatat di otak paling dalam sehingga tidak mudah hilang. Ini baru pantas di panggil guru.

Materi kali ini adalah menghitung Peluang. Boleh juga, setidaknya anak didik Pak Budi jadi tahu seberapa peluang nya untuk bisa mendapatkan hati sang gebetan.

"Pakai kartu remi segala, kita belajar jadi pemain judi handal ya?" Benny yang duduk di pojokan belakang memecahkan suasana yang mulanya tenang dan  fokus memperhatikan Pak Budi menerangkan.

"Iya tuh bener, jadi kalo lagi main judi kita hitung dulu pake rumus, hahaha," Didi menambahkan sambil menahan kaku perutnya yang hampir keram karna ketawa.

Rendy yang duduk di samping Wahyu pun ikut tertawa lepas, lehernya tiba-tiba memutar otomatis ke kiri hendak mencari objek favorit nya. Dia lupa kalau orang spesial yang ia cari tidak ada di bangkunya. Rendy menghela napas panjang. Baru tadi pagi Naya pergi ke tempat perkemahan, dan tadi pagi Rendy juga sudah menemuinya, tapi sepertinya kebiasaan Rendy yang satu ini akan membuatnya kecewa berat tiap kali leher itu menoleh ke kiri.

Sudah lah, rindu adalah hal semu yang tampak nyata saat alasan atas rindu itu berada jauh dari pandangan. Masih ada banyak waktu untuk merindukan Naya, Rendy juga harus belajar fokus meski tidak ada Naya yang memberinya semangat. Semoga perjumpaan singkat tadi pagi bisa menenangkan Rendy sesaat.

♡♡♡

Tok tok tok ...

Pagi-pagi buta seperti ini sudah ada yang mengetuk pintu rumah Naya. "Sejak kapan tukang koran pake ketuk pintu," Gumam Linda dari dalam rumah, kemudian dia membuka pintu. Saat daun pintu itu terbuka, terpampang jelas sosok berbadan tinggi dan yang pasti tampan. Ternyata itu pacar putrinya. Dia masih memakai kaos pendek dan celana selutut yang dia pakai tadi malam.

Aku, Kamu dan Putih Abu-Abu✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang