RUMAH FREDEREK

36 12 4
                                    


SINABUNG mendorong Tula mundur. Dia naik lagi ke permukaan hutan. Karena di bawahnya, ada sosok pria seram itu, Frederek. Keberadaan Frederek membuat Roga tampak sedikit rileks. Dia tak lagi membidikkan senjata.

"Tamuku sudah datang semua?" katanya pada Roga yang langsung mengangguk.

Apa-apaan ini? batin Tula.

"Nak, simpan senjatamu itu...," katanya pada Roga tidak dengan nada marah. "Bukan begini cara menyambut tamu. Apalagi untukku, yang rumahnya jarang didatangi tamu."

Ekspresi ramah Frederek itu benar-benar terlihat tulus. Dia tersenyum kepada Tula, Sinabung, dan Mambang. Otot-otot wajahnya yang tegas kokoh seperti mengkhianati senyum ramah itu. Membuat ketiga remaja yang dipersembahkan senyum terbaik olehnya menjadi kikuk. Balas senyum atau tidak? Mau tidak dibalas, tapi itu senyum teramah—bahkan senyum pertama sebenarnya—yang pernah dia lihat dari Frederek, pikir Tula.

Tula hanya mampu menaikkan sudut bibirnya sedikit. Sinabung dan Mambang menatap awas. Keduanya enggan membalas sikap ramah Frederek, tampaknya.

"Maafkan Roga, ya, anak-anak. Kalian tahulah. Dia masih belum stabil." Setelah berkata itu dia melirik Roga.

Ajaib, lirikan Frederek yang singkat itu, membuat Roga menyimpan senjatanya dan mengelus tengkuknya dengan sikap merasa bersalah.

Bang Roga benar-benar terganggu mentalnya, nih, batin Tula lagi untuk menilai keanehan ini.

"Mari..., mari, masuk. Sambil ngobrol, aku buatkan kalian teh," tukasnya ramah, membalik badan, dan melangkah menuju liang.

Mungkin karena tak mendengar ada pergerakan yang mengikutinya, dia berbalik. Semuanya memang diam.

"Roga belum menjelaskan maksudnya mengundang kalian ke rumahku?" tanyanya dengan kening berkerut.

Serempak, semua menggeleng—kecuali Roga tentunya. Dia sendiri hanya mampu menatap tanah. Saat ini, dia tampak menyedihkan. Seperti tak sadar dengan apa yang dilakukannya.

Frederek menarik napas. Bunyi napasnya keras. Kini dia kembali menghadap penuh ke ketiga remaja itu. Dia berdiri kokoh dengan tangan dilipat di depan dada. Betapa gentar melihat mantan militer Kota 65 dalam sikap seperti ini. Penuh wibawa dan seram sekaligus. Seragam Penjaga Hutan Kota 65 menambah kegagahannya. Jika begini semua penampakan militer kota, tak akan ada yang berani mengganggu Kota 65. Sayangnya, sekarang dia hanya memilih sebagai penjaga hutan kota saja. Dan segala wibawa dan keseraman itu, sama sekali tidak diperlukan di pekerjaannya yang sekarang.

"Sekali lagi aku minta maaf atas apa yang telah dilakukan Roga." Suara berat dan seraknya menggema di hutan sepi. "Roga tidak seperti yang kalian kira, tidak juga seperti yang semua warga kota kira. Dia tidak lupa ingatan, dia tahu sangat banyak tentang Tanah Bebas. Bahkan juga tentang sesuatu yang lebih dari sekadar rasa penasaran kalian tentang tanah laknat itu! Kalau kalian ingin tahu itu juga, silakan, masuk ke rumahku."

Hanya itu saja. Frederek tak melakukan apa-apa lagi. Bahkan dia tak menatap siapa pun saat mengatakan itu. Dia balik kanan dan berjalan gontai masuk ke liang yang disebut-sebut sebagai rumahnya itu. Badan besarnya dengan cepat lenyap. Yang terdengar hanya gema suara langkahnya turun ke dasar liang. Karena hanya tersisa Roga, kini tatapan sejuta pertanyaan ditusukkan padanya.

Dia mengangkat bahu.

"Kalian kami anggap mampu membantu kota, tapi kalau kalian tidak mau, ya, sudah," ujar Roga.

Dia pun melangkah, masuk ke liang, dan lenyap.

Tula, Mambang, Sinabung saling pandang. Rasa bingung menjalari mereka. Namun, rasa ingin tahu yang lebih besar lagi menjadi bahan bakar dari membaranya adrenalin di jiwa remaja mereka. Ketiganya bergegas—kini dengan suka rela—turut masuk turun ke 'rumah Frederek'.

Umpan taktik Frederek dimakan cukup baik oleh Roga untuk dilemparkan kembali kepada tiga remaja di depannya itu. Rasa penasaran dan tantangan bisa mengundang remaja mana pun untuk bertindak lebih jauh. Tula merasakan itu. Tapi, peduli apa. Dia benar-benar penasaran. Dan, mengingat kekacauan apa yang telah ditinggalkannya di luaran sana, rasanya berjuta kali lebih baik dia berada di sini untuk saat ini.

BULAN TULATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang