Kengkawans, barusan gue dapat kabar dari pihak penerbit Elfa Mediatama bahwa novel Valterra sudah bisa dipesan. 😘
Valterra akan jadi novel gue yang kesebelas tapi sekaligus novel pertama setelah sepuluh tahun gue gak menghasilkan karya. Novel gue s...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Kebahagiaan datang dari penemuan sesuatu yang baru, bukan dari apa yang kita sudah tahu.” ~ Isaac Asimov, Catatan dari Dunia Lama
11. Hari Bersantuy
"Elo sakit, Beb?" Jin curiga melihat tampang Rin yang teramat kucel dan kerap memeluk tubuhnya sendiri.
"Enggak."
"Jidat lo panas." Jin menyentuh hati-hati kening Rin.
"Wajar, gue bukan mayat. Pantat lo juga anget, kan? Hahaha." Tawa Rin terdengar hambar.
"Tapi tadi lo muntah." Jin bersikeras, dia semakin khawatir melihat kengototan Rin. Gadis itu memang tidak pernah sudi terlihat lemah.
"Itu karena gue tadi eneg bat sama gayanya Lun," kilah Rin.
"Serius lo gak kenapa-napa?" kejar Jin.
"Iyaa…, gue gak ken—"
"Rin!" Jin menangkap tubuh oleng Rin.
"Bacodh...," lirih Rin, "jangan berisik ya, zheyeng, gue mau tidur bentar!" Rin kemudian meringkuk seperti balita dalam dekapan Jin. Tubuhnya terasa sangat panas.
"Elo harus gue anter pulang ke Kelompok lo sekarang, zheyeng!" putus Jin. "Mau gue bopong apa gue gendong?" tanya Jin, terlihat kikuk. Tidak ada jawaban dari Rin. Hanya tangannya yang semakin erat merengkuh lengan Jin yang sedang menyangga tubuhnya.
Hari ini Hari Bersantuy. Itu artinya orang-orang di koloni sedang berkumpul bersama kelompok dan orang-orang terdekat mereka. Orang-orang dewasa di kelompok Rin dan Jin pasti merasa khawatir menanti kedatangan mereka. Apa lagi setelah tiga hari keduanya tidak menampakkan diri. Anak-anak yang sudah cukup umur memang memiliki kebebasan untuk berpetualang setelah menjalani apel di Hari Berkumpul. Namun di Hari Bersantuy mereka biasanya sudah kembali kepada kelompok mereka.
"Berat uga nih cewek!" Jin menurunkan tubuh Rin, kemudian memindahkan Rin ke punggunya. Rin mengalungkan tangannya di leher Jin.
Jika saja Jin tidak memakai Sepatu Survival yang memiliki fitur pengatur gravitasi itu, Jin pasti tak akan mampu berjalan jauh sambil membawa tubuh Rin seperti ini. Sepanjang perjalanan Jin harus menghindari rute-rute berbahaya. Dia tidak sedang dalam kondisi siap bertempur.
"Rin...! Zheyeng...! Ada apa denganmu, Nak?" sejumlah perempuan dewasa mengerubungi Jin setibanya dia di loby gedung yang dihuni Kelompok pimpinan Ketua Ben itu. Mereka segera mengambil alih Rin dari punggung Jin.
"Hei, anak muda! Elo apain, Rin? Gue tau lo anak kelompok sebelah, kan? Berani-beraninya lo bikin Rin sampai demam begini? Elo apain dia, heh?" Salah seorang Bibi Rin maju menghadapi Jin.
"Eh, sumpah Bibi Leah, gue gak apa-apain Rin. Ada juga gue yang diapai-apain sama Rin!" jawab Jin apa adanya. "Bibi tau sendiri kan, sudah berapa anak cowok yang dikirim Rin ke rumah sakit koloni?"
"Hahaha. Iya, bener juga lo, bocah. Terus kenapa Rin sampai pingsan gini, hah?" tuntut Bibi Leah.
"Sepertinya Rin hanya kelelahan dan butuh istirahat, Bibi. Kami terlibat sejumlah perkelahian dengan para Chimera dan mayat hidup, itu pasti sangat menguras energi Rin."
"Ya, ya, gue emang denger kabarnya, lo dan Rin berhasil mengalahkan seekor Chimera dan membawa pulang setengah ton daging untuk koloni kita. Baiklah, anak muda, sepertinya lo juga butuh istirahat. Bibi-bibi lo pasti sudah cemas menunggu lo. Pulanglah!" Bibi Leah sekonyong-konyong memeluk Jin. "Terima kasih sudah menjaga Rin kami, Nak!" imbuh Bibi Leah.
"Rin juga udah gue anggap keluarga dan adik sendiri, Bi. Gue akan selalu menjadi pelindungnya." Jin balas memeluk dan mengecup kepala Bibi Leah.
Bibi Leah lantas segera membawa Rin ke dalam bilik Purifier untuk "memandikannya". Bilik itu berfungsi membersihkan tubuh Rin dari keringat, sel-sel kulit mati, kotoran dan zat-zat berbahaya, serta menormalkan suhu tubuhnya. Setelah itu Bibi Leah membawa Rin ke dalam boks tidurnya dan menyetel Sleepingsuit Rin ke dalam mode penyembuhan.
"Jin...?" Rin kembali pulih dalam waktu beberapa jam saja.
"Jin sudah pulang, Zheyengku," jawab lembut Bibi Leah yang sedari tadi menemani seraya membelai rambut Rin.
"Bibi Leah..., gue kenapa? Kalian tidak melakukan hal yang buruk kan, pada Jin?" selidik Rin.
"Hohoho. Tenang, zheyengku, Jin-mu sudah kami kembalikan ke kelompoknya dalam keadaan utuh. Kami hanya memberinya sedikit pelajaran karena sudah berani membawa gadis kami selama tiga hari dan memulangkanya dalam kondisi demam tinggi seperti ini! Hih!" geram Bibi Leah, "Nah, sekarang katakan pada bibimu ini, apa yang telah kau dan Jin lakukan? Apakah kalian sudah...—" kerling nakal Bibi Leah.
"Bibi...! Gue dan Jin enggak berbuat hal-hal menjijikkan apa pun seperti yang Bibi pikirkan itu! Sumpah demi Dia yang Tak Ternoda!" sergah Rin, nampak sangat kesal.
"Hei! Tidak perlu malu dan panik seperti itu, Zheyengku. Kalian, kan, sudah cukup umur...!" Bibi Leah kembali mengerling nakal seraya menjawil dagu Rin.
"Tapi gue enggak akan pernah melakukan hal kayak gitu dengan Jin!" tegas Rin. Wajahnya merona merah.
"Lho, melakukan apa sih, memangnya? Hem?" Bibi Leah semakin senang menggoda Rin.
"Bibi tau apa yang gue maksudkan!" ketus Rin.
"Jin itu pemuda yang gagah dan tampan. Dia juga sepertinya sangat peduli dan sayang padamu, Zheyeng."
"Kami sahabat sejak kecil, Bibi! Itu sudah sewajarnya! Gue dan Jin itu best friend forever! Gak akan ada yang bisa menghancurkan persahabatan kami!"
"Tentu saja, zheyengku. Itu memang sangat wajar. Dua orang sahabat yang saling mengasihi itu terdengar sangat indah! Uhmm, tapi percayalah, dua orang sahabat yang kemudian jatuh hati dan memutuskan membuat bayi-bayi yang lucu juga bukan hal yang aneh!" ujar Bibi Leah yang disusul kedipan nakal dan tawa renyahnya.
Bibi Leah sosok perempuan dewasa di Kelompok Ketua Ben yang paling peduli pada Rin. Tentu saja banyak orang yang diam-diam bergunjing, menerka-nerka bahwa Bibi Leah adalah ibu biologis Rin. Mereka berdua sama-sama perempuan perkasa yang mampu merobohkan lelaki mana pun.
"Sekali lagi gue bilangin, ya, Bibi, hal itu enggak akan pernah terjadi pada kami, sampai kapan pun! Jin adalah sahabat gue sekarang dan selamanya! Sahabat tydack makan sahabat!" tandas Rin, kemudian segera bangkit meninggalkan bibinya. Bibi Leah hanya tersenyum seraya menggelengkan kepala. Dia pernah muda dan dia tahu apa yang sedang bergejolak di dalam diri Rin, gadis kesayangannya itu.
Rin memilih pergi ke salah satu sisi gedung yang sering dia jadikan tempat menyendiri. Ruangan itu cukup besar dan tanpa dinding. Mungkin dulunya ruangan itu dijadikan sebagai dapur umum. Masih ada sisa-sisa peralatan masak kuno di sana.
"Miaww...!"
"Oyeeen...!” seru Rin seraya menghambur ke arah species berbulu itu. “Wah, udah lama eaaa, gue gak nguyel-nguyel lo, Oyen!" Rin memeluk gemas kucing gemuk berwarna oranye itu. Aksi Rin jelas sangat mengganggu Kucing bernama Oyen yang tengah bersantuy ria menjilati biji kembarnya dengan khidmat.
Ukuran Oyen dua kali lipat tubuh Rin. Tapi tetap saja masih kalah besar dibandingkan dengan ukuran rata-rata tikus mutan. Kucing-kucing hanya berani memakan tikus yang masih kecil dan lemah. Sementara tikus-tikus besar menjadikan kucing-kucing seukuran Oyen sebagai camilan favoritnya.
"Elo gak nackal, kan, selama gue tinggal, Oyen? Inget, jangan suka gigitin celana dalem Ketua Ben! Celana dalem itu bukan makanan! Apa lagi celana dalem Ketua Ben, itu tuh limbah yang lebih buruk dari sisa-sisa tubuh zombie sekalipun! Gue gak akan pernah cium-cium dan peluk lo lagi kalau sampai lo ketauan nyolong celana dalam Ketua Ben!" ancam Rin seraya menatap lekat-lekat mata Oyen sambil mengusap-usap leher makhluk itu. Oyen membalasnya dengan menjilati tangan, wajah dan leher Rin.
Bukan hanya pada anak-anak angin, Rin juga suka bercerita pada Oyen. Sejurus kemudian Rin sudah asik bersandar di dinding, di sebelah Oyen yang berbaring di dekatnya. Rin kemudian bercerita tentang pengalamannya bersama Jin dan perjumpaan mereka dengan Lun si Cyborg Lebe. Sesekali Rin iseng menjawil dan menyentil biji kembar Oyen, membuat kucing malang itu tersentak-sentak dan melolong kesal.
Rin tidak menyadari, ada orang lain yang mendengar curhatannya pada Oyen. (*)