Win Win

4.1K 103 4
                                    

Waktu berlalu begitu lambat, setidaknya bagi mereka. Jalan-jalan mereka sedikit diwarnai kejadian baru, akibatnya Rafan dan Kirania merasakan lelah yang tidak direncanakan sebelumnya.

Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya mereka sampai di pemberhentian bus terdekat. Di sana, mereka tidak berdua, ada beberapa orang yang ikut menunggu, walaupun tidak diketahui orang-orang itu benar-benar menunggu bus atau mungkin menunggu orang khusus jemputan pribadi.

Tempat duduk sudah penuh, terpaksa Rafan dan Kirania harus berdiri. Mereka berdua menunggu di ujung samping tempat duduk tersebut, agar terlihat oleh supir bus dan masih terlindungi atap halte dari sinar matahari siang.

"..."

Rafan tidak sedikit pun terlihat lelah atau membuat wajah mengeluh sekarang, wajahnya selalu memberikan khas datar yang seperti selalu sadar tapi juga terlihat tidak terlalu fokus. Ini lebih ekspresinya yang datar sangat sulit ditebak. Walaupun pembicaraannya dengan laki-laki itu berjalan lancar, tapi tetap isi hati seseorang tidak bisa diketahui. Oleh sebab itu pikiran Kirania diisi oleh berbagai pertanyaan.

"Rafan ..." Panggil Kirania tanpa menengok ke samping, "apa aku ngerepotin?"

Gadis itu ingat gumam Rafan waktu masih di mall. Hatinya juga sekarang diisi oleh kekhawatiran karena menjadi beban, baik tentang kutukan masturbasi maupun tentang sifatnya hari ini.

"Sangat." Jawab Rafan yang juga tetap memandang lurus.

"Eh?"

Kirania yang awalnya bertanya sambil meluruskan pandangan pun kini menengadah tinggi-tinggi ke wajah Rafan, dia sedikit tersinggung dengan apa yang diucapkan barusan.

"Harusnya kamu jawab enggak walau bohong."

"Enggak, kok. Kamu gak ngerepotin sama sekali."

"Tunggu—," Tersendat Kirania karena ucapan Rafan, "Telat! Kenapa kamu malah bilang itu sekarang?"

"Bukannya kamu yang suruh?"

"Ah~ ..." Respons Kirania yang mulai memegang dahinya dan mulai memandang ke bawah, "Entah harus dari mana aku kasih tahu kamu. Barusan kamu gak sengaja bikin aku kesel, 'kan?"

Kirania sendiri malah merasa bodoh ketika bicara dengan Rafan seperti itu. Padahal, Rafan sendiri yang bilang kalau dia tidak perlu diberitahu dua kali, tapi entah kenapa dia sulit menangkap nilai-nilai kecil pada komunikasi yang seharusnya sudah pernah terjadi sebelumnya.

Makanya aku masih sering bilang dia itu bodoh.

Ucap Kirania dalam hati.

"Huft ... hah ..." Napas Rafan sedikit mengeluh, "sebenarnya kamu mau apa? Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kamu ngerepotin? Atau kamu mau aku bohong soal itu dan bikin kamu senang?"

"Sudah ... gak apa-apa, lupain saja. Aku gak bakal minta bantuan kamu lagi." Ucap Kirania yang kehilangan semangatnya.

"Lihat, kamu selalu bawa itu terus." Ucap Rafan yang membela ucapannya, "Mau merepotkan atau enggak, ini sudah tanggung jawabku. Lagian ini juga latihan, aku butuh pengalaman buat bicara sama orang seumuranku. Kejadian ini pasti gak sia-sia."

"..."

Kirania sedikit mengingat hal yang dikatakan Amalia waktu itu, tentang Rafan yang punya banyak efek buruk dari kekuatannya. Wanita itu menjelaskan kalau Rafan memang sedikit bermasalah di komunikasi karena sedikitnya pengalaman bicara dengan orang secara normal.

Tapi, rasanya sedikit aneh ketika dia bilang kalau kejadian ini kayak latihan.

"Apa kak Lia yang suruh kamu?" Tanya Kirania.

Cintaku Berawal Dari Kepergok Masturbasi ...!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang