Belakang Layar

7.3K 233 15
                                    


Sementara itu, tepat ketika Kirania dan Rafan sudah pergi dari rumah, Amalia dengan segera berbalik arah untuk menemui Kaivan di ruangannya. Dia sadar akan satu hal yang menjanggal dari keputusan pria tersebut.

*Ceklek.

Suara pintu terbuka ketika Amalia datang.

"Ivan ...." Lalu panggil Amalia lubang pintu memanggil pria di sana.

"Ada apa ... Lia?"

Pria itu sedang memandangi laptop. Dia terlihat sedang bekerja dan sesekali mengetik keyboardnya persis seperti orang kantoran bekerja.

"Kamu sudah tahu 'kan aku mau apa?" Timpal balik Amalia dengan pertanyaan, "Tentang botol yang kamu kasih ... kenapa kamu bohong soal itu?"

"..."

Ketikan keyboard pria itu terhenti setelah mendengar hal tersebut. Pandangan mata yang awalnya fokus ke arah layar laptop pun berubah, dia sedikit demi sedikit mulai memandangi Amalia dengan mata dan ekspresi serius.

"Maksudmu yang mana?" Kata Kaivan pada Amalia, "Aku gak berbohong, dan aku sendiri juga gak suka kebohongan. Botol itu memang bisa mengabulkan segala permintaan, bukannya kamu sendiri tahu tentang itu ... Lia?"

Amalia berjalan maju mendekat ke arah Kaivan, wanita itu mencoba memotong jarak agar pembicaraan tersebut teras lebih nyaman.

Suasana di sini masih tidak berbeda jauh ketika Kirania dan Rafan berbicara, terasa begitu sunyi, gelap, dan penuh misteri karena berbagai aksesoris berbau mistis. Tapi, hal itu hanyalah sebatas hobi dan tidak ada hubungannya dengan sihir. Amalia tahu itu dan dia juga sudah biasa dengan hal tersebut.

"Aku tahu, soalnya aku juga yang pakai botol itu dulu." Jawab Amalia ketika dia sudah ada tepat di depan meja Kaivan, "Tapi, kesalahpahaman juga bentuk dari kebohongan ... kamu gak kasih tahu semua tentang botol itu, 'kan?"

Amalia mengatakan itu dengan sedikit ancaman, dia khawatir akan nasib anak-anak itu nantinya ketika sadar akan kebenaran sesungguhnya dari botol tersebut.

"Heh," Tapi, Kaivan cenderung tidak menggubris tekanan tersebut. Dia berdeham cukup keras sambil membentuk senyum tipis di mulutnya, "Lia ... dari awal aku ini bukan dokter, aku cuman penyihir ... cuman seorang dukun. Mereka datang mengharapkan penyembuhan dari seorang penyihir, dan kamu masih berharap aku memberikan obat manjur pada mereka? Sayang sekali itu di luar kemampuanku."

"Tu-tunggu ... kamu beneran mau nipu mereka, Van?" Tanya Amalia sedikit panik.

"..."

Kaivan tidak membalas langsung ucapan tersebut. Dia menatap Amalia dalam-dalam dan mencari arti dari ucapan wanita itu.

"Huft ... hah ..." Pria berpakaian serba hitam itu pun menarik napas cukup panjang, dia mulai mengalihkan pandangan dan berhenti bertatapan dengan Amalia.

"... Kaivan—."

"Lia ..." Kaivan memotong ucapan Amalia barusan, "kamu tahu apa itu placebo?" Lalu lanjut tanya pria itu sambil melihat ke arah aquarium lobster di sana.

"Placebo ... obat kosong?"

"Iya ... kamu benar. Placebo itu obat kosong, itu adalah fenomena di mana seseorang bisa sembuh dari penyakit tanpa diberikan obat yang bersangkutan. Aku memberikan botol itu bukan untuk menipu, tapi hanya itu yang paling mungkin kulakukan."

"Kamu yakin, Van? Placebo itu cuman berlaku buat penyakit yang si tubuh itu sendiri bisa sembuhin. Tubuh Kirania gak punya antibody alami buat menangkal sihir, 'kan?"

Cintaku Berawal Dari Kepergok Masturbasi ...!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang