Di bawah selembar selimut tebal, Lisa masih memejamkan matanya. Di atas ranjang queen size di apartemen minimalisnya, Lisa masih berlabuh dalam mimpinya. Gadis itu tidak benar-benar yakin dengan apa yang ia mimpikan namun ketika ia melihat wajah Jiyong di hadapannya, Lisa yakin kalau mimpinya bukanlah sebuah mimpi biasa. Lisa berusaha bangun dari mimpinya, ia mengedipkan matanya berharap bayangan Jiyong akan segera pergi dari pandangannya. Namun semakin sering ia berkedip, Jiyong di depannya pun ikut berkedip seolah tengah menjahilinya. Lisa berbalik, menghindari wajah menyebalkan dalam mimpinya kemudian ia menyadari kalau sekarang ia dapat mengatur mimpinya. Lantas, gadis itu membuat sebuah keputusan, ia singkirkan selimut yang menutupi tubuhnya. Setidaknya ia harus pergi dari sana jika tidak bisa bangun dari mimpi aneh itu, namun begitu selimut ia buka ia melihat tubuhnya sendiri– tanpa pakaian dengan sedikit bercak merah di pangkal pahanya.
Saat itu Lisa ingin menjerit, bahkan walaupun hanya sebuah mimpi, ini benar-benar mengerikan– seperti mimpi buruk bagi Lisa. Sayangnya, begitu ia mendengar suara Jiyong memanggilnya, Lisa langsung menyadari kalau ini bukan mimpi. "Wah... Sudah pagi, sepertinya cocok untuk pergi berolahraga," gumam Lisa, buru-buru ia memakai pakaiannya yang berserakan di lantai kemudian berjalan keluar dari kamarnya sembari mengikat rambutnya. "Aku akan pergi lari pagi, kembalilah tidur," pamit Lisa yang buru-buru meninggalkan kamar tidurnya dan pergi keluar.
"Kenapa dia pergi lari pagi dengan roknya?" gumam Jiyong, dengan nafas memburu khas seseorang yang sedang gugup. Melihat reaksi Lisa pagi ini tentu saja membuatnya jadi sangat gugup, begitu canggung hingga rasanya ia ingin dikubur hidup-hidup. "Argh! Kenapa semalam kau menerima ajakannya?! Aku kecewa padamu Kwon Jiyong! Bisa-bisanya kau menanggapi ocehan seorang gadis mabuk!" marah Jiyong, kepada dirinya sendiri dengan wajah yang ia benamkan dalam bantalnya.
Sementara Jiyong merutuki dirinya sendiri karena bersedia bercinta dengan seorang gadis mabuk, Lisa tengah berlari menjauhi gedung apartemennya sembari berteriak. Gadis itu tidak mengatakan apapun, ia hanya berteriak di setiap langkah kakinya. Ingatan akan bagaimana mabuknya ia semalam membuat Lisa benar-benar malu. Lisa merasa begitu malu disaat ingatan akan kata-katanya semalam menari di dalam kepalanya– aku tidak pernah bercinta dengan Mino oppa, aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya bercinta, bantu aku... Aku ingin merasakannya, sekali saja... Kumohon– Lisa benar-benar tidak percaya ia mampu mengatakan hal seperti itu semalam.
Lisa pulang ke rumahnya setelah satu jam pergi berteriak di jalanan. Gadis itu berlari menjauhi apartemennya sembari berteriak, membuat orang-orang menatap aneh padanya kemudian kembali pulang dengan menghentikan sebuah taksi di tepi jalan. Ia berlari terlalu jauh dari rumahnya dan terlalu malu untuk berjalan pulang. Malu kalau harus bertemu lagi dengan orang-orang yang tadi melihatnya berlari.
Setibanya di rumah, Lisa harus kembali keluar untuk membayar taksinya. Gadis itu masuk ke dalam rumahnya, tidak mendengar tanda-tanda kehidupan lalu berfikir kalau Jiyong sudah pulang. Baru saja Lisa menghela nafas leganya karena tidak perlu bertemu dengan Jiyong, namun di saat ia masuk ke apartemennya usai membayar ongkos taksinya entah darimana Jiyong tiba-tiba saja muncul di teras kecil apartemennya. Pria itu sudah memakai pakaiannya, bukan pakaian yang kemarin namun juga bukan pakaian Lisa. Dari teras kecil di apartemen Lisa itu, Jiyong muncul dengan sebuah celana jeans yang digulung sampai dekat lutut dan kaos hitam berlengan panjang yang digulung sampai ke siku.
