"Saiki." Keita mengetuk pintu penginapan dimana Saiki menunggu. Saiki membuka pintu dan Keita langsung memeluknya.
"Maafkan aku, harusnya aku tidak meninggalkanmu sendiri tadi. Aku tidak tau akan jadi begini..."
"Jangan meminta maaf..." ucap Saiki pelan dengan suara gemetar.
Keita menatap Saiki yang menunduk. Pipinya merah dan basah. Keita mengusap pipi Saiki dengan lembut.
"Saiki... jangan menangis. Aku sudah di sini, kita pulang sekarang?"
Saiki mengangkat kepalanya menatap Keita. "Kenapa..."
"Kenapa?" Keita mengulangi kata Saiki dengan bingung.
"Kenapa aku harus mengalami hal ini?? Kenapa aku harus susah mengingat semuanya?? Kenapa aku tidak bisa bermain basket lagi??" Tanya Saiki dengan air mata tak henti berjatuhan ke pipinya sambil mencengkeram lengan Keita.
"Dia mengatakannya..." batin Keita menatap Saiki sendu.
"Aku tidak bisa mengingat apa saja yang sudah kupelajari saat kuliah, kemana-mana harus membawa buku, padahal aku dulu dengan mudah mengingatnya dan aku tidak butuh buku untuk mengulang kembali. Bagaimana aku melakukan praktek kalau tidak ada satupun yang bisa aku ingat?? Aku tidak akan bisa jadi dokter!" Saiki berbalik dan menendang bangku di dekatnya.
"Kenapa aku harus mengalami kejadian ini??" Tanya Saiki terisak sambil duduk di ranjang.
Keita mendekati Saiki yang menangis dan memeluknya. "Saiki... kalau saja bisa diganti, biar aku yang mengalami ini. Apa kamu tau bagaimana sedihnya aku setiap hari melihatmu? Mungkin kamu sering melihatku tersenyum, tapi itu agar kamu kuat menjalaninya, karena kamu bilang, aku kekuatanmu. Sekarang, lepaskan semuanya. Menangislah sampai kamu puas. Aku selalu ada untukmu, Saiki."
"Keita... aku bicara begini bukan karena aku berharap kamu atau siapa saja yang mengalaminya. Apa kamu pikir aku kuat kalau ini terjadi padamu? Aku tidak akan sanggup melihatmu terbaring koma dan melupakanku..."
"Saiki, kamulah yang lebih kuat, kamu bisa menghadapinya sampai sekarang. Baru sekarang kamu mengatakan betapa beratnya yang kamu lalui karena kecelakaan itu. Mungkin aku hanya pandai bicara saja karena kalau ini terjadi padaku, aku tidak tau akan bagaimana."
Saiki menatap Keita yang juga menatapnya. Saiki membenamkan wajahnya di dada Keita. "Kalau saja waktu itu aku tidak selamat apa yang akan kamu lakukan Keita?"
Darah Keita berdesir ketika mendengar pertanyaan Saiki. Keita duduk dan meremas pelan pundak Saiki. "Aku tidak bisa membayangkannya. Mungkin aku bisa gila."
Saiki mengangkat wajahnya menatap Keita lagi. "Jangan..."
"Jangan, maksudnya?"
"Aku takut kalau... aku tidak kuat lagi dan ingin menyerah..."
"Apa maksudmu? Saiki?" Keita bisa merasakan kepalanya seperti ditekan sekuat mungkin mendengar kata-kata Saiki sebentar ini.
Saiki hanya diam sambil menunduk. Air matanya masih mengalir. "Aku sangat mencintaimu, Keita..."
"Saiki..." Keita kembali memeluk Saiki dengan erat. "Jangan bicara yang aneh-aneh..."
Saiki hanya terdiam sambil terisak di bahu Keita. Membalas pelukan Keita dengan berbagai macam perasaan di hatinya.
###
Louis memperhatikan Saiki yang duduk membaca bukunya, namun Louis tau pikiran Saiki tidak ke sana.
"Sejak tadi pagi dia banyak diam, dan senyumnya dipaksakan. Aku ingin tau ada apa..." batin Louis dan mengambil buku itu dari tangan Saiki.
Saiki sedikit kaget dan menatap Louis yang menatapnya khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Two of Us (Yaoi) [Completed]
RomansaSaiki dan Keita mulai tinggal bersama di apartemen yang Saiki tempati. Saiki sering mencandai Keita kapan menikah sejak mendapat kabar Reishi dan Louis yang sudah menikah di Amerika. Kehidupan mereka berjalan dengan baik dan bahagia. Namun semuanya...