Titanium.

232 11 0
                                    

...

.

.

"Ini pertama kalinya aku merasa kecewa padamu, Eric..." ujar Ethan dengan nada rendah menandakan bahwa dirinya masih merasa tersinggung.

Joann hanya menghela napas dan berdiri di sebelah kakaknya sambil menyilangkan tangannya pada dada. Eric yang tak tahu harus melakukan apa hanya bisa menunduk dalam tak berani menatap kakaknya yang kini tengah menatapnya mengintimidasi. Ari matanya bahkan mengalir begitu deras meski mulutnya tak mengeluarkan isakan.

"M-maafkan a-aku, kak... Aku... Aku..."

"Apa kau sudah tak memilliki otak, Eric?"

Eric semakin menunduk dalam dengan air mata yang semakin mengalir deras. Tubuhnya bergetar hebat merasa ketakutan dan kakinya melemas. Bahkan napasnya sedikit tersengal dan terdengar begitu sesak.

"Apa kau mulai berani merendahkanku, hm?"

"H-huks... A-aku..."

Pertanyaan-pertanyaan yang menyiratkan kemarahan Ethan membuatnya tak bisa berkutik dan mulai berprasangka buruk. Ia tak masalah jika dirinya akan berakhir dipecat. Namun apakah dirinya masih akan dianggap adik oleh Ethan? Karena...

-ia sudah tak memiliki siapa-siapa.

"Hhhh~" Ethan berdiri dan menghampiri adik laki-lakinya itu. Mau bagaimanapun, Eric hanya 2 tahun lebih tua dari Joann. Eric masih terlalu kecil untuk dimarahi separah itu. Melihat bagaimana pria yang 4 tahun lebih muda darinya ini menangis hebat meski tak diikuti oleh raungan kesakitan dan teriakan-teriakan yang menyesakkan dada.

"Jangan menangis. Kemarilah..." Ethan memeluk Eric yang masih ketakutan. Dan tepat saat tubuhnya terrengkuh oleh yang lebih tua, Eric menangis keras membuat Ethan semakin merasa bersalah. Ethan terkekeh kecil dan mengusap punggung itu dengan begitu hangat. Namun bukannya semakin menenang, tangisannya semakin menjadi-jadi membuat Joann yang berada di sana ikut meneteskan air matanya.

"J-jangan maraaah~ H-huks..." rengeknya bagai anak kecil. Isakannya bahkan terdengar seperti Joann membuat Ethan ingin sekali tertawa. Eric memeluk leher Ethan begitu erat seperti seorang anak yang tengah mengadu pada ayahnya membuat Joann sedikit tersentuh melihatnya.

"Kubilang jangan menangis, Eric... Kau membasahi jasku." Ujar Ethan sambil mengusap punggung dari tubuh yang agak lebih kecil darinya itu dengan lembut.

"Tapi... H-huks... Tapi... Kakak jangan marah lagi~" ujarnya masih dengan nada merengek.

"Baiklah, baiklah. Sekarang mari kita kembali ke bawah dan memeriksa orang-orang yang kau bawa, okay?" ujar Ethan dengan nada lembut membuat Eric sedikit menenang meski isakannya masih terdengar begitu jelas.

"Aku yakin kau tidak membawa orang yang sembarangan. Kalau begitu, ayo kita pergi."

Eric mengangguk dalam pelukan Ethan.

"Haha... Apa aku memiliki bayi baru sekarang, hm?" ujar Ethan menggoda Eric. Namun-

"Ndak bowleh! Joann beiby-nya kakak! Elic jawuh-jawuh dali kakak! Kakak cuma puna Joann!" ujar Joann memisahkan kedua pria itu. Joann langsung memeluk leher kakaknya dan mengusal manja pada dada bidang prianya diikuti dengan juluran lidah mengejek Eric yang hanya bisa mencebikkan bibirnya lucu. Dan kelakuan Eric tentunya membuat Ethan kembali terkekeh melihat sesuatu yang baru ia lihat darinya.

"Janan sok imud! Joann yang paling imud! Cuma puna kakak! Elic jewlek jawuh-jawuh! Ndak bole dekec-dekec cama kakak!"

Ethan terkekeh dan mengecupi pipi gembil Joann sambil memeluk pinggangnya. "Baiklah, mari kita ke bawah."

Puzzle Pieces - Péché NoirciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang