Inspeksi Bareng Bos

15.2K 1.2K 7
                                    

Nggak lucu, ketika niat mau kerja sambil kabur ke kota orang ternyata ketemu orang yang setiap hari dipantengin di kantor juga, si bos! –Divya



Divya menarik napas lega setelah berhasil duduk di kursi penumpang yang dekat dengan jendela, setidaknya ada pemandangan awan dan apapun di luar sana yang bisa dia nikmati sebelum kaki kembali berpijak ke bumi. Ia mematikan ponsel sejak setengah jam lalu, Gilang terus saja meneleponnya, mengirimkan pesan berkali-kali demi menanyakan kabarnya. Divya benar-benar menghindar, rasa sayang kepada lelaki itu kalah oleh kekesalan dalam hatinya, karena sampai detik ini Gilang belum membahas satu topik yang mungkin bisa membuat senyum di wajahnya mengembang.

Apalagi kalau bukan soal... menikah?

Belum lagi mbak sepupu Divya dalam grup keluarga selalu update kembang tumbuh anaknya yang baru lahir. Rasanya kepala Divya perlu dipukul dengan palu godam agar istirahat sejenak dari kehidupan real ini. Mbaknya memang tinggal di Solo, bukan di kotanya dan menurut Divya mbaknya itu mainnya kurang jauh sehingga masalah pertumbuhan anaknya saja sampai harus laporan grup keluarga di whatsapp setiap hari, bahkan setiap jam! Satu jam lalu Divya memutuskan untuk keluar dari grup keluarga besarnya, pamit kepada orang-orang disana dengan dalih sibuk dan mau konsen kerja. Ya, kadang yang mereka kirim ke grup memang tidak semuanya penting. Ia pikir, telinganya sudah cukup mendengar info-info keluarga dari bapak dan ibu saja saat mereka sedang berkomunikasi. Divya bukannya tidak senang melihat keluarga mbaknya bahagia, dia hanya sedang frustrasi dan butuh waktu untuk berpikir dengan dirinya sendiri. Tepatnya, menerima apa yang kini sedang dia alami.

Soal Gilang bagaimana? Bapak dan ibu belum tahu, ia tidak ingin menambah daftar pusing di kepala orang tuanya. Dan seandainya berita ini menyebar di keluarga besar, bisa-bisa Divya dicarikan jodoh oleh pakde, budhe, dan kakak-kakak sepupunya. Gawat! Baginya perjodohan adalah opsi paling terakhir. Di usinya sekarang kan masih tergolong muda, dia optimis bisa mendapatkan jodoh sendiri, kalau memang bukan Gilang orangnya ya sudah. Ia tak ambil pusing lagi walau rasa sayang dan cinta tidak akan mudah hilang dari hatinya. Divya sedang mencoba berpikir realistis, tidak mau mengejar satu orang yang tidak jelas keputusannya.

Divya bertanya-tanya dalam hati, perjalanan dari bandara menuju hotel saat mendarat di Lampung akan butuh berapa jam, ketika di sebelah kursinya duduk seorang mas-mas berjas dengan potongan pas bodi, dia baru melihat punggungnya karena mas tersebut sedang menoleh ke sisi kiri. Divya tak peduli, sibuk membuka-buka majalah dan akhirnya pandangannya bertumpu pada tas keluaran terbaru dari sebuah merk ternama.

Ngiler rasanya, ingin sesekali merogoh kocek untuk membeli barang se-branded itu. Tapi untuk apa? Bukankah semahal apapun tas fungsinya tetap sama.

Ya Tuhan... Divya mencomot kata-kata Gilang. Tuh kan! Dia masih sayang laki-laki itu. Wajahnya pun masih terbayang siang dan malam. Ia tidak berminat lagi pada majalah di tangannya, meletakannya di sisi sebelah kiri sambil menoleh dan seketika ia nampak terkejut.

"Lho, Pak Arya ikut ke Lampung juga?" kening Divya berkerut dalam.

"Iya," jawab bosnya enteng. Sepertinya dia tidak kaget dengan kehadiran Divya di sebelahnya. Atau mungkin dia sudah tahu.

Divya memaksa otaknya untuk berpikir keras, bukannya diserahin ke Julia pekan depan? Bukannya Frans juga bisa handle katanya? Ini gimana sih? Ia kebingungan dengan jadwal dari kantornya.

Seperti membaca pikiran Divya, Arya menjelaskan. "Proyeknya minta dimajukan mendadak. Saya memang nggak kabarin kalian, Frans masih ngurus yang di Bekasi, Julia belum bisa handle. Kalau saya serahin ke kamu semua memangnya kamu sanggup?"

Story Of Divya (REPOST 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang