Selamat Membaca!
. . .Setelah bertukar cerita dan mengobrol bersama, Aurel memutuskan untuk kembali pulang kerumah karna hari sudah menjelang sore. Dan Ferel pasti sebentar lagi akan pulang.
Aurel memasuki rumah Ferel dan berjalan kearah kamarnya untuk sekedar membersihkan diri dan berganti pakaian sebelum membantu mbok Nani memasak didapur. Tapi langkahnya sedikit memelan kala matanya lagi-lagi melihat dua insan yang sedang asik bercumbu mesra diruang tengah itu. Ia menelan ludahnya sendiri melihat betapa panasnya adegan didepan matanya itu. Ia jadi jijik terhadap bibirnya yang telah ternodai ini. Bagaimana bisa Ferel mencium bibir dirinya dan bibir Bianca juga? Apakah Ferel merasa tak rugi menyatukan mulutnya dimulut orang yang berbeda? Aurel bergidik ngeri membayangkannya. Ia sendiri saja sudah merasa seperti pelacur mengingat bibirnya juga pernah dirasakan oleh Ferel.
"Ekhem.."
Aurel tersadar dari lamunannya ketika mendengar dehaman Ferel. Ia menatap Ferel yang berjalan kearahnya dengan tatapan tajam.
"Kenapa berdiri disitu?" tanya Ferel dingin.
"Hah?" bingung Aurel yang menyadari ia ternyata berhenti ditengah jalan.
Ferel hanya diam memperhatikan wajah terkejut Aurel yang baru saja menyadari kebodohannya.
"Dari mana?"
Aurel kembali lagi melongo mendengar pertanyaan datar dan dingin dari Ferel. Apakah Ferel serius bertanya padanya? Mungkinkan Ferel sempat mencarinya?
"Emm.. dari cafe deket sini." jawab Aurel cepat.
"Dengan?"
Aurel mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan singkat Ferel yang sangat membingungkan. Untuk apa Ferel bertanya seperti itu? Pikir Aurel.
"Dengan.."
"Sayang.. kamu ngapain sih? Aku sampe ditinggal sendiri." kesal Bianca yang datang menghentikan ucapan Aurel dengan kemanjaannya.
Ferel tersenyum hangat menatap Bianca. Senyum yang belum pernah Aurel lihat selama mereka menikah.
"Kamu udah makan?" tanya Ferel pada Bianca yang dijawab dengan gelengan.
"Kita makan dulu. Kamu mau makan dirumah atau diluar?" ujar Ferel lagi.
"Aku males keluar, disini aja." jelas Bianca seraya bergelayut manja dilengan kekar Ferel.
"Yaudah, tunggu aku selesai mandi dulu. Kamu tunggu dikamar." ujar Ferel mengacak gemas puncak rambut Bianca dan menciumnya singkat.
"Oke sayang.."
Dan setelah itu mereka berdua pergi menaiki tangga meninggalkan Aurel yang masih diam mematung. Seakan pembicaraan itu tidak dilihat oleh Aurel. Hatinya sakit melihat semua itu, jantungnya berpacu lebih cepat. Ingin rasanya Aurel berteriak dan menangis sekencang-kencangnya. Aurel menghapus satu tetes air matanya yang tiba-tiba lolos begitu saja. Ia harus segera pergi kekamarnya sebelum semua air matanya tumpah disini dan terlihat orang.
ooOoo
Aurel memutuskan untuk tidak keluar kamar setelahnya. Ia tidak mau orang bertanya-tanya kenapa matanya bisa membengkak dan merah seperti ini. Walaupun Aurel sudah berhenti menangis tapi jika orang melihat matanya pasti masih biasa tertebak.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is Devil √ [SUDAH TERBIT]
RomancePerjodohan yang membawa seorang Aurel kedalam masalah yang tidak diinginkanya ini membuatnya harus rela bersabar demi perjanjian yang sudah ditanda tanganinya.