Gerimis dan tangis

22 2 3
                                    

Pagi menyambut hari baru, senja telah berganti dengan sang fajar, genangan sisa hujan masih tersisa. Gerimis di pagi hari tak menyurutkan semangat Zathifa dan teman-temannya untuk menimba ilmu.

Banyak siswa hilir mudik di koridor sekolah. Ada yang memakai payung untuk menghindari gerimis dan ada juga yang hanya memakai hoodie.

Di dalam kelas sepuluh Administrasi Perkantoran hanya ada beberapa siswa yang sudah berada di dalamnya,termasuk Zathifa dan Andra.

Di sudut kiri kelas bagian belakang,Zathifa sudah duduk di sana bertemankan peralatan tulisnya. Setiap pergerakan Zathifa tak pernah luput dari pengawasan Andra yang duduk di bangkunya.

Bagi Andra, Zathifa selalu berbeda dari yang lainnya. Gadis itu membawa daya tarik tersendiri bagi Andra.

Saat kaki Andra tergerak untuk mendekati Zathifa, tiba-tiba seseorang datang menghadangnya.

"Mau ke mana Ndra?" tanya orang itu sambil mengambil tempat di samping Andra.

"Nyamperin calon bini" gurau Andra sambil terus memperhatikan Zathifa

Orang itu mengikuti arah pandang mata Andra sampai ia menemukan objek yang menjadi titik fokus Andra

"Lo kalo halu jangan pagi-pagi kek gini"

"Terus kapan?" tanya Andra polos

"Kapan-kapan." jawab orang itu singkat.

"Mending gue halu,daripada lo. Makin hari muka makin lecek semenjak putus dari si Zya" kekeh Andra

"Bangsat lo,Ndra" ketus Gilang.

Mendadak suasana menjadi hening, Andra dan Gilang saling pandang didetik berikutnya mereka sama-sama tertawa. Entah apa yang ditertawakan.

"Woi! berisik bae lo pada." seru Kavindo yang baru datang.

"Bacot lo bau rumput di fermentasi,Kav" ujar Amar santai di belakang Kavindo, membuat Kavindo memberengut kesal.

Dan ke-empat manusia itu kembali tertawa.
Suara notifikasi pesan di ponsel Gilang membuat tawa mereka reda dalam sesaat.

"Siapa Lang?" kepo si Kavindo

"Grup Osis. Gue izin dulu, nanti fotoin kalo ada tugas." jawab Gilang sambil berdiri.

"Zathifa osis juga kan,Lang?" tanya Andra

"Iya Ndra. Kenapa?"

"Ajak sekalian lah. Kasian kalo dia sendirian ke ruangan osis."

"Lo mah kayak nggak paham sama Zathifa,Ndra. Dia mana mau bareng sama yang bukan mahramnya" celetuk Kavindo

"Ya i--"

"Zathifa, osis di suruh kumpul. Mau bareng gue nggak?" Gilang menyela ucapan Andra.

Merasa namanya di sebut Zathifa menoleh ke arah si pemanggil. Dengan gerakan perlahan Zathifa menggeleng.

"Mas Laksa duluan aja." tolaknya halus.

Gilang mengangguk, kemudian ia melangkah keluar kelas, di ambang pintu kelas Gilang bertemu Thalita, keduanya terlibat obrolan singkat.

Interaksi kedua manusia itu tak luput dari atensi netra milik Zathifa. Senyuman milik Gilang selalu menjadi penyemangat tersendiri bagi Zathifa.

Samar-samar terdengar suara Kavindo yang setengah berbisik pada teman-temannya.

"Gue ngerasa Zathifa ada rasa ke Gilang"

Setidaknya itu yang Zathifa dengar.

*****

"Udah jangan nangis. Itu masalah orang tua,Zy . Kamu cuma perlu fokus sama pendidikan." ujar Amar menenangkan Arbizya yang sedari tadi merengek mengajaknya bertemu.

Dan di sinilah mereka, di kantin sekolah. Mereka lagi-lagi membolos jam pelajaran. Ini sudah biasa mereka lakukan, terlebih Arbizya yang notabenenya Broken Home.

Bolos jam pelajaran adalah salah satu bentuk pelampiasannya. Beruntung Amar mau menemaninya,meski kerap kali mereka harus berdebat kecil terlebih dulu karena Amar yang tak setuju jika Arbizya memilih opsi membolos.Tetapi pada akhirnya tetap Amar yang harus mengalah mengikuti kemauan Arbizya.

"Mana mungkin aku nggak kepikiran sama mereka. Mereka orang tuaku." ucap Arbizya di sela tangis nya

Amar menghela nafasnya, ini yang sebagian orang tidak tahu tentang Arbizya. Gadis rapuh yang mencoba terlihat tegar.

Orang lain hanya tahu Arbizya si gadis cantik,pintar, dan ceria juga sifatnya yang terkadang seperti gadis manja.

Mereka tidak pernah tahu kedalaman luka milik Arbizya, hanya Amar yang memahami Arbizya sedalam ini. Bahkan ketika Gilang menjadi kekasihnya pun, ia tak tahu betapa rapuhnya Arbizya.

"Berdo'a,Zy. Allah selalu ada buat hamba-Nya" ujar Amar memberi saran. Seblangsak-blangsaknya Amar, ia tak pernah lupa pada nasehat Mamanya,salah satunya adalah dengan selalu mengingat dan berserah kepada Allah.

Tak ada jawaban dari Arbizya,suara tangisnya yang kian terdengar di telinga Amar, membuat rasa ngilu tersendiri untuk hati Amar.

Di usapnya pelan puncak kepala Arbizya,Amar berusaha memberikan kasih sayangnya untuk gadis rapuh dipelukannya itu.

Disaat yang bersamaan, Gilang dan Surya tengah memeriksa siapa saja yang membolos jam pelajaran diarea kantin.

Surya yang menyadari lebih dulu daripada Gilang pun menepuk pelan pundak sahabatnya itu.

Merasa di beri kode, Gilang menoleh mengisyaratkan bertanya 'ada apa?' tanpa suara.

"Itu" Surya menunjuk ke arah si objek membuat Gilang mengikuti arah jari telunjuk Surya.

Terselip sesak dalam rongga hati Gilang melihat pemandangan yang tersaji di depannya.

"Zya kok nangis di pelukan Amar?" lanjut Surya

"Baru kali ini gue lihat dia nangis,Sur. Gue kira dia nggak bisa nangis" kekeh Gilang lirih berusaha mengenyahkan sesaknya

"Mulut lo mah sadis Lang kalo ngomong." kekeh Surya

"Samperin nggak nih?" tanya Gilang mengalihkan pembicaraan

"Jangan tanya kalo lo tau jawabannya,Lang" jawab Surya sambil mengedipkan mata kirinya.

Tanpa ba-bi-bu, Surya dan Gilang melangkah mendekati sasaran razia osis kali ini.
Saat sudah dekat jarak antara mereka berempat,ucapan Arbizya membuat Gilang menegang mendadak.

"Makasih. Aku sayang kamu" ucap Arbizya,membuat sesak yang Gilang rasakan kian mendera.

Surya yang mengerti dengan situasi menepuk pundak kanan Gilang.

"Santai,bukan jodoh lo,Lang" ucap Surya lirih memberi dukungan.

"Kalian ngapain berduaan di kantin? Ini masih jam pelajaran" tanya Gilang pada Arbizya dan Amar, dengan nada bicara yang dingin mengabaikan ucapan Surya, meski ia dapat mendengarnya dengan jelas.

"Ck! Santai lah,Lang. Lo kayak nggak paham sama sahabat sendiri" Ucap Amar berusaha terlihat baik-baik saja.

MenyentuhmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang