Bagian 23

1.3K 214 9
                                    

Siang ini, café di depan kantor Lisa tengah memutar sebuah lagu romantis yang dinyanyikan Baek A Yeon, Story of Two judulnya dan Lisa menikmati lagu itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siang ini, café di depan kantor Lisa tengah memutar sebuah lagu romantis yang dinyanyikan Baek A Yeon, Story of Two judulnya dan Lisa menikmati lagu itu. Moodnya langsung membaik berkat lagu tersebut. Padahal 15 menit lalu moodnya baru saja rusak karena salah satu bawahannya– Kim Taehyung– baru saja memberinya sebuah masalah. Seperti adegan di sebuah drama Rabu, seorang gadis yang mengaku sebagai kekasih Taehyung datang ke kantor dan memarahi Lisa– gadis itu bilang, Lisa telah melanggar undang-undang tenaga kerja karena selalu meminta Taehyung bekerja lembur.

“Hatiku di penuhi olehmu setiap hari, kurasa aku bisa mendengar suara bisikan-“

“Aku bisa mengenalkanmu pada A Yeon kalau kau ingin,” celetuk Jiyong, menyela nyanyian pelan Lisa. Gadis itu terlalu larut dalam lagu yang ia gumamkan hingga tidak menyadari kedatangan Jiyong dan managernya di café itu. Beberapa menit lalu, dengan pakaian santai dan sebuah topi peaceminusone Jiyong masuk kedalam café itu kemudian duduk di depan Lisa– duduk bersebelahan dengan managernya. “Maaf aku terlambat, aku harus menunggu managerku untuk mencegah gosip, penerbangannya delay tadi,”

“Aku juga baru datang, jadi apa yang kalian inginkan? Kopi? Susu?” tanya Lisa sembari memanggil seorang pelayan agar datang ke meja mereka. Si pelayan datang, memberikan buku menunya kepada Jiyong juga managernya sementara Lisa sudah memesan segelas latte untuk dirinya sendiri. Jiyong dan managernya sibuk dengan buku menu, memilih sesuatu yang ingin mereka minum selama beberapa detik– namun dalam waktu yang singkat itu, Lisa justru memesan segelas es kopi kesukaan Mino. “Oppa ingin es kopi? Kau belum makan siang, kenapa memesan es kopi? hhh... Baiklah, satu es kopi untukmu. Aku pesan satu es kopi lagi, apa yang anda inginkan tuan Kwon? Dan tuan manager?” ucap Lisa, terdengar seolah ada orang lain selain mereka bertiga disana.

Seperti baru saja tersambar petir, Jiyong membeku di tempatnya. Masalahnya dengan Rose lima bulan lalu benar-benar membuatnya lupa akan keadaan Lisa. Ia benar-benar lupa kalau Lisa masih belum bisa merelakan kepergian Mino dan sekarang ia merasa seperti baru saja di tampar supaya sadar. “Es kopi,” gumam Jiyong, menjawab pertanyaan Lisa sembari menutup buku menu di tangannya secara perlahan. Baik Jiyong maupun managernya, tidak satupun dari mereka yang berani menegur Lisa ketiga gadis itu memesan 3 es kopi kepada si pelayan.

Masih sembari membisu, Jiyong dan managernya bertukar sebuah lirikan canggung. Keduanya tahu kalau Lisa tidak baik-baik saja, namun merasa ragu untuk menyinggungnya. “Bagaimana kalau kita langsung membicarakan bisnisnya saja?” ucap manager Jiyong, mewakili Jiyong yang sekarang justru merasa khawatir. Keduanya berpura-pura tidak peduli disaat Lisa menoleh untuk tersenyum kepada Mino dalam bayangannya, namun rasa kasihan serta prihatin tetap hinggap dalam hati masing-masing.

“Kenapa harus mengacak-acak minimarket hanya untuk berkencan? Bukankah itu mustahil?” ucap Lisa setelah ia mendengar penjelasan pendek dari manager Jiyong– Big Bang akan merekam MV terbaru mereka dan salah satu adegannya adalah berkencan di minimarket. Tokoh prianya akan masuk ke troli, bermain dengan kekasihnya, melempar beberapa barang dagangan seolah minimarket itu miliknya seorang. “Siapa yang berani mengacak-acak minimarket hanya untuk menunjukan rasa cintanya? Itu tidak masuk akal,”

“Memang seperti itu konsepnya, mereka tidak bisa terikat dalam sebuah hubungan dan karena itu mereka harus di gambarkan sebagai orang-orang yang tidak terikat oleh aturan. Mengacak-acak minimarket akan menggambarkan sebebas apa mereka,” jelas Jiyong namun jawaban itu tidak cukup layak untuk memuaskan Lisa.

“Kenapa kebebasan harus digambarkan dengan merusak sesuatu? Ada banyak-“

“Itu cara paling mudah untuk menggambarkan kebebasan, melanggar aturan, melanggar kebiasaan umum, itu adalah hal paling mudah untuk menggambarkan kebebasan,” potong Jiyong, berdebat dengan sengit dengan gadis di depannya. Taehee, manager Jiyong, sama sekali tidak menyela. Pria itu justru memperhatikan perdebatan kedua orang di depannya dengan pandangan takjub seolah ia tengah menikmati sebuah tontonan langka, sebuah adegan drama yang cukup menarik untuk di tonton.

“Realistis saja, siapa orang bebas yang melakukan itu? Tidak ada orang bebas yang merusak tempat kerja orang lain. Itu bukan bebas, itu kriminalitas. Kecuali dia cukup kaya untuk membuat minimarketnya sendiri hanya untuk menghancurkannya. Tapi orang seperti itu tidak ada, tidak ada orang kaya yang-“

“Aku bisa melakukannya, aku bisa membuat sebuah minimarket kemudian kupakai berkencan. Aku cukup kaya untuk bisa melakukan itu,” balas Jiyong, begitu saja tanpa sempat berfikir sama sekali.

“Woah… kau benar-benar sombong. Baiklah, anggap kau bisa melakukannya. Tapi cobalah berfikir dari sudut pandangku, sudut pandang orang-orang biasa sepertiku, mengacak-acak minimarket adalah kebebasan atau justru kriminalitas?” balas Lisa. Tidak ada kata-kata yang layak untuk menggambarkan payahnya perdebatan mereka. Lisa sebagai penyedia tempat tidak punya hak untuk merubah konsep MV mereka, dan Jiyong sebagai produser dari lagu dan MV tersebut juga tidak punya kewajiban untuk menanggapi semua komentar Lisa. Selama Lisa mengizinkan mereka untuk syuting di salah satu minimarketnya, tidak ada yang perlu mereka ributkan, namun alih-alih melerai, Taehee justru menikmati keributan itu.

“Kenapa aku harus menjadi dirimu yang orang biasa itu? Menjadi diriku sendiri jauh lebih menyenangkan. Aku sudah sukses, aku cukup kompeten dalam pekerjaanku, keluargaku bahkan cukup kaya sekarang, orangtuaku mengelola sebuah penginapan dan kakak perempuanku mengelola bisnis pakaian. Bukankah aneh kalau aku justru ingin perubahan dan mencoba hidup biasa sepertimu?” balas Jiyong, dengan senyum penuh kemenangan di wajahnya. Pria itu tidak benar-benar serius dengan ucapannya, namun ia merasa bangga karena ucapannya bisa membungkam mulut Lisa. Berkat ucapan yang tidak ia rencanakan itu, Jiyong berhasil membuat Lisa tercengang di tempat duduknya. Siapapun akan tercengang mendengar ungkapan rasa percaya diri Jiyong yang luar biasa konyol itu.

Bibir Lisa mengukir sebuah senyuman, namun bukan senyuman bangga akan pencapaian yang baru saja Jiyong raih. Bukan senyuman bahagia karena baru saja mendengar sehebat apa G Dragon dan keluarganya dari mulut G Dragon sendiri. Pria yang katanya begitu rendah hati dan pemalu itu, ternyata telah menipu semua orang– itulah yang ada di pikiran Lisa usai ia mendengar deretan kesombongan Kwon Jiyong. Sebuah senyum kaku khas seseorang yang tercengang perlahan pudar dan berdirilah Lisa dari kursinya. “Aku tidak akan memberimu izin syuting di minimarketku,” ucap Lisa yang kemudian membawa tasnya untuk pergi dari tempat itu.

Baru dua langkah Lisa pergi, gadis itu sudah menghentikan langkahnya kemudian menoleh untuk menatap Jiyong– yang justru sedang menahan Taehee agar tidak mengejar Lisa. “Kenapa kau tidak menahanku?” tanya Lisa, sembari menatap Jiyong dan benar-benar menghapus Taehee dari pandangannya. Berdebat dengan Jiyong, pergi dan tidak di tahan membuat Lisa merasa ada sesuatu yang salah di antara mereka. Jiyong sedang meminta izin pada Lisa untuk syuting di salah satu minimarketnya, dan Lisa tidak setuju dengan salah satu adegan yang akan mereka rekam, bukankah seharusnya Jiyong membujuk Lisa agar Lisa setuju? Kenapa pria itu justru memamerkan kekayaannya? Lisa tidak percaya kalau orang menyebalkan itu ternyata benar-benar nyata dan di kagumi banyak orang.

“Karena aku tidak bisa meraihmu?” balas Jiyong sembari mengulurkan tangannya seolah ia ingin menahan Lisa agar tidak pergi menjauh. Hanya sebuah uluran tangan, tanpa tumbuh yang dicondongkan, tanpa kaki yang dipaksa berdiri.

“Augh! Lupakan saja! Aku tidak akan memberimu izin!” seru Lisa, yang kemudian kembali berbalik. Kali ini ia benar-benar serius untuk tidak menerima tawaran kerja sama dari Jiyong. Gadis itu pikir, bekerja sama dengan Jiyong hanya akan membuatnya cepat keriput karena kesal. Namun di langkah kelimanya, gadis itu tersadar akan sesuatu yang sangat penting baginya– syuting itu bisa membantu promosi minimarketnya, syuting itu bisa sangat menguntungkan baginya dan terlebih lagi, Jisoo bisa mengamuk kalau sampai tahu Lisa menolak tawaran Jiyong hanya karena kesal terhadap kesombongan Jiyong.

Akhirnya, setelah menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya, Lisa berbalik, kembali menghampiri Jiyong dan managernya yang masih duduk menikmati minuman dingin mereka. “Kenapa?” tanya Lisa sembari berjalan menghampiri Jiyong dan kembali menarik perhatian pria itu.

“Apa?”

“Kenapa kau memanggilku?”

“Aku tidak memanggilmu?” jawab Jiyong, yang justru khawatir Lisa jadi semakin gila dan mulai mendengar suara-suara lain selain suara Mino.

Sebelumnya, Jiyong tidak benar-benar khawatir karena Lisa menolak bekerja sama dengannya. Syuting MV-nya tidak sedang terburu-buru dan ia masih bisa mencari lokasi lain untuk syutingnya itu. Jiyong bahkan tidak benar-benar punya tanggung jawab untuk mendapatkan izin di lokasi syuting itu, pria itu hanya memakai pekerjaannya untuk mengecek keadaan Lisa. Pekerjaan hanya alasan agar ia dapat menemui Lisa tanpa suasana canggung diantara mereka. Kepergian Mino membuatnya merasa perlu menjaga Lisa, lagu-lagu yang Mino berikan membuatnya merasa tengah dimintai tolong oleh adiknya sendiri, namun kehadiran Rose membuat hubungan mereka jadi terasa canggung.

“Aku tidak akan berbalik kalau kau tidak memanggilmu, kenapa? Kenapa kau memanggilku?” ulang Lisa yang kemudian kembali duduk ke kursinya. “Apa yang ingin kau katakan?”

“Ah… anggap saja aku memanggilmu. Kau berbalik sebelum aku memanggilmu. Urutan tidak begitu penting, bukan begitu?” jawab Jiyong mencoba menebak sebuah sandiwara konyol yang sedang Lisa mainkan saat ini. “Hei! Lisa-ssii! Nona Kim! Lalisa Kim! Jangan pergi!” lanjut Jiyong, berakting seolah ia tengah menahan Lisa agar tidak pergi– walau sebenarnya gadis itu sudah duduk dengan tenang di tempatnya.

“Wah… aktingmu tidak buruk, kenapa kau tidak main drama saja? Jangan menyanyi, berakting saja,” balas Lisa sebelum ia merubah ekspresi datarnya menjadi sebuah senyum manis. “Baiklah, memohonlah padaku, bujuk aku dan aku akan berpura-pura terbujuk kemudian menandatangi kontrak itu. Puji aku, ikan paus saja bisa menari kalau di puji, cepat bujuk aku.”

“Untuk apa melihat ikan paus menari? Penari striptis jauh lebih menarik-“

“Heish!”

“Baiklah, baiklah,” susul Jiyong, sebelum Lisa mulai mengeluh dan kembali merepotkannya dengan menolak bekerja sama. “Ada banyak sekali minimarket di negeri ini, tapi aku hanya bekerja dengan gadis cantik, dan aku ingin bekerja sama denganmu. Kau cantik.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
After The Man's DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang