Sampai malam hari ini, Jiyong harus tetap di rumah demi menghormati tamu kekasihnya. Rose menyiapkan makan malam untuk mereka– berupa steak dan salad– lalu Lisa yang menyusun piring-piring makanan itu di meja makan, sedangkan Jiyong justru tengah asik dengan pesan-pesan pekerjaan di handphonenya– di ruang tengah. “Aku ingin bekerja juga,” ucap Rose, secara tiba-tiba di tengah obrolannya dengan Lisa yang sebelumnya hanya seputaran makanan sehat.
“Kenapa tiba-tiba?” balas Lisa, ia menyelesaikan tugasnya kemudian menatap punggung Rose yang masih mengaduk salad.
“Aku merasa terkurung? Orangtuaku tidak mengizinkanku bekerja, Jiyong oppa juga,”
“Kenapa? Kenapa mereka tidak mengizinkannu?” tanya Lisa dan Rose menggelengkan kepalanya, tidak benar-benar tahu jawaban yang pantas ia katakan pada Lisa. “Orangtuaku ingin aku segera menikah tapi Jiyong oppa, kurasa dia cemburu kalau aku bekerja dengan pria lain?” jawab Rose, disusul anggukan paham dari Lisa.
“Kalau begitu tidak perlu bekerja, kau sudah punya segalanya. Orangtuamu kaya raya, kekasihmu juga, kau sudah punya segalanya, aku yakin uang sakumu setiap bulan jauh lebih banyak dibanding dengan gajiku. Hhhh… aku jadi merindukan orangtuaku yang dulu. Dulu mereka selalu sibuk dan punya banyak uang, tapi sekarang mereka hanya mengelola sebuah restoran kecil dan bersantai dengan sedikit uang,”
“Wahh… seingatku dulu kau sangat bersyukur karena perusahaan orangtuamu bangkrut, kau bilang kebangkrutan mereka membuat orangtuamu punya waktu untukmu,”
“Augh… aku menyesali rasa syukurku waktu itu,” ucap Lisa dengan wajah memelas yang sengaja ia buat-buat. “Kau benar-benar menyesal karena jatuh miskin dan kembali ke Seoul?” tanya seorang pria dalam pikiran Lisa, dengan sosok pria bertattoo memakai kaos hitam dan sebuah celana jeans biru– Song Mino dalam ingatan Lisa. “Bukankah akan lebih baik kalau kita bertemu saat aku masih menjadi seorang putri kaya raya? Aku bisa membuatkamu klinik hewan sendiri, jadi kau tidak perlu bekerja pada temanmu yang genit itu,” jawab Lisa, sembari membayangkan senyum tampan Mino. Sementara itu, masih sembari memunggungi Lisa, Rose mengigit bibirnya. Dada Rose terasa amat sesak ketika mendengar ucapan Lisa barusan.
“Saladnya sudah jadi? Wah… aku tidak sabar menghabiskan steaknya,” komentar Lisa disaat Rose meletakan semangkuk salad di atas meja makan. “Tunggu sebentar, aku ingin mengambil kameraku dan memotretnya,” tahan Lisa yang buru-buru berbalik, pergi ke kamarnya dan mengambil sebuah kameranya.
Bukan hanya tangan Lisa yang meraih kamera itu, namun saat itu kepalanya juga meraih sebuah ingatan yang menyesakan. Untuk beberapa detik, Lisa mengingat kenangannya bersama Mino, ia juga mengingat bagaimana Mino tewas tahun lalu. “Cukup Lisa, jangan mengingat hal-hal menyedihkan lagi,” titahnya kepada dirinya sendiri, dan setelah ia menguatkan dirinya sendiri ia berjalan keluar, tersenyum kepada pria yang sama sekali tidak mengindahkan kehadirannya untuk sekedar sopan santun dan kembali lagi kedalam kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
After The Man's Death
Fanfic"Peluk aku, aku sedang kesulitan," ucap Lisa di depan pintu rumahnya. Pintu rumahnya terbuka dan ia mengulangi permintaannya. "Peluk aku, aku sedang kesulitan," ulangnya, sekali, dua kali, tiga kali ia mengulang permintaan itu... Namun tidak seorang...