Kesempatan

22.9K 324 0
                                    


Membantu dan dibantu adalah unsur yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan. Entah itu perempuan dengan laki-laki, orang tua dengan anak-anak, maupun manusia dengan spesies lain. Dari sekolah, kita sudah diajarkan macam-macam hubungan semacam mutualisme.

Terkadang, kita tidak bisa memilih dengan siapa akan bekerja sama, satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah itu adalah dengan menurunkan egoisme dan saling menghargai satu sama lain.

"..."

Tapi, kalau bisa aku gak mau dia tahu.

Tidak peduli itu Rafan dengan kemampuan yang diakuinya sama dengan Kirania, aib tetaplah aib. Gadis itu tentu saja masih menganggap masturbasi adalah kegiatan privasi, jadi dia tidak ingin bergantung pada Rafan.

Setelah percakapan berakhir, mereka pun mengikuti kegiatan belajar mengajar layaknya siswa biasa. Selama itu juga, kutukan hebat Kirania belum kambuh kembali.

Berbeda ketika mereka berdua saling bicara dan teriak, situasi dan hubungan antara Kirania dan Rafan malah merenggang ketika di depan teman-teman sekelasnya. Kirania merasa canggung untuk bicara pada Rafan, dan Rafan sendiri tidak bicara ketika dia tidak punya keperluan.

Seakan ada tembok yang memisahkan ... seakan ada aturan tak tertulis, mereka berdua minim bicara setelah itu.

Sesekali Kirania memandang penasaran pada ketua OSIS itu, tapi balasan yang dilakukan laki-laki itu adalah kode isyarat seolah mengatakan 'apa kamu kebelet sekarang?' yang membuat suasana hati gadis itu memburuk.

Ketika itu terjadi, Kirania menjawab dengan gelengan kepala dan sedikit senyum. Lalu, Rafan berbalik kembali mengabaikan gadis itu. Tidak melanjutkan komunikasi maupun mencoba memperpancang percakapan.

Memangnya aku ini manusia masturbasi, kenapa dia hanya memandang dan mengkhawatirkanku seputar masalah masturbasi. Bukankah lebih baik jika kamu memberi salam padaku layaknya teman sekelas pada umumnya.

****

Dua hari berlalu, sekarang hari sabtu di mana sekolah hanya berjalan setengah hari. Namun, Kirania tidak segera pulang ketika pelajaran berakhir, dia menghabiskan sisa waktunya di ruang ekskul miliknya sendiri, ekskul menggambar.

"Hmn ...."

Tempat itu memiliki satu set meja dengan enam kursi, tapi tidak pernah satu kali pun diisi penuh oleh enam orang. Dari awal, ruangan ini memang bukan didesain untuk menjadi atelier seniman, Kirania mendapatkan ruang ini karena fungsi sebelumnya yang hilang.

"Mungkin gambar ini bagusnya di sini."

Namun, gadis itu tetap berusaha menghiasi tempat itu seindah mungkin dengan gambar-gambarnya. Ada sekitar lima sampai sepuluh gambar terpajang di tembok dengan bingkai, dan sisanya ada puluhan yang tergeletak di meja, baik gambar selesai maupun yang tidak.

Kirania biasa mengerjakan sebagian gambar-gambarnya di ruangan ini sendiri, dan semuanya menggunakan pensil. Beberapa kali mungkin dia mencoba alat lain seperti crayon dan spidol, tapi itu semua masih tidak sebagus karyanya dari pensil.

*Knock, knock ....

Suara pintu yang diketuk dua kali oleh orang dari luar.

"Hn." Respons gadis itu yang sejenak berhenti menggambar untuk melihat orang di luar.

Tamu? Hmn ..., tapi aku gak bisa lihat dia dari jendela.

Cukup jarang ada orang yang mengunjungi ekskul gambar. Selain tempat yang terpencil, Kirania juga cukup mengurung diri untuk memamerkan karyanya pada seluruh murid sekolah.

Cintaku Berawal Dari Kepergok Masturbasi ...!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang