"Seokjin"
Seokjin langsung mendongak saat namanya disebutkan oleh Byul Yi.
"Ya?"
"Kau melamun"
Senyum tipis ia berikan sebagai jawaban. Dan ia tak mungkin menjawab jujur kalau dirinya tengah memikirkan mengenai ayah dari anaknya.
'Kenapa juga aku memikirkannya?! Dia sudah bahagia dengan istrinya! Menanti kehadiran buah hatinya' teriaknya dalam hati.
"Mimi"
Sebuah tangan kecil muncul dan mengusap pipinya. Naik ke pahanya untuk menjangkau wajah putih Seokjin.
"Bahkan Jimin saja tahu jika kau pasti sedang memikirkan sesuatu" sahut Byul Yi lagi.
Seokjinpun meraih tangan kecil itu, mengecup punggung tangan gembil itu singkat.
"Mamih tidak apa-apa, Jimin" ujarnya pada sang buah hati.
"Apa terjadi sesuatu saat kami pergi tadi?"
Seokjin menggeleng, "Tidak ada apa-apa. Aku hanya tidur dan tidur saja" dustanya.
"Kau yakin?"
Kini ia mengangguk sebagai jawaban.
"Bagaimana jalan-jalannya hari ini?"
Seokjin mendudukkan si kecil ke pangkuannya. Menghadapkan si bayi ke arahnya.
"Seperti foto yang aku kirimkan padamu, Jimin senang sekali"
Si bayi yang tengah dibicarakan itu kini melingkarkan tangan pendeknya di sekitar perut berisi sang Ibu. Memeluk dan menyandarkan kepalanya di perut itu. Memang Jimin sudah diberitahu mengenai adiknya ini berulang kali. Meski awalnya tak paham, semakin besar adiknya, sepertinya bayi pintar ini tahu juga.
"Oh ya, aku tadi bertemu Jackson"
Jackson. Seokjin kenal benar dengan nama pria berkewarganegaraan asing itu.
'Jackson rupanya yang membantunya' ujarnya dalam hati.
"Dan seperti biasanya, ia menyebalkan" lanjut Byul Yi yang mau tak mau membuat Seokjin terkekeh. Ia juga membayangkan bagaimana raut wajah konyol dari orang itu, apalagi jika bertemu dengan Byul Yi.
"Oh ya, Hoseok kemana?" tanya Seokjin sambil mengelus puncak kepala si bayi yang perlahan mulai melemah. Sepertinya bayinya sudah mengantuk.
"Ada urusan mendadak katanya"
Seokjin hanya mengangguk saja, kemudian mulai membenarkan letak Jimin yang sudah setengah terpejam sambil memeluk perutnya.
"Aku bawa Jimin ke dalam dulu ya. Sepertinya ia kelelahan"
Setelahnya, iapun berdiri dan beranjak menuju kamarnya. Meletakkan si bayi ke kasur luasnya dengan memberinya beberapa bantal sebagai pelindung.
Iapun memberikan guling kecil untuk dipeluk Jimin, tapi bayi itu menolaknya.
"Cimmm" racaunya dengan mata setengah terbuka.
"Chimmynya sudah tidak ada, guling saja ya"
Memang semenjak ada boneka kuning itu, Jimin selalu memeluknya ketika tidur. Dan selalu dicari ketika tidak ada.
"Ciiimmmm!"
Jimin mulai berguling-guling tak jelas sambil merengek memanggil-manggil nama boneka kesayangannya.
"Jimin peluk Mamih saja ya"
"Cim!!"
Astaga. Susah sekali membujuk bayi yang sok dewasa ini. Untuk tidur saja harus bertengkar dulu dengannya.