Sidang

16.9K 1.4K 23
                                    

Kadang pantry adalah surganya pergosipan. Tapi jangan sering gosip juga, kalau ketahuan jadi salah tingkah nggak jelas. Ingat juga malaikat-malaikat yang siap mencatat amal baik dan buruk kita. –Geng gosip



Julia sudah menutup pintu pantry, lalu bertanya to the point pada temannya. "Lo ada affair sama Pak Arya, Di?" tatapan Julia terkesan menuduh.

Divya yang memilih duduk di kursi bar—sedang mengaduk tehnya—tiba-tiba menghentikan aktivitasnya itu dan terlonjak kaget. Ia menatap Julia, Wiwit, dan Frans bergantian. Mereka bertiga berdiri mengitari Divya dan menatap tajam seperti ingin mencabik-cabik dagingnya, Divya menciut.

Pukul 05.20 sore, kantor sudah sepi. Tidak ada proyek besar yang mengharuskan karwayan lembur, tapi ke-tiga orang ini justru masih terdampar di pantry dan sama sekali tidak punya niatan pulang cepat demi sebuah pergosipan. Bos-bos saja sudah pulang on time. Sementara Divya sendiri harus menyelesaikan satu laporan lagi sebelum dia pulang sore ini.

"Jujur saja, kita nggak akan marah." Wiwit ikut mendesak saat Divya masih mematung kaku, ia memberi tatapan butuh penjelasan.

Frans—yang tatapannya masih seperti ingin memangsa—terkesan membela Divya yang belum buka suara. "Marah? Lo siapanya si bos, hei?"

Dengan nada dingin Wiwit menjawab. "Fans!" jawaban itu sontak membuat Julia terkikik, Frans pun mendelik tidak menduga.

"Pak Arya itu model juga bukan! Lo fanatic banget sama dia, Wit." Omel Julia sambil menggeleng malas, dia balik menatap Divya. "Di, ada apa sebenarnya? Gue mencium bau-bau aneh sejak beberapa hari ini. Apalagi dengan mata kepala gue sendiri, lo sama bos kelihatannya canggung pas meeting tadi," cecarnya tak sabar.

Divya menghela napas pelan, berusaha tenang. Oh hanya itu, dia kira ada salah satu di antara tiga orang ini yang melihat makan malam mereka waktu itu.

Canggung? Divya membenarkan kata itu, mana mungkin mengelak, semua terlihat jelas walau terasa aneh dia akui.

Apalagi semenjak acara makan malam di rumah Arya, Divya merasa agak segan bertemu dengannya di kantor. Saat meeting sore tadi, Divya terlihat menghindari tatapan Arya. Julia terlalu peka sehingga tak sabar untuk bertanya, ia pun menuduh yang bukan-bukan. Makin pusing saja kepala Divya kali ini.

Frans mengangkat sebelah alisnya, mulai curiga ketika Divya belum mau menjawab. Ia juga memperhatikan gerak tubuh temannya yang seolah menyimpan sesuatu.

"Kalian kenapa sih?" tanya Divya, pura-pura tidak tahu dan berusaha menghindar.

"Kenapa? Lo kali yang kenapa sama si bos?" Wiwit membalas, tak kalah mendesaknya.

"Kita nggak ada rahasia di sini. Buka aja kartu lo sama Pak Arya deh," Julia semakin memanas-manasi situasinya. Ia yang paling memerhatikan gelagat bos dan temannya di gedung ini. Lagipula bukan hanya satu kali bosnya itu mencuri pandang ke meja Divya pada saat keluar dari ruangannya, Julia sampai hapal bagaimana ekspresi Arya kalau Divya sedang tidak duduk di meja kerjanya—seperti orang yang kehilangan tapi tidak mau mencari.

Divya ingin lari, namun sangat tidak mungkin. Temannya akan semakin mencurigainya. Ia berusaha menyusun kalimat yang tepat, yang tidak menimbulkan persepsi macam-macam dari teman-temannya.

"Kebetulan aja kali cangung. Soalnya... gue sama dia pernah ketemu di luar kantor beberapa kali. Tapi gue nggak ada apa-apa ya!" Divya berusaha jujur. Lagipula saat dia bertemu Arya selalu tanpa sengaja, dan bukan sesuatu yang mereka rencanakan. Jadi, mana mungkin mereka ada hubungan khusus seperti yang dimaksud oleh teman-temannya. "Hei, kenapa harus gue sama bos sih yang dijadiin topik? Kenapa bukan lo sama teman Frans di resepsinya waktu itu, atau Wiwit sama mantannya yang itu. Kenapa gue?" Divya bersikap defensif dengan membuka topik hot lainnya sambil menatap bola mata Julia.

Story Of Divya (REPOST 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang