PART 4.

389K 13.7K 332
                                    

Selamat Membaca!
. . .

"Bagus, akhirnya yang ditunggu-tunggu datang."

Aurel menoleh kebelakang ketika mendengar suara berat dan dingin itu. Ia menemukan Ferel yang sedang duduk disofa kamar hotel semalam sambil memainkan ponselnya. Masih belum menyadari apa arti ucapan Ferel, Aurel lalu berjalan kearah nakas untuk mengambil ponselnya yang tertinggal sejak ia pergi tadi pagi.

"Jam berapa ini? Kamu lupa atau sengaja kita akan pulang siang ini?" ucap Ferel dingin.

Aurel seketika tegang mendengar tuntunan Ferel. Ia sampai lupa jika siang ini dirinya dan Ferel akan pulang. Segera Aurel melihat jam yang ada didinding kamar itu. 15:00. Ah Satria! Gara-gara dia Aurel sampai lupa. Jangan tanyakan kenapa ia baru pulang. Sudah pasti Satria membawanya kabur bersenang-senang. Satria bilang Aurel harus bahagia jika bersamanya, Aurel harus melupakan kesedihan jika bersamanya. Dan benar, Aurel sangat senang tadi menghabiskan waktu satu harian ini bersama Satria.

"Maaf saya lupa.." sesal Aurel.

Ferel berdiri dari duduknya. Ia berjalan santai kearah Aurel yang juga tengah menatapnya. Ia menatap geram pada Aurel, karena sudah lama membuatnya menunggu. Ferel tidak tau kemana Aurel pergi, tapi ia kesal karena Aurel pergi sangat lama sekali. Ia bosan duduk dikamar itu hampir 3 jam lamanya. Membuang waktunya.

"Aww.." ringis Aurel ketika dengan kejam Ferel tiba-tiba mencekal lengannya dengan kencang.

"Saya sudah menunggu kamu sejak tiga jam yang lalu, dan seenaknya kamu bilang maaf kerena lupa? Itu tidak setimpal dengan waktu berharga saya yang terbuang sia-sia akibat menunggu kamu." ucap Ferel dingin menatap benci pada Aurel yang meringis kesakitan akibat tangannya yang masih mencengkram kuat lengannya.

"Tapi saya benar-benar lupa.."

"Lain kali jangan sampai diulangi. Jika tidak, saya akan berbuat lebih kejam dari pada ini." ujar Ferel menghempaskan cengkramannya dengan kasar dan berjalan kearah pintu keluar.

"Komplek Gria Asri, nomer 167. Itu rumah saya." ucap Ferel sebelum akhirnya menutup pintu.

Aurel mengerti dengan ucapan Ferel barusan. Sebuah perintah agar dirinya mengunjungi rumah itu. Ia akan tinggal disana. Sekarang ia harus bersiap-siap dan pergi kerumah Ferel sebelum malam tiba.

ooOoo

Benarkah ini rumah yang diberitahu Ferel tadi? Aurel memandang rumah itu tidak percaya. Rumah bak istana didepannya itu lebih besar dari rumah mertuanya. Bukannya ia norak, rumah ia juga besar. Tapi tak semegah dan semewah ini. Ia berjalan kearah pagar hitam yang menjulang tinggi itu, mengeceknya lagi dan benar. Tidak ada yang salah. Aurel lalu menekan bel rumah itu, tak berselang lama ia mendengar suara pagar yang sedang dibuka.

"Maaf ada perlu apa nona?" tanya pria paruh baya yang mengenakan seragam satpam itu.

"Apa benar ini kediaman Ferel?" tanya Aurel membuat pria itu terkejut dan langsung membukakan pintu pagarnya lebar-lebar.

"Maaf non, saya tidak tau kalau non Aurel itu anda. Silahkan masuk.. ini benar kediamannya tuan Ferel." ucap pria itu sedikit membungkukan badannya.

"Bapak tau saya? Padahal saya baru nanya ini kediaman Ferel atau bukan loh.." heran Aurel.

Pria yang menjabat sebagai satpam itu hanya tersenyum menanggapi ucapan Aurel.

"Sekali lagi saya minta maaf non. Ayo masuk, didalam den Ferel sudah menunggu.." jelasnya yang diangguki oleh Aurel.

Aurel masuk kedalam halaman rumah Ferel. Sekarang ia bisa dengan jelas melihat isi luar rumah Ferel. Bagasinya yang luas berisi 4 macam mobil yang berbeda. Mungkin itu koleksi Ferel. Dan ia bergegas berjalan kearah pintu utama yang sudah terdapat dua sosok orang yang mengenakan baju pelayan berdiri menatapnya sambil tersenyum ramah.

"Selamat datang.." sapa dua pelayan wanita itu. Sepertinya salah satu diantara keduanya masih seperti anak gadis remaja dan satunya lagi seperti ibu rumah tangga.

Aurel mengangguk seraya membalas senyuman mereka. Ia lalu dibawa masuk kedalam rumah itu. Benar saja, isi rumah Ferel sudah seperti istanah. Dindingnya selalu dilapisi warna putih. Ada beberapa juga warna lain. Semuanya terlihat mewah, dari lemari hias, sofa dan sebagainya.

"Non Aurel silahkan masuk. Den Ferel sudah ada didalam." ujar wanita paruh baya itu ketika mereka sampai didepan pintu yang ada dilantai dua.

"Makasih udah mau nganter kesini.." ucap Aurel yang hanya diangguki oleh keduanya sebelum akhirnya pamit pergi untuk melanjutkan pekerjaannya.

Aurel menghembuskan nafasnya. Ia menatap nanar pintu dihadapannya. Rasa takut mulai menyelimuti hatinya, mengingat kejadian tadi ketika Ferel mencengkram lengannya dengan kuat dan berlalu meninggalkannya. Ia kerumah ini hanya sendiri tanpa ditemani oleh Ferel. Rasanya Aurel ingin pergi dari rumah mewah ini.

Tok. Tok. Tok.

Aurel mengetuk pintu itu, setelah mendapat jawaban agar dirinya disuruh masuk ia segera membuka pintunya dengan perasaan was-was.

Ia berjalan pelan kearah seseorang yang sedang duduk dikursi itu setelah menutup kembali pintunya. Rupanya ini ruang kerja Ferel. Aurel bisa melihat dari meja serta kursi dan berbagai berkas diruangan ini. Disana juga ada lemari yang berisikan buku juga sofa serta dilengkapi televisi. Tersusun sangat rapih. Batin Aurel.

"Ini,"

Aurel melihat kunci yang disodorkan didepannya. Sepertinya itu kunci kamar. Tebak Aurel yang masih diam berdiri didepan meja kerja Ferel.

"Kunci kamar kamu. Silahkan minta tolong pada mbok Nani atau cucunya agar memberitahu dimana letak kamarnya." jelas Ferel namun matanya masih fokus pada laptop didepannya.

Aurel mengambil kunci itu. Jangan heran, ini adalah salah satu perjanjian yang telah mereka buat. Ah, lebih tepatnya perjanjian yang sudah Derek buat yaitu tidak satu kamar.

"Makasih, kalau gitu saya keluar." ucap Aurel dan berlalu keluar menemui mbok Nani atau cucunya yang tadi mengantarkan ia kesini.

- - - - -

Tbc.
Jangan lupa vote dan komen.

My Husband Is Devil √ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang