Bab 6

2.8K 443 17
                                    

"My past was full of sh*t."


"Kek, ini mau ditaruh mana?"

"Hmm ... di sudut sana aja kayaknya."

Mentari mengangkat pot bunga mawar yang baru saja ditanamnya, lalu meletakkan di sudut kebun yang ditunjuk Darma.

Halaman rumah Darma memang tidak terlalu besar, dan selama ini hanya dipenuhi semak-semak tanpa bunga.

Mentari, akibat rasa iri pada halaman belakang punya tetangga, akhirnya membuat revolusi dengan memohon pada Darma agar diijinkan menanam bunga di kebun mereka sendiri.

Darma sendiri memberi cucunya uang saku setiap hari, sementara Mentari tidak banyak jajan kecuali untuk bakso Bang Toyib yang kini digandrunginya. Itu pun hanya dua hari sekali.

Alhasil, tabungan selama seminggu cukup untuk ia belikan dua jenis bunga mawar. Dan Darma berbaik hati menambahi dana proyek cucunya hingga gadis itu bisa membeli bunga melati, kemuning serta perlengkapan berkebun lainnya.

Kini, di tengah siang bolong yang panas terik, Mentari sudah asyik mengangkat pot-pot bunga yang tadi berhasil ia dan kakeknya tanami.

Ia hanya mengijinkan kakeknya membantu menanam bunga ke dalam pot, namun urusan kerja yang berat Mentari melarang keras.

Darma akhirnya memilih duduk bersantai di ruang depan sambil menonton cucunya memindahkan pot serta memangkas beberapa semak agar bisa memberikan tempat bagi bunga-bunga yang baru.

"Non Mentari, ada telpon buat Non." Seruan Sari yang tergopoh seketika menghentikan kegiatan Mentari.

***

Reyhan terbangun ketika merasakan sesuatu menyentuh wajahnya. Rupanya helai-helai rambut yang menjuntai. Kalau saja pria itu penakut, mungkin sudah teriak karena mengira ada kuntilanak yang menganggu tidur ayamnya.

Mentari menyapukan jemari ke lekukan hidung, lalu turun ke bibir Reyhan. Sentuhannya ringan, namun jemari gadis itu terasa dingin, membuat Reyhan mengerutkan kening.

"Ngapain kamu?"

Tidak biasanya Mentari bertingkah seperti ini.

Selama hampir seminggu terakhir, ia sudah membiasakan diri dengan bocah penyusup yang nyaris setiap malam datang ke taman belakang rumahnya.

Mereka sudah terbiasa dengan pola saling mendiamkan walau dalam satu lokasi. Bahkan, ada kalanya Reyhan tahu Mentari datang, namun ia memilih berdiam diri di kamar.

Jadi rasanya aneh ketika malam ini Mentari mendadak mendekat. Terutama saat gadis itu tiba-tiba menaiki pangkuan Reyhan.

"Om kalau dilihat-lihat ganteng juga," ujar gadis itu. Bahkan suaranya pun sedingin es.

Reyhan masih tetap diam, menunggu apa yang diinginkan gadis itu selanjutnya.

Mentari menunduk di ceruk leher Reyhan. "Om masih normal kan? Kok saya nggak pernah lihat Om sama perempuan?" bisiknya.

Reyhan masih saja diam.

"Saya lagi bosan. Om nggak pengen coba main-main sama saya?"

Reyhan pun tetap diam.

"Ayolah, tenang aja, saya nggak akan bilang siapa-siapa."

Kali ini, secepat kilat posisi mereka berbalik. Reyhan seketika menindih Mentari.

Gantian Mentari yang terdiam ketika Reyhan menyapukan sentuhan seringan kapas, sementara tangannya yang lain memeluntir kedua tangan Mentari hingga tertindih tubuh gadis itu sendiri.

Sunrise (Oneshot - Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang