Delapan: Pink-Kelabu

3K 230 7
                                    

"Lo ngapain di kamar gue?" tanya Jisoo memberanikan diri. Ia berusaha meyakinkan diri kalau ia tidak sedang mengalami dejavu.

"Kita harus bicara," balas Taeyong.

Jisoo mengeraskan rahang. Entah mengapa rasa kesal mulai menghinggapi benaknya. Lama-lama Taeyong makin bertindak semaunya sendiri. Bukankah sebelumnya ia sudah melarang Taeyong melewati batas privasinya? Melarangnya ke kamarnya?

"Kalau gitu lo tunggu di luar kan bisa."

"Gak bisa."

Tuh, kan?

"Yong,"

"Iya, kenapa?"

"Lo paham gak sih kalau dunia kita itu beda? Paling gak, lo coba ngertiin keadaan gue. Gue manusia, Yong. Gue normal," papar Jisoo.

"Ya, Ya gue ngerti, Jisoo. Tapi gue gak bisa. Buat gue terlalu sulit. Gue bener-bener butuh lo. Bener-bener-butuh." Taeyong memberi penekanan pada kalimat terakhirnya.

"Tapi lo udah keterlaluan."

"Lalu gue harus gimana menurut lo? Apa gue harus bertindak tanpa permisi? Gue rasa itu malah bikin lo makin kesakitan parah."

Jisoo menggelengkan kepalanya. "Enggak, jangan terlalu jauh. Gue lagi ngomongin seharusnya lo gak boleh masuk kamar gue. Gue kan udah bilang ini wilayah gue, privasi gue. Masa lo gak paham?"

"Jisoo. Ayolah, bahkan gue udah liat semuanya."

Jisoo membulatkan matanya. Astaga.. Jisoo sampai habis kata-kata untuk menyangkal ucapan vampir menyebalkan ini.

"Gue gak ngerti lagi gimana caranya ngomong sama lo." Jisoo mengacak rambutnya. Lalu ia menatap sebal pada Taeyong. "Gue bakal ngomong apa adanya, jadi lo dengerin dan baiknya lo pertimbangin. Sebenernya gue keberatan dengan semua tingkah lo. Gue udah berbaik hati ngijinin lo ambil darah gue, tapi lo berbuat terlalu jauh sama gue. Lo bahkan menyentuh gue tanpa persetujuan dari gue. Lo bahkan.. memasukkan jari.." Jisoo menggantungkan kalimatnya. Rasanya terlalu malu mengatakannya. Tapi pada akhirnya Jisoo meluapkan unek-uneknya juga. Sebenarnya ia juga kepalang kesal dari tadi.

"Jisoo..." Tak diduganya Taeyong malah merajuk. "Gue cuma gak mau lo kesakitan, itu aja. Harus berapa kali sih gue bilang?"

Jisoo menghela napasnya. Jisoo tau sih pasti bakal kalah ngomong sama Taeyong. "Lo tu ya keras kepala, gue udah gak tau lagi!" maki Jisoo. Sebelumnya ia pikir akan bisa bernegosiasi melihat Taeyong yang lebih jinak daripada di mimpinya.

"Lagian cewek seumuran lo udah biasa ngelakuin itu kok," bujuk Taeyong.

"Tapi bukan berarti gue sama aja kayak mereka, kan?"

Taeyong berdecak. "Cih. Lo konservatif ya? Gue kira makhluk tipe kayak lo udah punah," gumamnya.

Jisoo menatap Taeyong tajam. "Apa lo bilang?"

Taeyong balas menatapnya lebih tajam. "Gue minta sekarang lo perhatiin baik-baik wajah ini deh," Taeyong menggretakkan gigi-giginya. Dan Jisoo dengan mudah bisa menemukan taring-taring tajam itu meskipun Taeyong hanya membuka sedikit bibirnya. Taeyong lalu tak segan-segan menyentuh taringnya dengan telunjuknya, menggigitnya sampai telunjuknya sendiri berdarah. Mengkonfirmasi taringnya benar-benar tajam. Sejujurnya, Jisoo jadi menciut.

"Gue ulangi lagi. Gue bakal kasih lo pilihan, sebelum gue memutuskannya sekehendak gue. Gue bisa menahan diri kalau lo memang gak mau bercinta sama gue, gue Cuma berbaik hati mengalihkan rasa sakit lo. Dan itu yang gue lakuin kemarin, gue gak sampai memperawani lo. Atau lo lebih milih gue serang lo tiba-tiba kayak waktu di gudang, dan lo tahan aja sakitnya sendirian?"

Amorphous | [Taesoo (Taeyong - Jisoo)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang