Tok~ Tok~ Tok~
Namjoon mengetuk pintu itu berulang kali. Namun tak ada sahutan sama sekali dari dalam.
"Apa tidak di rumah ya?" gumamnya pelan.
Ia sengaja datang ke rumah Seokjin pagi-pagi sekali sambil membawa hadiah untuk Jimin yang dibelinya kemarin.
Namjoon baru datang sekarang karena ia yakin Seokjin masih marah padanya kemarin setelah apa yang ia perbuat. Ia yakin jika Seokjin butuh waktu untuk membuat emosinya padam dengan sendirinya.
Jika kemarin ia menyusul Seokjin, maka Namjoon yakin tak akan mendapatkan apapun. Yang ada ia hanya akan semakin menyakiti Seokjin saja.
"Jimin pasti menyukainya" gumamnya saat melihat ke arah hadiah yang ia bawa.
Setelah memastikan dari mulut Seokjin sendiri jika Jimin memanglah anaknya, Namjoon tidak membutuhkan tes DNA atau apapun itu lagi. Ia lebih mempercayai Seokjin daripada tes tak penting itu.
Tok~ Tok~ Tok~
Namjoon kembali mengetuk pintu itu, mencoba untuk kesekian kalinya, berharap jika ada orang yang membukakan pintu untuknya.
"Maaf, Pak. Ada yang bisa dibantu?"
Seseorang yang kebetulan lewat di dekat Namjoonpun menghampirinya.
"Saya pemilik kontrakan disini. Ada yang Bapak butuhkan?" lanjutnya memberitahu.
Namjoonpun menyunggingkan senyuman ramahnya. Berusaha menciptakan image baik pada orang asing yang baik ini.
"Saya mencari Kim Seokjin. Orang yang menempati rumah ini dengan anaknya" jawab Namjoon.
Orang asing itu mengerutkan keningnya, "Seokjin barusaja pindah kemarin bersama anaknya" ujarnya.
Senyum ramah Namjoon perlahan mulai luntur. Ia pernah mengalami hal serupa dulu. Dengan orang yang sama pula.
"Pindah? Bagaimana bisa?!"
Tapi ia tak akan pernah terbiasa meski sudah pernah merasakannya. Hatinya tetap saja sakit.
"Saya tidak tahu, Pak. Tapi sekarang rumah ini sudah kosong"
Apalagi sekarang ia tidak hanya ditinggalkan satu orang saja. Dua orang yang begitu berharga dalam hidupnya.
Penyesalan kembali menghantui Namjoon.
'Andai saja aku datang kemarin'
-*123*-
Akan lanjut kalau.... Ada yang mau lanjut 😊 makasiii