Bab 4

3K 445 27
                                    

"Ketika matahari tenggelam, cahayanya memberikan ketenangan.

Tanda bahwa satu hari telah berhasil dilewati."

13 tahun yang lalu

"Kakek, rumah sebelah itu beneran nggak ada hantunya kan?"

"Nggak ada. Cuma karena kosong, bukan berarti ada hantunya."

"Orangnya kemana, Kek?"

"Pindah ke rumah baru." Sebuah teguran membuat Darma dan Mentari menoleh.

"Tuan, dicari Pak RT. Katanya ada rapat perangkat kampung." Bi Nur, pelayan rumah Darma memberi tahu.

"Oh, ya. Saya lupa hari ini ada rapat," gumam Darma sambil berdecak pelan. "Lalu, Bi Nur jadi pulang sekarang?"

"Iya, Tuan. Suami saya barusan telpon. Anak saya badannya makin panas, ini saya mau nyusul ke rumah sakit."

"Ya, sudah. Hati-hati ya, Bi." Darma berbalik menoleh pada cucunya.

"Riri, maen sendiri dulu ya. Kakek ada rapat kampung. Riri berani kan?"

"Berani dong! Riri kan sudah besar." Gadis kecil itu sesumbar dengan dada membusung, kendati usianya bahkan baru menginjak 6 tahun beberapa hari lalu. Darma terkekeh sambil mengacak rambut cucunya dengan gemas.

Sepeninggal mereka, Mentari kecil kembali ke kamar. Ia meneruskan gambar yang sedari tadi dibuatnya. Sebuah lukisan berisi kakek, papa, mama dan dirinya sendiri.

Sudah 2 tahun berlalu sejak mamanya meninggal. Kini, ia pun sudah memiliki mama yang baru.

Namun semuanya tidak lagi sama.

Flashback

"Ingat, kamu jangan pernah bilang aneh-aneh sama kakek kamu! Atau papa akan larang supaya kamu selamanya nggak bisa lagi ketemu kakek."

"Tapi Riri nggak bohong, Pa. Mama Dinda jahat. Riri dipukulin tadi. Hiks ...."

"Halah! Kamu cuma cari perhatian! Jangan manja, Mama Dinda cuma mukul sedikit. Itu juga karena kamu nakal."

"Riri nggak nakal, Pa."

Sayangnya, sang papa mengabaikan pembelaan gadis cilik itu dan justru mengunci Mentari di dalam kamar sebagai hukuman.

"Riri, nggak bohong ... hiks ... hiks ...."

Flashback end

Tanpa sadar, sebutir airmata lolos dari pelupuk Mentari. Ia cepat-cepat menyekanya. Pandangannya kembali fokus pada gambar yang belum selesai.

Tangannya diarahkan ke gambar sang papa, lalu mulai mencoret-coret bulatan wajah yang tadi sudah ia bubuhi wajah cemberut.

Kunjungan ke rumah kakeknya rutin dilakukan setiap kali Mentari dan kakeknya berulang tahun, kebetulan ulang tahun mereka memang hanya selisih 2 hari. Biasanya ia akan menginap selama 3 sampai 4 hari, maksimal seminggu.

Tempat dimana ia hanya bisa singgah selama beberapa hari ini lah yang justru terasa lebih mirip rumah, dibanding rumah ayah kandungnya sendiri yang justru terasa menakutkan.

Lukisan berisi empat orang itu kini tidak lagi tampak sempurna. Salah satu orang di dalamnya sudah dipenuhi coretan.

Mentari akhirnya meletakkan alat gambar, lalu berguling-guling di karpet. Kebosanan mulai melanda. Ia meletakkan lukisannya begitu saja, kemudian melangkah ke jendela kamar yang terdapat balkon.

Sunrise (Oneshot - Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang