Bab 16

2.7K 475 45
                                    


Maaf ya, saya telat update. Badan lagi nggak fit.

Jangan lupa vote dan komen ya, thankyouuu :*

********************************************************************************

Sometimes i try to be nice. Really, i do.

But the darkness was so alluring, so tempting.

I can't helped but surrender.

Menakuti Mentari seperti tadi adalah adalah perbuatan brengsek, Reyhan sadar itu.

Tapi gadis itu perlu dijauhkan darinya, setidaknya untuk sementara. Emosi Reyhan terlalu kacau di balik topengnya yang berwajah tenang.

Well, tentu saja ia sudah tahu sebagian besar kisah tadi. Penyelidikannya selama ini bukan tanpa hasil. Membaca laporan tertulis dari berbagai sumber sudah cukup membuat Reyhan meradang.

Namun ketika mendengar kisah itu langsung dari bibir Mentari ... Reyhan butuh segenap kendali diri agar tidak pergi membalaskan dendam pada setiap orang yang pernah menyakiti Mentari.

Kini setelah bisa mengendalikan emosi, pria itu pun beranjak masuk ke dalam rumah. Langkahnya berhenti tepat di depan kamar tamu, tangan terulur dan mengetuk pelan. "Mentari, buka pintunya."

Tidak ada jawaban atau respon apapun, tentu saja.

Reyhan menghela napas, lalu menempelkan dahi pada daun pintu. "Maaf karena saya tadi menakuti kamu. Tapi saya rasa kamu lebih suka kejujuran kan daripada saya terus berpura-pura tidak tahu apapun?"

Kali ini akhirnya ada respon dari dalam kamar. "Saya lebih suka nggak ada hubungan sama sekali dengan orang-orang seperti kalian!" sahut Mentari dengan ketus.

Reyhan terkekeh kecil. "A little too late. Kita bertetangga dan kebetulan kakek kamu sangat memercayai saya."

"Kakek nggak tahu belangnya Om."

"Benar," aku Reyhan dengan gamblang. "And i like to keep things that way. Ketidaktahuan adalah anugerah. Percayalah."

Mentari percaya itu. Ia pun berharap tidak tahu apa-apa tentang adanya dunia kriminal dan mafia, tapi toh ia dipaksa terlibat hingga membunuh salah satunya.

"Apa mau Om sekarang?"

Hening sejenak. Mentari menatap penasaran. Lalu beranjak menuju pintu, menguping untuk memastikan apakah pria itu masih ada di sana.

"Saya mau kamu aman dan bahagia," sahut Reyhan akhirnya.

Bodohnya, jantung Mentari kembali berdegup kencang karena pengakuan sederhana itu. Ia tertegun dengan posisi masih menguping dari balik pintu.

"Tidurlah, saya akan pastikan kamu aman," ujar Reyhan. Lalu melanjutkan dengan suara lebih pelan, nyaris seperti bergumam pada diri sendiri. "Tentang kebahagiaan kamu ... saya akan pikirkan caranya."

Suara langkah pria itu terdengar menjauh, sementara Mentari belingsatan sendiri menenangkan detak jantungnya.

"Dasar om-om playboy!"

***

Mentari terbangun dengan terkesiap tajam. Nafasnya berkejaran, dan ia menunduk memandang seluruh tubuhnya.

"Cuma mimpi," batin Mentari.

Namun mimpi itu terasa begitu nyata. Seakan ia memang masih berada dalam cengkeraman iblis bernama Dennis.

Mengikuti insting, akhirnya Mentari bangkit dan berjalan keluar kamar. Ia melangkah ke arah satu-satunya orang yang entah kenapa selalu memberinya ketenangan.

Sunrise (Oneshot - Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang