PINTU RAHASIA DI DALAM HUTAN

32 13 6
                                    


TULA belum pernah sejauh ini berada di dalam hutan kota. Mereka bahkan sudah melanggar batas yang diperbolehkan untuk warga umum lewati. Ini kebijakan Dewan Ekosistem, agar tidak mengganggu apalagi sampai merusak hutan. Sebab ini satu-satunya 'paru-paru' mereka.

Lebatnya pepohonan, membuat kota yang sudah gelap kian pekat. Jalan mereka dipandu cahaya keunguan dari benda yang digenggam Roga. Benda dari dan ke mana jembatan melayang tadi menjulur dan ditelan kembali. Benda itu ada di tangan kirinya. Sementara jemari tangan kanannya, masih setia memeluk senjata asing mengerikan itu.

Di sini sangat dingin, membuat Tula yang tadi sempat terlalu percaya diri meninggalkan mantelnya, menguncupkan tubuh. Dia seakan memeluk tubuhnya sendiri dan berada sedekat mungkin di belakang tubuh Sinabung.

Dari arah belakang, bunyi seperti kain tebal terempas, membuat ketiganya menoleh. Roga sigap berbalik dan kembali ke jalur yang sudah mereka lewati barusan. Memeriksa, dia membidikkan senjatanya. Bulatan merah dari mulut senjata liar menitik-nitik hutan gelap. Tula dan Sinabung saling pandang. Pikiran mereka mungkin sama. Mereka memang merasa ada yang mengikuti sejak.... Tula ingat ada suara 'kresek' yang diabaikannya persis ketika mereka menerobos pagar pembatas.

Roga tidak memeriksa terlalu jauh. Dia bergegas kembali pada Tula dan Sinabung ketika tidak menemukan siapa-siapa atau apa-apa. Tampaknya, dia khawatir dua tangkapannya ini kabur, demi mencari sesuatu yang mungkin hanya ilusi.

"Jalan terus!" perintahnya.

Pasrah adalah yang dilakukan Tula dan Sinabung sekarang. Apa sebenarnya maksud pemuda lupa ingatan ini? Apakah dia telah mengalami gangguan mental, hingga ingin bermain perang-perangan di hutan seperti ini? Main perang-perangan dengan senjata sungguhan yang bisa membuat tanah terbakar? Pikiran macam apa itu? Tula memprotes dirinya sendiri. Padahal itu hanya dalam upaya menenangkan pikirannya. Tidak berhasil, tentu.

Dia semakin gugup, sampai-sampai hampir terjerembap karena tersandung akar pohon. Sinabung yang tubuhnya tertubruk Tula refleks menoleh.

"Hati-hati kau."

"He-em." Tula mengangguk dan menyelipkan rambut ke belakang telinga.

Di sebuah pohon berbatang paling gemuk, Roga berhenti. Dia berjongkok di depannya. Benda bercahaya dia empaskan ke tanah. Dengan tangan ber-handsock krem itu, dia menyibak dedaunan. Sebuah benda silver bersinar karena pantulan cahaya benda aneh Roga. Di permukaan benda silver persegi itu, tersusun tombol-tombol angka. Cepat, Roga mengetikkan kombinasi angka-angka.

Klang, bunyi sesuatu dari permukaan tanah yang tiba-tiba menganga seperti mulut buaya. Bidang miringnya membuat semua tanah dan daun merosot ke belakang. Pintu dari sebuh liang.

"Masuk!"

Entah bagaimana Tula dan Sinabung masih sempat menggeleng. Kepasrahan hilang di detik ini. Mereka takut. Tula—lebih tepatnya—yang paling takut. Dia mencengkeram lengan Sinabung. Tempat apa ini? Mengapa ada liang rahasia di dalam hutan?

"Masuk!!!" Perintah kali kedua ini dicampur wajah yang murka dan bidikan senjata.

Melangkah pelan, Sinabung masuk duluan dan menuruni tangga menuju lorong gelap di bawa sana.

"BERHENTI!"

Mereka semua membeku mendengar teriakan itu. Separuh badan Sinabung sudah ada di dalam liang. Tula persis di belakangnya dengan satu kaki berada di tangga pertama. Rogalah yang cepat bergerak dari kebekukan.

"Mambang...." Bibir tipis Tula bergerak bergumam.

Tula senang melihat ada orang lain yang tahu kejadian ini. Apalagi orang itu adalah Mambang. Pasti dia bisa diandalkan. Jadi, dia rupanya yang mengikuti mereka sejak tadi. Celananya tampak basah kuyup. Dia menerobos sungai, tebak Tula. Sebab jembatan mengambang tadi langsung digulung Roga persis ketika mereka sampai di seberang.

"Ahhh..., kau rupanya. Terima kasih udah datang. Jadi, aku nggak perlu lagi memikirkan cara untuk mengajakmu ke sini." Roga malah bertutur senang.

Tula mengernyit. Sinabung juga. Apalagi Mambang. Tula dan Sinabung mungkin heran melihat ekspresi Roga yang tidak merasa asing pada Mambang. Jauh dari pandangan asingnya pada mereka kemarin. Mambang mungkin terkejut karena lain hal. Seharusnya, apa pun niat Roga, kedatangannya berpotensi menjadi gangguan.

"Hei!" Sebuah suara berat muncul dari bawah kaki Sinabung.

BULAN TULATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang