Lisa selesai membersihkan tubuhnya juga mengganti pakaiannya dengan celana jeans dan kaos yang jauh lebih nyaman dibanding pakaian kantornya. Saat masih bekerja di bawah Kang Seungyoon, Lisa tidak begitu peduli terhadap pakaian kerjanya. Ia lebih sering datang ke kantor dengan pakaian santainya, namun Lisa belum berani memakai pakaian santai itu saat bekerja dengan Jisoo. Gadis itu masih belum tahu bagaimana cara Jisoo bekerja dan masih enggan membuat masalah dengan atasan barunya.
Jiyong tengah berbaring di atas sofa, memeluk gitarnya sembari menatap langit-langit rumahnya ketika Lisa keluar dari kamarnya. Lisa berada di dalam kamarnya selama kurang lebih satu jam, dan selama itu juga Jiyong berada di posisinya sekarang. “Apa yang sedang kau lakukan?”
“Mencari inspirasi,” jawab Jiyong sama sekali tanpa menatap Lisa. Lisa tidak ingat Rose pernah menceritakan kebiasaan aneh kekasihnya itu. “Kau akan pergi ke suatu tempat? Sabun apa yang kau pakai? Aromanya menyenangkan, apa aroma ini juga cocok untuk pria?”
“Aku akan pergi mencari tempat tinggal dan ini aroma parfum, parfum biasa yang bisa kau beli di minimarket manapun,”
“Tempat tinggal? Kenapa kau mencari tempat tinggal sekarang?” tanya Jiyong, pria itu penasaran namun tidak benar-benar terkejut. Jiyong sudah merasa janggal ketika Rose meminta izinnya untuk membiarkan Lisa tinggal di rumah itu selama dua tahun penuh, namun karena Rose yang memintanya bahkan membujuknya dengan susah payah, Jiyong mengizinkan permintaan itu. “Rose bilang kau akan tinggal disini selama 2 tahun, kenapa kau mencari tempat tinggal sekarang? Aku tidak keberatan kalau kau tinggal selama itu di sini, setidaknya dengan keberadaanmu disini Rose tidak akan kesepian,”
“Dua tahun? Whoa! Kau pasti merasa sangat bersyukur karena akan tinggal bersama dua wanita cantik selama itu, tapi tidak terimakasih. Aku tidak tahu apa yang Rose katakan padamu tapi seingatku, aku hanya akan tinggal disini sampai aku menemukan tempat tinggal dan itu tidak akan lebih dari dua minggu,” jawab Lisa bersamaan dengan bangunnya Jiyong dari baringannya. “Lagi pula kekasihku tidak akan senang kalau aku tinggal disini dan merepotkan kalian terus menerus,”
Kini Lisa duduk tepat di sebelah Jiyong, di dalam sebuah mobil hitam yang melaju menyusuri jalanan ke arah kantor tempat Lisa bekerja. Malam itu, Jiyong menawarkan diri untuk mengantar Lisa mencari tempat tinggal. Lisa sempat menolaknya, namun pada akhirnya Jiyong memaksa dan Lisa tidak bisa menolaknya. Gadis itu sudah memperhatikan gedung-gedung di sekitar kantornya dan ia juga sudah tertarik pada salah satu gedung di sepanjang jalan itu. “Kau ingin tinggal di sini? Di depan sebuah kelab malam?” tanya Jiyong sembari menghentikan mobilnya di tepi jalan.
“Bukankah bagus kalau ada kelab malam di sini? Tempat ini tidak akan sepi,” tanya Lisa, gedung apartemen yang di incarnya adalah sebuah gedung apartemen tanpa pagar yang berdiri tepat di depan sebuah kelab malam. Gedung apartemen itu berdiri setinggi 10 lantai dan Lisa hanya perlu menyebrang jalan untuk dapat langsung masuk ke kelab malamnya.
“Kalau kau ingin tempat yang ramai, bagaimana kalau di daerah pesisir saja? Kau tidak akan bisa tidur semalaman karena mendengar suara ombak dan itu lebih baik dibanding mendengar suara orang mabuk. Sangat berbahaya kalau seorang wanita tinggal sendirian di depan kelab malam,” saran Jiyong terdengar cukup serius.
“Maksudmu, kau khawatir Rose akan menginap di rumahku yang di depan kelab malam ini?” Lisa mengutarakan sebuah pertanyaan yang sama sekali tidak Jiyong duga sebelumnya. Jiyong bahkan tidak mengingat Rose sama sekali malam itu. Karena sudah sampai di sana, Lisa turun dari mobil Jiyong, berniat masuk ke dalam gedung apartemen yang menarik perhatiannya pagi tadi. Lisa baru turun dari mobil Jiyong setelah pria itu mengatakan ia akan menunggu di mobil, dengan santai gadis itu berjalan mendekati undakan tangga di depan gedung apartemen itu. Lisa mengulurkan tangannya untuk mendorong pintu apartemen itu, hendak menemui sang penjaga keamanan, namun seorang pria sudah lebih dulu menarik tuas pintunya dari dalam. Selama beberapa detik, Lisa dan pria itu saling memperhatikan di depan pintu, keduanya memperhatikan wajah satu sama lain hingga si pria akhirnya membuka mulutnya. “Kau Lalisa Kim, bukan?” tanya pria itu, bersamaan dengan suara Mino di dalam pikiran Lisa– “dia Kim Jinwoo sayang, temanku,” suara Mino memenuhi kepala Lisa.
“Oh! Jinwoo oppa!” seru Lisa membalas pertanyaan pria di hadapannya kemudian memeluk pria itu, mereka terlihat seperti teman lama yang sudah lama tidak bertemu. Dari dalam mobil, Jiyong melihat mereka. Pada pandangan pertama, Jiyong tidak peduli dengan siapa Lisa berpelukan itu, namun setelah ia mengenali pria yang memeluk Lisa itu jantungnya berdegup sangat kencang hingga membuat dadanya terasa begitu sesak. Bagaimana Lisa bisa mengenal pria itu, pikir Jiyong di tengah dadanya yang sesak.
Lisa berbincang selama beberapa saat dengan Jinwoo, mereka membicarakan gedung apartemen itu kemudian berpisah– Lisa masuk ke dalam mobil Jiyong sedangkan Jinwoo masuk ke dalam kelab malam di sebrang jalan. “Gedung apartemen itu milik kelab malamnya, aku tidak bisa tinggal disana,” ucap Lisa begitu ia menutup pintu di sebelahnya. “Ini, bisakah kita pergi ke alamat ini? Temanku bilang tempat ini akan cocok untukku,” lanjut Lisa, ia ulurkan secarik kertas kepada Jiyong dan tanpa mengatakan apapun Jiyong menuruti permintaan Lisa itu.
Alamat yang Lisa tunjukan tidak seberapa jauh dari kantornya, hanya perlu sekitar 15 menit perjalanan dengan bus atau berjalan selama 30 menit untuk sampai ke kantornya. Lokasi itu tentu jauh lebih baik dibanding tinggal di rumah Jiyong, Lisa bisa menghemat biaya taksi dengan tinggal di gedung apartemen itu. Setibanya di gedung apartemen itu, Lisa turun dari mobilnya, begitu juga dengan Jiyong. “Kenapa kau turun?” tanya Lisa karena ia pikir Jiyong hanya akan menunggunya di dalam mobil.
“Aku bosan di mobil,” jawab Jiyong yang justru mengekori Lisa, berjalan di belakang gadis itu dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku. Saat itu masih pukul 8 malam, namun tempat dimana mereka berdiri sudah sangat sepi. Hanya ada beberapa mobil di tempat parkir di depan sebuah bangunan 15 lantai. Di depan mereka ada sebuah gedung 15 lantai yang terlihat lebih tinggi dibanding gedung-gedung lain di sekitarnya. Hembusan angin meniupkan butir-butir debu dari jalan beraspal yang mereka injak, namun itu bukan masalah untuk keduanya. “Lisa, siapa kau sebenarnya?” tanya Jiyong, menghentikan langkah gadis yang berdiri beberapa meter di depannya. “Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” lanjutnya, usai Lisa berbalik dan menatap Jiyong dengan sebelah alis terangkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
After The Man's Death
Fanfiction"Peluk aku, aku sedang kesulitan," ucap Lisa di depan pintu rumahnya. Pintu rumahnya terbuka dan ia mengulangi permintaannya. "Peluk aku, aku sedang kesulitan," ulangnya, sekali, dua kali, tiga kali ia mengulang permintaan itu... Namun tidak seorang...