Perang Dingin

19.7K 1.5K 72
                                    

Hai, jangan lupa jempolnya buat klik vote. Yg ikhlas ya...
Bantu share cerita ke temen2 ya guys
Terimakasih sudah bantu dan dukung
Sampai ketemu dibab berikutnya
Yey!

***

Kita ada dalam ingatan orang lain. Lalu, adakah aku dalam ingatanmu? –Mantan yang terbuang



Bagi Divya dan Frans, hari Jumat adalah hari keramat untuk pulang ontime, apalagi jika kerjaan sedang menumpuk. Sebab besok adalah waktu tepar seharian, ditambah bonus hari Minggu, ia bisa tidur sepuasnya jika tidak ada agenda jalan-jalan. Jadi, sejak mereka masuk ke kantor ini, Jumat selalu dijadikan bahan "lembur balas dendam". Alias lembur sepuasnya sampai tidak bisa bernapas.

Pukul enam, lalu waktu bergerak cepat ke-angka tujuh, jarum jam terus bergerak dan menunjuk ke-angka sepuluh, Frans dan Divya rupanya masih betah di kantor. Mereka terlihat fokus mengerjakan tugas masing-masing. Lembur marathon masih terus berlanjut hingga setengah jam ke depan. Divya melirik jam di komputernya, dia masih aman karena teman-teman di kost tidak peduli dia pulang pukul berapa, sementara Frans pasti dicari oleh istrinya. Divya berulang kali menyuruh Frans untuk pulang duluan.

"Bini lo kasian tahu, sendirian di apartemen. Nggak kangen apa?" ledek Divya sembari tangannya terus mengetik dan tatapannya fokus pada layar.

"Masih olah data, nih!" Frans menggaruk kepalanya, nampak tak sabar. "Ya Tuhan... hang komputer gue deh!"

"Hahaha..." Divya tertawa sampai bahunya berguncang ringan, lalu ia bangun untuk melihat penampakan komputer Frans yang mendadak hang. "Itu tandanya elo suruh balik! Semesta mendukung lo pulang sekarang, dah... sana pergi."

"Ngusir!" tampang Frans berubah makin kusut, tak ada senyum di wajahnya. Ia mengusap wajah dengan dua tangan lalu menyerah karena kursornya benar-benar tidak bergerak sama sekali, yang terlihat hanya gambar berputar-putar. "Ya udahlah, gue nggak bisa marathon bareng elo nih!" katanya sambil membereskan beberapa berkas, lalu ia mematikan komputer secara paksa. "Gue duluan ya?" ia memakai jaket tebalnya, akibat Jakarta macet pilihan kendaraan yang paling pas adalah motorcycle.

"Iyaaa, Bapak Frans." Divya terkikik geli melihat tampang Frans masih kusut saja. "Take care ya, Pak!"

Frans mengangguk dan berlalu ke arah lift.

Divya masih sibuk mengutak-atik data hasil survey di Jakarta dan Depok kemarin, ia ingin semua deadline-nya selesai lebih cepat—karena berniat mengambil cuti pada akhir bulan ini. Mengosongkan pikiran dari serentetan hal yang membuat kapalanya mumet.

Earphone terpasang di telinga Divya sejak kepergian Frans, ia masih fokus dengan data-datanya, menikmati Jumat malam dengan tenang dan damai. Tak sadar, terkadang ia bersenandung mengikuti alunan musik yang ia dengarkan, aliran blues dan pop, yang ringan-ringan saja.

"La la la..."

"Klik. Klik. Klik." Suara mouse ditekan-tekan.

"Hmm... na na na..." Divya bersenandung lagi dan seterusnya sampai lewat pukul 11.44 malam, ia baru menuntaskan beberapa sheet dalam excel. Punggungnya lelah, ia menyadarkan ke kursi, matanya juga sudah lumayan berat, kopi di mejanya habis sejak dua jam lalu. Ia melepas earphone yang terpasang di telinganya, sunyi dan sepi. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, tidak ada orang sama sekali kecuali dia dan... Ya Tuhan!

Divya baru sadar kalau sejak tadi dia hanya berdua dengan Arya—ya, meski laki-laki itu tetap di dalam ruangannya dan tidak keluar-keluar. Hal aneh langsung menjalari dirinya, ia tidak pikir panjang lagi, langsung mengemasi barang-barang, menutup semua jendela dalam komputernya dan langsung ia shut down-kan.

Story Of Divya (REPOST 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang