2. Koloni

122 36 72
                                    


“Nasib anak-anak koloni bergantung pada potensinya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Nasib anak-anak koloni bergantung pada potensinya sendiri. Mereka yang kuat, baik lelaki maupun perempuan, dilatih sebagai guardian dan pemburu. Sementara yang lebih lemah tetapi memiliki paras rupawan, dididik menjadi penghibur di rumah-rumah bordil. Lalu ada anak-anak yang paling lemah, yang tidak menarik dan yang cacat… Bagaimana nasib anak-anak ini, hanya Elite Koloni yang tahu. Tidak ada yang berani bertanya. Setidaknya, tidak ada yang pernah tetap hidup untuk mendapatkan jawabannya, apa lagi menceritakannya kembali.” ~ Catatan Ketua Zak, Hari Berghibah, Minggu Pertama, Bulan Kesebelas, Tahun 90 Bumi Baru

2.Koloni

“Slur, woi…! Kiw…!” seru seseorang di lorong gedung yang kumuh dan gelap itu. Beruntung Rin memmiliki mata yang sama seperti species kocheng .

“Eh, Ketua Ben…! Ngagetin aja lu.” ‘Gue pikir mayat hidup, abis tampang dan bau lu mirip, Ketua. Hahaha…!’ batin Rin, seraya berusaha menahan tawa membahana di dalam dirinya.

“Sini lo, bentar. Gue mau ngemeng ,” panggil sesemakhluk bertubuh tambun tinggi besar bernama Ketua Ben itu. “Gue baru dengar gosip anget, lo berhasil membunuh seekor Chimera dan membawa pulang setengah ton daging untuk koloni. Betul gak tuh?”

Ketua Ben merupakan pemimpin kelompok di mana Rin tinggal. Rin dan Jin berasal dari Koloni Santuy City. Sama seperti koloni-koloni lain yang tersisa di muka bumi, Santuy City dibangun di atas reruntuhan kota peninggalan peradaban sebelumnya. Penduduknya berkelompok menghuni gedung-gedung yang sudah ditumbuhi lumut, jamur dan tanaman merambat. Kelompok-kelompok ini satu persatu ditaklukkan, kemudian dipimpin oleh sseeorang yang paling kuat di antara mereka. Perserikatan sejumlah kelompok inilah yang disebut Koloni.

“Betul gak, Cuy?” Ketua Ben Nampak tidak sabar.

“Ehe. Betul, Ketua. Chimera itu ingin menjadikan gue makan malamnya coba. Gue bilang, yekan, kalau gue berasal dari koloni Santuy City dan berada di bawah perlindungan Ketua Ben yang Maha Kerad…!” dongeng Rin.

“Uwow, benarkah cerita lo itu, boedjang?”

“Betul, Ketua. Mana mungkin eaaa, gue berani ngebokong, eh, ngebohong, sama lo yang Maha Kerad?” puji Rin, “terus dia bilang yekan, katanya dia gak takud sama Ketua Ben yang bokongnya boerik, bacodnya bau vangke dan komuknya cem ubin bengkel!”

“Anjirr…, beneran dia bilang begitu? Bangcath….!” Muka Ketua Ben merah padam. Tangan besarnya mencekik leher Rin.

“Agghhh, lepashkanh, Ketuah. Gue gak bisa ngomong kalo lo cekekkh…!”

“Sorry, Slur. Gue emosi bat dengernya. Terus, bijimana? Lo berih kan Chimera songong entuh?” cecar Ketua Ben.

“Uhuk uhuk, bentar, ambil napas dulu, Ketuah. Hoeeek...!” Rin muntah-muntah, bukan hanya karena sesak, tapi juga karena bau tangan Ketua Ben. Sepertinya yang Maha Kerad baru saja menyelesaikan urusan perjambanan.

VALTERRA (Open PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang