"Namun selayaknya matahari terbit, caramu memandang cahaya mungkin akan berbeda di setiap detik yang bergulir."
Setelah membetulkan letak hoodie, Mentari kembali berusaha memanjat. Langkahnya merayap di sepanjang gerbang, berharap ada celah di antara kawat berduri.
"Woi, Maling!!"
Suara bariton itu membuatnya terkejut. Detik berikutnya, ia memekik ketika jatuh dengan bokong menghantam tanah.
Gadis itu mengelus bokongnya sendiri (yang untung saja tidak cedera parah), lalu menoleh pada pemilik suara bariton.
Sosok pria yang tadi berdiri di balkon kini menjulang tidak jauh dari tempatnya terjatuh. "Nih orang teleportasi apa gimana?" batin Mentari.
"Kamu perempuan?"
"Om tadi manggil saya maling?!"
Mereka bicara tepat bersamaan, dan Mentari melongo mendengar ucapan pria itu.
Memang benar rambutnya digelung hingga ke tengkuk, ditambah lagi hoodie yang menutupi kepala. Tapi penampilannya tidak sejantan itu kan?
Gadis itu bangkit, bersiap untuk mengamuk. Namun terinterupsi ketika sebuah sepeda motor mendekat lalu berhenti di dekat posisi mereka.
"Pak Reyhan, ini malingnya?" tanya salah seorang yang baru turun dari sepeda motor.
Gadis yang ditunjuk-tunjuk itu seketika melotot. "Saya bukan maling! Saya ini cucunya Kakek Darma, nama saya Mentari!"
Reyhan mengangkat alis, tampak terkejut. "Kamu ini Mentari anaknya Irma?"
Mentari mengabaikan pertanyaan itu, masih kesal akibat tuduhan dan fakta bahwa om-om ini dengan tega memanggil perangkat kompleks untuk 'meringkusnya'.
"Saya udah pencet bel, terus gedor-gedor sejak tadi, tapi nggak ada yang buka pintu." Ucapannya terhenti, kemudian dilanjutkan dengan agak ragu. "Kakek saya ... masih tinggal di sini kan?" tanyanya pada dua orang yang baru datang.
Mentari berani bertaruh bahwa mereka adalah bagian keamanan atau bisa jadi salah satunya RT di sini. "Masih, cuma setahu saya pendengaran Pak Darma memang agak terganggu, Mbak," ucap salah satu pria tersebut.
"Om Darma hanya memakai alat bantu pendengaran kalau waktu bangun. Jam tidur gini sudah pasti dilepas," jelas Reyhan, seketika membuat Mentari menghela napas lemas.
"Maaf, bisa lihat KTP nya?" tanya pria yang lain dengan lebih tegas. Seketika Mentari memutuskan, pasti ini Pak RT nya. Ia merogoh saku, lalu mengeluarkan dompet dan menyodorkan KTP.
Ketiga pria di hadapannya seketika menunduk, bersama-sama memelototi benda tersebut. Setelah memastikan bahwa pernyataannya benar, barulah KTP tersebut dikembalikan.
"Maaf ya, kami hanya memastikan," ucap Pak RT, kali ini lebih lembut. Mentari mengangguk saja walau masih kesal. "Saran saya, Nak Mentari menginap dulu saja di balai RW. Besok pagi baru kembali kemari."
Namun pria satunya seketika angkat bicara. "Maaf, Pak. Balai RW kan tadi pagi baru dihancurkan untuk renovasi."
"Oh, iya. Saya lupa." Pak RT menepuk keningnya sendiri. Pria itu pun berpaling pada Reyhan. "Begini saja, Nak Mentari menginap di tempat Pak Reyhan dulu boleh? Besok pagi, tolong Bapak antarkan pada Pak Darma."
"Tentu, tidak masalah."
"Tunggu, kenapa kalian nggak minta pendapat saya dulu sih? Saya nggak mau menginap di rumah om-om ini. Saya ini perempuan lho!"
Kedua pria di hadapannya mengulum senyum. Bukannya apa, bagi mereka penampilan gadis lusuh dengan celana jeans kedodoran dan jaket hoodie kebesaran ini sama sekali tidak akan terlihat menggoda bagi 'om-om'.
"Atau Nak Mentari mau menginap di rumah bapak saja? Tapi rumah saya di kompleks sebelah. Kalau Pak Gito, rumahnya di ujung kompleks. Pas pintu masuk."
Sekilas info, kompleks yang dimaksud di sini adalah jenis kompleks perumahan yang besar. Jadi di kompleks sebelah, jelas jaraknya lumayan jauh. Bahkan ke rumah di ujung kompleks saja, itu juga masih lumayan.
Sedangkan mereka hanya bawa satu sepeda motor.
"Nggak usah deh," gumam Mentari dengan pasrah.
Kedua pria di hadapannya mengangguk, lalu mengucapkan salam pada Reyhan dan Mentari sebelum akhirnya berlalu.
Mentari menatap lampu sepeda motor yang kian menjauh. Ketika akhirnya menoleh, ia baru sadar bahwa om-om yang bernama Reyhan tadi sudah berjalan kembali ke arah rumahnya sendiri.
"Kamu mau melamun di sana sampai pagi?" teguran itu membuat Mentari menyipitkan mata.
"Nggak usah nawarin bantuan kalau nggak ikhlas," tukas Mentari.
Reyhan mendengus. "Saya berhubungan cukup dekat dengan Om Darma maupun Irma. Rasanya sulit dipercaya kalau Mentari kecil yang dulu sering saya gendong-gendong, sekarang berubah jadi bocah tomboy yang dandanannya mirip preman."
Mentari tersenyum sinis. "Nggak usah sok bayangin gendong saya. Nanti kalau Om 'pengen', saya nggak tanggung jawab."
Komentar 'nakal' gadis itu membuat Reyhan menatap tajam. Kalau ia tidak salah hitung, usianya sendiri sudah 25 tahun ketika Mentari Lahir. Itu artinya sekarang usia Mentari masih sekitar ... 19 tahun?
"Sepertinya pertumbuhan anak jaman sekarang memang jauh lebih cepat daripada jaman dulu," batin Reyhan berasumsi.
"Anak kecil kayak kamu bukan selera saya. Lagipula, menurut kamu Pak RT akan semudah itu kasih saran supaya kamu menginap di tempat saya kalau saya punya jiwa paedofil?"
Mentari mengangkat bahu dengan cuek. "Siapa tahu?"
"Kalau gitu buktikan saja sendiri. Kalau kamu bisa menemukan sesuatu untuk mendiskreditkan saya di depan orang-orang, silahkan," ucap Reyhan seraya membuka gerbang rumahnya sendiri. "Atau kamu takut?"
Pria itu menantangnya, Mentari tahu itu. Ia melirik sekilas pada rumah kakeknya yang masih tertutup, lalu kembali menatap gerbang pintu rumah sebelah yang kini terbuka.
Seharusnya ia bisa saja mengabaikan tantangan itu.
Kalau menuruti karakternya sendiri, ia akan memilih berdiam diri sampai pagi di depan rumah kakeknya. Toh tidak akan terlalu mengerikan dibanding pengalaman buruknya.
Tapi Mentari tahu, kakeknya akan sedih dan kecewa kalau menemukan Mentari menggelandang di depan rumah.
"I have nothing to lose." Dengan satu keputusan itu, Mentari melangkahkan kaki ke arah rumah sebelah.
***************************************************************************************
La la la la la
"Kok update jam segini? Nggak kayak biasanya?"
"Kok cuma tiap Kamis?"
Lebih tepatnya, saya nulis dan update sesuka hati. Jadi bisa seminggu sekali. Seminggu dua kali. Atau bahkan sebulan sekali XD XD XD
Salam Damai,
Dedek Yuu (yang nggak mau didemo untuk update Wkwkwk)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunrise (Oneshot - Sudah Terbit)
Romance"Kita adalah ilusi yang akan menghilang seiring matahari terbit." (Sudah diterbitkan secara Self Publish dan ebook di google play)