Selamat-Membaca!
. . .Sejak saat itu Aurel benar-benar merasa hancur. Ia menatap dirinya sendiri dipantulan cermin didepannya. Penampilan dan wajahnya yang terlihat kacau beberapa hari ini. Perjanjian itu sangat mengganggu pikirannya, ia sangat terusik dengan suara Ferel yang tiba-tiba muncul dipendengarannya, membuat telinganya panas.
"Aurel sayang.. ayo turun kebawah! Kita makan malem dulu nak.."
Suara teriakan bundanya mengintrupsi. Ia segera merapikan penampilannya lalu turun kebawah untuk makan malam.
"Kamu sakit? Mukanya ko pucet banget." tanya Rere seraya memeriksa kening sang anak.
"Aku gapapa bun.." elak Aurel menyingkirkan tangan sang bunda sambil tersenyum untuk meyakinkan.
"Serius? Bunda perhatiin sejak kamu pulang dari rumah tante Gina suka murung gitu."
Aurel tidak mungkin memberitahu bunda atau ayahnya soal perjanjian itu. Ia tak mau kedua orang tuanya kecewa telah menjodohkannya dengan seseorang yang dingin seperti Ferel, pilihan keduanya.
"Gimana gamurung, kalian nipu Aurel. Bilang mau makan malem dirumah temen ayah, tapi ujung-ujungnya ngebahas lagi perjodohan gajelas ini." gerutu Aurel yang hanya ditanggapi senyuman bersalah dari sang bunda.
"Abis kalo bunda atau ayah bilang, kamu udah pasti gabakal ikut."
"Yah tapikan--"
"Sudah-sudah, ayo makan dulu!" Tio memotong pembicaraan Aurel dan Rere. Lalu mereka berdua mengangguk patuh dan melanjutkan acara makan malamnya.
ooOoo
"Masuk," ucap Ferel ketika mendengar suara ketukan pintu di ruangan kerjanya.
Ia hanya melirik sekilas wajah seseorang yang baru saja memasuki area ruangannya itu.
"Ada apa?" ketus Ferel pada sosok pria yang sudah duduk didepannya sambil tersenyum-senyum itu, membuat ia bingung.
"Biasa dong bang, sensi aja lo!" balas pria itu tak kalah ketus.
"Hm," Ferel hanya bergumam lalu kembali fokus pada berkas dan laptop didepannya.
"Nikahan lo berapa hari lagi?"
"Dua,"
"Terus hubungan lo sama cewe manja itu.."
"Dia Bianca, tuan Adittya Dermawan." ujar Ferel menatap tajam Adit, sahabatnya.
Orang yang disebut Adit tadi hanya menunjukan cengirannya, ketika Ferel sudah berkata dengan nama lengkapnya artinya Ferel sudah benar-benar dan Ia tidak akan lagi mengejek kekasih Ferel yang menurut Adit sangat manja itu.
"Oke, oke, gue tau. Terus hubungan lo gimana? Bentar lagi kan lo mau kawin." bingung Adit.
"Eh, maksud gue nikah!" ralat Adit dengan cepat saat mengingat ucapannya tadi.
"Ga gimana-gimana."
Adit berdecak kesal mendengar jawaban Ferel. Ia merasa tidak puas hanya dengan kalimat itu.
"Besok gue diminta gantiin papah buat ngurus masalah perusahaanya yang ada di Kuala lumpur. Jadi gue gabisa dateng keacara nikahan lo." jelas Adit merasa tak enak hati.
"Oke.."
Adit memutar bola matanya malas. Ia berharap sahabat satu-satunya itu akan merendah atau setidaknya menginginkan dirinya datang. Tapi apa yang ia katakan rupanya salah, mau ia beritahu tentang kepergianya atau tidak, pasti itu tidak penting bagi seorang Ferel Adimas Putra.
"Yaudah kalo gitu, gue balik. Salamin buat calon istri lo dari gue, bilang kedia kalau udah mau pegat hubungin gue. Gue tunggu jandanya.." setelah mengatakan itu Adit langsung kabur dari ruangan Ferel. Ia terkekeh kecil ketika melihat wajah tak percaya Ferel akibat ucapannya.
Ferel tidak mengubsir ucapan Adit. Ia tau sahabatnya itu hanya bergurau. Tapi Adit tak tahu jika memang mereka tidak akan lama untuk hidup berumah tangga. Hanya enam bulan, waktu yang singkat bukan? Tapi terasa lama bagi Ferel.
Dan yah, pernikahanya akan diadakan dua hari lagi. Ferel jadi malas jika harus memikirkan itu. Karna wanita itu, ia tidak bisa menikah dengan Bianca kekasihnya. Ferel benci wanita itu, ia sudah pastikan bahwa wanita itu tidak akan hidup tenang selama masih bersamanya.
- - - - - -
Tbc.
Jangan lupa vote dan komen.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is Devil √ [SUDAH TERBIT]
RomansaPerjodohan yang membawa seorang Aurel kedalam masalah yang tidak diinginkanya ini membuatnya harus rela bersabar demi perjanjian yang sudah ditanda tanganinya.