SESUATU DISEMBUNYIKAN NYONYA GEFRIA?

43 13 19
                                    

Di PUSKota, Tula bertemu dengan Sinabung. Anak itu seolah ada di mana-mana. Dia memang cepat ke mana-mana karena ada otoped aneh itu. Walaupun dia harus kucing-kucingan dengan Officer Kota, karena kendaraannya itu menimbulkan polusi udara yang bisa mengganggu warga lain.

"Hey! Apamu lagi yang kesempitan?" tanya Tula sambil mengeratkan pelukannya pada buntelan tas tekstil berisi wadah-wadah kosong.

Gadis itu memang sekalian ingin pergi belanja ke Toko Keluarga Embara sepulang dari PUSKota. Jadi, dia sudah membawa semua perlengkapan berbelanja ala Zero Waste. Sesuatu yang sudah terbiasa dilakukan oleh generasi pertama kota ini, nenek moyang semua penduduk Kota 65. 

"Tengok, nih!" katanya menunjukkan sepatu barunya. "Keren, kan?"

"Wow! Keren 'kali, Bung!" Tula berseru mengagumi sepatu boots kulit dengan sol lateks dari abad 21 itu.

"Nggak ribut lagi kalau jalan, ya!" sambung Tula lagi.

"Iya, dong!" sambar cowok itu bangga.

Tula selalu mendapati dirinya menyesal sehabis memuji Sinabung. Jadi, dia cepat-cepat merontokkan kebanggan anak itu.

"Alakh! Bakalan ganti juga berapa bulan lagi. Yakin aku! Dibanding rumput liar, kakimu itu lebih cepat menjalar!" ledek Tula sambil menggerakkan tangan seperti menjalar di udara.

"Kurang ajar! Kau, apa yang udah kesempitan? Bra? Hahaha!"

"Otak kau nggak beres!" Tula menumbuk lengan Sinabung keras.

"Lagian nggak mungkin kan, ya, punyamu tumbuh! Dibanding batu, mungkin batu lebih bisa bergerak, seperti ditendang orang misalnya. Kalau punyamu statis! Wuahahahaha!" ejek Sinabung menjadi-jadi.

"KURANG AJAAAR KAUUU!!!"

Tula mengejar. Sinabung melesat dengan otopednya.

***

Mereka sudah berjalan normal dan berdampingan ketika sampai di River Street. Sudah puas Tula menghajarnya dengan tendangan maut menggunakan sol sepatu baja ringannya. Sinabung sampai ampun-ampun.

Tula seperti biasa akan belanja bulanan ke Toko Keluarga Embara. Sinabung tidak punya tujuan. Dia mengikuti Tula saja sambil melihat-lihat kondisi terbaru kota.

"Kabarnya tadi malam Bang Roga udah pulang ke rumah, loh," bisik Sinabung.

Di sampingnya yang sedang mendorong otoped, Tula berhenti melangkah.

"Bang Roga udah baikan?"

"Sepertinya begitu. Aku juga dengar dari menguping omongan Papa Bayak dan Mama Malem. Sekarang kita bisa buktikan langsung aja. Karena kepulangannya ke rumah masih dirahasiakan."

Tula memandang kasihan pada sahabatnya itu.

"Kau hobinya nguping, ya?"

"Enak aja! Mungkin lebih tepatnya, aku selalu berada di tempat yang pas dan waktu yang tepat."

"Ihhh!!!" Tula bergidik melihat kejemawaan berlebihan Sinabung itu.

"Eh, tapi aku paham kenapa harus disembunyikan," ujar Tula sambil menarik kain di bagian perut kausnya. Biasa, kaus baru selalu butuh penyesuaian sampai benar-benar nyaman dipakai. "Bang Roga butuh ketenangan dengan waktu yang lebih panjang lagi. Bayangkan kalau orang-orang tahu dia udah di rumah. Bisa terganggu dia."

Mereka berhenti ngobrol ketika memasuki Toko Keluarga Embara.

"Tulaaa...." Nyonya Gefria menyambutnya ramah.

Kesedihan yang Tula lihat terakhir kali, benar-benar sudah sirna. Dia sudah seperti Nyonya Gefria yang biasa, heboh dan ceria. Tuan Embara hanya melihat sekilas sambil terus melayani pembeli yang sedang menukar barang dengan koin emas.

"Seperti biasa, kan, nakku?" tanyanya pada Tula sambil menerima wadah-wadah kosong yang dilungsurkan Tula padanya. "Sebentar biar kusiapkan barang-barangmu, ya."

Nyonya Gefria hampir beranjak persis ketika Tula memanggil dengan bisikan, "Nyonyaaa..., apa Bang Roga udah di rumah?"

Wanita berusia menjelang lima puluh itu diam. Kikuk, dia menoleh ke arah belakang tokonya, sebelum mendekatkan wajah ke telinga Tula. Tula pun cepat bergerak, membantu menipiskan jarak telinganya ke mulut Nyonya Gefria. Sesuatu dibisikkan, membuat Sinabung yang tampak dari ekor mata Tula sedang berdiri memperhatikan, melepaskan lipatan tangan. Dia pun mendekat.

***

Tengok: lihat

BULAN TULATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang