"Pipi! Pipi!"
Seokjin tersenyum kecil seraya memasangkan sepatu pada bayinya.
"Kemarin sudah ke Papih kan? Jimin masih rindu Papih?"
"PIPI!"
Setelah kunjungan yang cukup tak mengenakkan kemarin, cukup lama karena menunggu Jimin tidur, hari ini bayi itu sudah nampak antusias lagi berkunjung. Padahal Seokjin tak mengatakan apapun pada si bayi.
Ia membiarkan Jimin berlari saat sudah selesai memasangkan sepatu ke kaki kecilnya. Pasti anak itu ingin makan ke dapur. Karena pagi ini dia belum sarapan.
"Namjoon" gumamnya pelan.
Dari kabar yang ia dengar dari Jackson, hingga saat ini Namjoon sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda akan membuka matanya. Tentu saja Seokjin khawatir dan bahkan tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan pria itu.
Ia mengeluarkan kalung yang berada di dalam bajunya. Ada dua cincin disana.
Seokjin sangat ingat saat dirinya menerima cincin ini. Yang katanya akan diberikan untuk baby kelincinya.
"Kenapa memberikannya sekarang? Dan tidak memberikannya sendiri nanti setelah dia lahir? Atau setelah ini kau akan pergi?"
Pertanyaan itu kembali terngiang di telinganya. Ia menyesal kenapa pernah menanyakan hal demikian, seperti tengah menyumpahinya kalau begini.
"Jangan pergi" gumamnya lagi.
Hormon sensitifnya langsung bekerja, menghasilkan lelehan air mata yang jatuh saat itu juga.
"Hiks"
"Mimi"
Jimin kembali dengan menggenggam sepotong roti di tangan kecilnya.
"Jangan menangis di depan Jimin, Seokjin" dan dibelakangnya ada Byul Yi yang sudah melipat kedua tangan di depan dada.
Jimin yang tak tahu apapun itu mulai mengerucutkan bibirnya. Melengkungkan bibir kecil itu ke bawah dengan raug wajah ingin menangis juga.
"Dan menangis tak akan merubah apapun"
Byul Yi memang benar, tapi Seokjin sendiri juga tak bisa menghentikan air mata yang turun seenaknya ini. Pula tak bisa menahannya agar tak keluar begitu saja.
"Byul Yi, Namjoon-"
"Dia tidak akan kemana-mana. Aku tak akan membiarkannya lari dari tanggung jawab begitu saja"
"Byul Yi~"
"Sudah, sekarang hapus air matamu. Sebelum Jimin juga akan ikut menangis bersamamu"
Seokjinpun mengangguk, dan dengan cepat mengusap lelehan air mata dengan lengan baju panjangnya. Seperti anak kecil.
-*123*-
"Kenapa kau kesini lagi, Sialan?!"
Sambutan yang jauh dari kata hangat itu langsung Seokjin terima saat ia membuka pintu ruangan yang sama seperti kemarin. Tentu saja tanpa mengetuk pula.
"Pipi!"
"Mengantar anak saya, Nyonya"
Dengan alasan yang sama, Seokjinpun berani mendekat dan akhirnya bisa kembali melihat wajah tampan yang begitu pucat itu.
"Sekarang kau berani sekali padaku hanya karena sudah memberikan anak untuk Namjoon"
"Anak-anak yang memberi saya keberanian dan kekuatan, Nyonya"
"Omong kosong, kau pasti memanfaatkan anak itu untuk kembali pada Namjoon kan? Sampai kapanpun aku tidak akan menyetujuinya!"
Seokjin sudah kebal rasanya mendapat cacian yang sama. Hingga ia sudah terbiasa jika kena hinaan oleh orang yang sama.