PART 27.

355K 13K 518
                                    

Selamat Membaca!
. . .

Aurel menitihkan air matanya yang langsung diusap oleh tangannya sendiri. Ia menatap foto pernikahannya yang ada didalam laptop dipangkuannya. Bagi Aurel 6 bulan adalah waktu yang singkat, pernikahan ini bagaikan sebuah lelucon. Aurel sendiri bingung bagaimana cara menjelaskan semuanya kepada kedua orang tuanya jika mereka tau ia akan bercerai. Apakah senyum ayah dan bundanya yang Aurel liat diwaktu pernikahannya akan menghilang? Sudah pasti. Jelas Aurel belum bisa membahagiakan Rere dan Tio.

Tinggal sebentar lagi semuanya akan berakhir. Ia tersenyum pahit mengenang hari-harinya yang sudah dilalui bersama Ferel. Jujur ini adalah hal yang paling menyakitkan. Ia tidak sanggup merasakan kehilangan. Aurel cinta pada Ferel, tapi Ferel cinta pada Bianca. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Merebut cinta Ferel sudah tidak ada lagi waktu baginya. Apa Aurel harus menjauhi Ferel mulai dari sekarang? Mungkin itu ide yang tidak terlalu buruk, agar nantinya Aurel bisa terbiasa tanpa Ferel.

Dengan semangat Aurel mengangguk yakin seraya memaksakan diri untuk tersenyum. Ia menutup laptopnya dan mulai berdiri dari duduknya. Ntah mengapa sekarang tenggorokannya terasa kering, mungkin akibat menangis terlalu lama. Dan akhirnya Aurel memutuskan untuk pergi kedapur untuk membuat minuman yang bisa menyegarkan tenggorokannya.

"Sedang apa?" tanya Ferel membuat Aurel yang sedang meminum air dingin didepan kulkas itu menoleh kebelakang.

"Minum." jawab Aurel seadanya.

"Pekerjaan kamu udah selesai?" tanya Ferel lagi yang ntah sedang melakukan apa didapur ini.

"Udah," jawab Aurel datar.

Ferel mengerutkan dahinya melihat sikap Aurel yang tidak seperti biasanya.

"Kamu sakit?"

"Saya sehat, saya duluan." ujar Aurel yang langsung melesat pergi menuju kamarnya kembali meninggalkan Ferel yang menatapnya dengan keheranan.

Ferel mencoba tak peduli dengan sikap Aurel ketika ia sampai dikamarnya. Tapi otaknya selalu bertanya-tanya! Mengapa Aurel? Apakah ia melakukan kesalahan? Kenapa sikapnya berbeda? Dan banyak lagi.

Ketika sedang asik memikirkan Aurel, tiba-tiba ponselnya berdering yang langsung diangkat oleh Ferel ketika tau nama sipemanggil.

"Bagaimana? Apakah ada kabar baru?" tanya Ferel pada detektif Arif.

"Nona Bianca sudah kembali kekota ini tuan." ujar detektif Arif.

"Lalu dimana Bianca sekarang?"

"Kemarin saya mengikutinya menuju salah satu cafe yang ada dimall jakarta, tapi ada keanehan disini.."

"Apa? Tolong cepat katakan." tegas Ferel yang semakin penasaran ditambah detektif Arif hanya diam tak menyahuti.

"Nona Bianca bersama pria lain, dari yang saya liat dan saya analisis mereka seperti sepasang kekasih. Dan hal yang membuat saya terkejut, ternyata pria itu adalah-"

"Stop! Saya tidak ingin mendengarnya lagi, terima kasih." ucap Ferel yang langsung memotong ucapan detektif Arif dan memutuskan sambungannya.

Mungkin jika orang tau, ia adalah lelaki cemen yang tak mau menerima kenyataan. Tapi Ferel tidak peduli, ia sungguh tak ingin mendengarnya.

"ARGHHH!! jangan bilang kamu berkhianat Bianca!" gumam Ferel frustasi bercampur emosi.

Ferel berjalan kearah kamar mandi dan membasuh wajahnya diwastefel. Ia menatap dirinya sendiri dipantulan cermin itu. Seketika pikirannya membayangkan bagaimana mesranya orang yang ia cintai bersenda gurau dengan lelaki lain. Ferel menggeram kesal dan tanpa bisa dikontrol ia meninju kaca yang ada dihadapannya dengan keras.

PRANGGG!!

Suara kaca yang pecah, memecahkan kesunyian yang ada dikamar mandi itu. Nafas Ferel memburu kencang, ia menjambak rambutnya frustasi. Tangan kanannya pun sudah banyak mengeluarkan darah akibat kaca yang ditinjunya. Dan beberapa saat kemudian Ferel bisa mendengar teriakan kencang Aurel dari luar kamar yang meminta izin agar dirinya boleh masuk kedalam kamarnya. Jelas Ferel tak menghiraukan teriakan itu, namun tak lama kemudian ia bisa mendengar suara Aurel yang ada dibelakangnya. Ah, lebih tepatnya berdiri didepan pintu kamar mandi lalu menghampiri dirinya dengan panik.

"Pak Ferel gila? Ini kaca bukan mainan!" ketus Aurel yang melihat tangan Ferel bercucuran darah.

Ferel bisa melihat betapa paniknya Aurel sekarang dan risau melihat tangannya yang terluka.

"Aduh gimananih.." ucap Aurel seraya meniup-niup tangan Ferel mencoba menghilangkan rasa sakitnya. Sejujurnya Aurel meringis melihat betapa acak-acakan kaca yang berserakan dan darah Ferel yang bertambah banyak. Dan ia sampai bingung harus melakukan apa sekarang.

"Kotak P3K."

Aurel menjentikan tangannya kala mendengar ucapan Ferel. Ia dengan cepat berdiri dan keluar dari kamar mandi Ferel untuk mencari apa yang Ferel ucapkan tadi. Sedangkan Ferel dengan santai berjalan keluar kamar mandi dan duduk disofa yang ada dikamarnya menunggu Aurel sampai datang kembali.

"Siniin tangannya!" ucap Aurel yang langsung duduk disamping Ferel sedikit menyerong.

Ferel hanya menuruti ucapan Aurel. Ia memberikan tangan kanannya kepada Aurel yang sekarang mulai mengobati lukanya. Rasanya Ferel sangat menikmati pemandangan didepannya itu. Ia bisa dengan jelas memandang wajah cantik Aurel yang sedikit menunduk itu. Ferel tau Aurel masih cemas dan khawatir karena terlihat dari tatapan matanya.

Ferel sedikit melengkungkan bibirnya tanpa sadar saat melihat ekspresi Aurel yang risi dan takut untuk menyentuh lukanya. Ketika Aurel mendongak dan mata mereka bertemu, Ferel langsung mengalihkan pandangannya kedepan. Dalam hati Ferel menggeram kesal, kenapa ia seperti tertangkap basah sekarang? Batinnya berucap.

"Kalau sakit bilang pak, saya gatau kalau bapak cuma liatin saya aja." ucap Aurel seraya menutup luka Ferel yang terakhir.

"Udah selesai.. gasakitkan?" ujar Aurel memandang Ferel yang sedari tadi hanya diam.

"Terima kasih." ucap Ferel akhirnya

Aurel mengangguk mengiyakan, namun beberapa detik kemudian menggelengkan kepalanya. Membuat Ferel yang melihatnya bingung.

"Kenapa? Kamu ingin bayaran?"

"Bukan, saya gaminta juga pasti dikasih.." kata Aurel seraya menunjukkan cengirannya.

"Lalu?"

"Saya cuma mau tau kenapa bapak sampe ngelakuin hal kaya tadi. Bapak pikir kaca itu busa, kalau ditinju gakerasa?" tanya Aurel penasaran.

Namun Ferel hanya mengedikkan bahunya tanda tak tau mengapa.

"Oh saya tau.. pasti pak Ferel lagi frustasi yah? Kenapa? Bapak bisa cerita sama saya.."

Ferel hanya diam memandang Aurel tanpa ekspresi sama sekali. Ntahlah Ferel tengah memikirkan apa, tapi Aurel seketika mendadak gugup karena terus ditatap.

"Apa pak Ferel lagi ada masalah sama Bianca? Atau kalian lagi berantem terus pak Ferel marah dan akhirnya ninju kaca itu? Wah, itu parah sih." celoteh Aurel mencoba menghilangkan rasa gugupnya yang seketika melanda.

"Itu semua bukan urusan kamu." ketus Ferel.

Aurel memejamkan matanya, ia kemudian mencoba tersenyum kecil. Lagi-lagi Aurel sangat salah jika banyak bertanya kepada Ferel. Tanpa banyak bicara, Aurel lalu membereskan kotak P3knya dan berdiri dari duduknya.

"Yaudah kalau begitu sama-sama. Saya kekamar dulu.." pamit Aurel dan langsung meninggalkan Ferel dengan sedikit kesal.

Ferel hanya diam memikirkan apa yang telah diperbuatnya barusan. Ia berdecak kesal mengingat betapa bodohnya Ferel bisa sampai melukai dirinya sendiri. Ferel juga merasa bersalah kepada Aurel yang jelas-jelas sudah membantunya. Apa salah Aurel? Dia hanya bertanya dan Ferel dengan ketusnya ia menjawab itu bukan urusannya! Ah lagi-lagi Ferel bersikap bodoh. Dengan cepat Ferel turun kebawah untuk menjumpai Aurel yang pastinya sedang kesal kepada dirinya.

- - - - - -

Tbc.
Jangan lupa vote dan komen yah..

My Husband Is Devil √ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang