Karyawan mana yang nggak tersenyum lebar kalau rekeningnya selalu buncit di akhir bulan? –Pegawai kantor
Sekembalinya Divya dari masa cuti, ia langsung dikejar banyak pekerjaan. Bu Gretta dengan baik hati langsung mengirimnya ke Padang untuk melakukan survey lapangan. Tidak ada waktu berleha-leha lagi di akhir pekan ini. Pada sabtu sore Divya baru keluar bandara dan hendak pulang ke kostnya.
Dalam perjalanan pulang mendadak Frans, teman yang diam-diam mengandalkannya, meminta bantuan untuk tahap review laporan yang sudah dibuat olehnya dengan alasan, "Big Boss lagi sibuk banget, Di. Dia suka ngomel-ngomel di kantor gara-gara mau dipindah ke divisi lain. Bagusnya buat kita, dia nggak jadi ketua tim penilai property lagi sih... Otomatis kita aman dari kecerewetannya dalam waktu dekat."
"Otomatis kita bisa dapat pengganti yang jauh lebih cerewet!" jawah Divya ketus.
Divya memejamkan mata cukup lama. Haruskah malam minggu kali ini ia habiskan di kamar dengan melihat laporan yang disodorkan oleh Frans?
"Lo bisa minta bantuan QC atau Wiwit." Divya agak ngotot menolak permohonan temannya. Wiwit, teman kantornya yang duduk di belakang Julia, dia bagian tim penilai bisnis. Sebelum konsen di bisnis, Wiwit sudah lebih dulu berkecimpung di dunia property—sudah pasti bisa membantu.
"Ah, si Wiwit lagi lo suruh! Dia mana mau bantuin tim lain. Pokoknya gue andelin lo banget nih, yang terliti ya, Di." Ucap Frans sambil memohon-mohon. "Lagi pula nggak ada QC yang lagi nganggur, gue udah datengin meja mereka, semua penuh berkas!"
Divya tidak punya alasan untuk menolak walau pekerjaannya sendiri sudah bertumpuk-tumpuk.
"Oke, weekend ini gue gadaikan buat elo, Frans!" setelah itu ia menutup ponsel dengan kesal.
"Pak?" Divya memanggil sopir taksi. "Ke Kuningan aja ya, Pak." Katanya, lalu ia menyebutkan nama apartemen milik Gilang. Tidak perlu izin lagi untuk Divya bisa keluar masuk apartemen Gilang yang besar itu. Divya memilih pulang ke apartemen itu karena suasananya pasti hening, mendukung untuknya berkonsentrasi mengerjakan laporan proyeknya dan juga membantu Frans sekaligus.
Bu Gretta memanggil seluruh anak buahnya untuk berkumpul di ruang rapat. Yang senior hanya ada tiga orang, Frans, Divya, Julia, sisanya dua orang hanya sebagai tenaga bantuan.
Lima orang sudah duduk di meja panjang, Divya duduk di samping Frans, laki-laki itu menatapnya dan tersenyum manis. "Thanks banget kemarin, Di... gue nggak tahu nasib gue kalau nggak ada pacar gue yang satu ini."
Divya melotot, ia mencubit lengan Frans. "Nggak lucu!"
Julia berhenti melakukan aktifitas menyisir rambutnya dengan jari tangan dan mendelik melihat dua orang sedang perang mulut dan fisik. "Ngapain sih lo berdua? Kayak anak TK."
Divya tak menjawab, ia melihat Frans.
"Tebakan gue kayaknya bener deh, Big Boss mau pindah. Makanya kita dikumpulin semua begini. Lagian kan dari kemarin Big Boss udah beres-beres ruangan." Frans mengedarkan padangan kepada empat orang di ruangan itu.
"Mendadak banget, Kak." Protes seorang junior muda.
Frans angkat bahu.
"Gue rasa nih ya, Big Boss mau resign terus urus ansaknya di rumah. Lagian kenapa masih kerja kalau suaminya saja punya jab—." Julia menghentikan kalimatnya tepat saat pintu ruangan itu terbuka lebar, ia terperanjat kaget saat matanya disuguhkan pemandangan lain dari biasanya, di samping perempuan bertubuh lebar berdiri laki-laki yang wajahnya terlalu asing di kantor ini. Asing dan good looking.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Divya (REPOST 2021)
ChickLit"Sudah lama bersama, kenapa enggak nikah aja?" Itulah yang mengganjal di hati Divya, ia sudah mencoba mengajak kekasihnya bicara se-serius itu, namun belum ada tanda-tanda kesiapan menikah. Kekasihnya belum mau berkomitmen, Divya putus asa. Bagaiman...