"Aku sudah mencuci seprai dan selimutmu, tapi aku tidak menemukan seprei dan selimut lain untuk menggantinya," ucap Jiyong, berusaha terdengar santai walau wajah gugup Lisa juga ikut membuatnya jadi canggung.
"Ah ya... Terimakasih," gugup Lisa sembari meremas ujung roknya sendiri. "Aku akan mandi, apa yang akan kau- maksudku tunggu sebentar disini, aku akan mandi lalu membuatkanmu sarapan," potong Lisa yang langsung melarikan diri ke dalam kamar mandinya. Jiyong sudah mendengar suara gadis itu mengunci pintu kamar mandi, karenanya ia bisa menghela nafas lega dan duduk di sofa. Namun Lisa kembali membuka pintu kamar mandi dan membuat Jiyong langsung berdiri dari duduknya. Jiyong merasa tidak perlu melakukan itu, namun tubuhnya mulai bergerak tanpa mendengarkan perintah otaknya lagi.
"Aku lupa mengambil pakaianku... Hehe... Duduklah, tunggu sebentar," ucap Lisa yang kemudian buru-buru masuk kedalam kamar tidurnya. Ia ambil pakaian yang akan dikenakannya kemudian kembali masuk ke dalam kamar mandi, mulai membersihkan tubuhnya secepat yang ia bisa. Tidak ada pembicaraan apapun setelahnya, Jiyong berpura-pura fokus pada handphonenya sedang Lisa menyibukan dirinya dengan memasak di dapur kecilnya. Gadis itu memasak nasi dan sup, menggoreng beberapa telur kemudian menghidangkannya bersama lauk lainnya di meja makan kecil diantara dapur dan ruang tengahnya.
"Pria berengsek,"
"Wanita murahan,"
"Bajingan,"
"Sialan,"
"Keparat- heish! Ini tidak berhasil!" keluh Lisa karena aksi saling hina itu sama sekali tidak menghilangkan kecanggungan diantara mereka. Aksi saling hina itu justru membuat Lisa kehilangan nafsu makannya.
"Seburuk apapun makiannya, kita akan tetap canggung dan tersinggung," gumam Jiyong, pria itu berusaha keras untuk tidak menatap Lisa. Ia menundukan kepalanya, menatap mangkuk yang supnya tengah ia kuras hanya demi menghindari mata gadis yang membuatnya canggung. "Bagaimana kalau kita saling menghina fisik saja?"
"Menghina fisik? Tidak ada yang bisa kau hina dari fisikku," balas Lisa membuat rasa kesal Jiyong meluap hingga pria itu melupakan rasa canggungnya dan melirik Lisa dengan tatapan kesal miliknya.
"Kenapa tidak? Ada banyak hal yang bisa ku hina dari penampilanmu,"
Lisa balas menatap Jiyong dengan tatapan kesalnya, jawaban pria itu benar-benar berhasil membuat emosinya meluap. Namun dengan emosi yang meluap itu, kecanggungan justru berhasil diatasi.
"Maaf untuk bencana yang tidak disengaja ini," ucap Jiyong setelah rasa canggung mereka perlahan dapat menguap karena panas.
"Bencana yang tidak sengaja?"
"Lalu? Kau ingin menyebutnya bencana alam?" komentar Jiyong membuat Lisa harus mengigit bibirnya menahan kesal.
Lisa yang kesal lantas meminta Jiyong untuk tidak membicarakan bencana yang terjadi antara mereka itu kepada orang lain. Tentu saja Jiyong setuju, namun pria itu justru mengatakan, "kau gila? Untuk apa aku mengatakan pada orang-orang tentang urusan ranjang? Bukankah kau yang seharusnya tidak mengatakan apapun kepada sahabat serta teman-temanmu?" ucapnya, menyampaikan sikap setujunya dengan kata-kata yang menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
After The Man's Death
Fiksi Penggemar"Peluk aku, aku sedang kesulitan," ucap Lisa di depan pintu rumahnya. Pintu rumahnya terbuka dan ia mengulangi permintaannya. "Peluk aku, aku sedang kesulitan," ulangnya, sekali, dua kali, tiga kali ia mengulang permintaan itu... Namun tidak seorang...