Selamat Membaca!
. . ."Pagi mbak Kinan, mas Aton." sapa Aurel ketika memasuki kubikel barunya.
"Pagi juga Aurel.." sapa Anton dan Kinan bersamaan.
Anton dan Kinan adalah teman baru Aurel sekarang. Usianya lebih tua dibanding Aurel. Kinan berusia 26 tahun dan sudah memiliki satu anak, sedangkan Anton berusia 27 masih sendiri. Dikantor ini Aurel hanya baru mengenal mereka, ia juga bekerja dibagian keuangan kantor.
"Eh Nan! Denger-denger sibos lagi keluar negri beberapa minggu ini.." ujar Anton pada Kinan yang sangat jelas Aurel dengar.
"Serius? Alhamdulilah.. akhirnya bisa sedikit menghirup udara segar." jawab Kinan gembira.
"Seriusan, gue juga bisa periksa telinga gue kalo gini.."
"Loh telinga lo emang kenapa?" heran Kinan yang tak mengerti dengan ucapan Anton.
"Telinga gue mampet akibat dengerin omelan sibos yang selalu marah-marah tiap hari." jelas Anton seraya terkekeh pelan yang hanya mendapat gelengan kecil dari Kinan.
Aurel yang masih mendengar merasa bingung. Kenapa sepertinya Kinan sangat senang sekali jika atasan mereka pergi? Jangan-jangan bosnya sangat galak? Aurel merinding sendiri membayangkan wajah garang sibos jika berhadapan langsung dengannya. Pikir Aurel.
"Emang kenapa mbak? Kok bisa menghirup udara segar kalau sibos nggak ada?" tanya Aurel yang masih penasaran.
"Ohiya kamu belum pernah ketemu langsung sama sibosyah?" tanya Anton yang hanya diangguki oleh Aurel.
"Bos kita cowo Rel.. orangnya ganteng banget, tapi sayang dia galak, dingin, cuek, mukanya selalu datar kek papan tulis. Ditambah yang lebih bikin kecewa dia udah punya pacar. Satu kantor terutama kaum hawa pada sakit hati pas tau sibos tampan pemilik perusahaan besar ini bawa cewek keruangannya. Semuanya pada iri liat betapa beruntungnya cewek itu yang bisa naklukin hati sibos yang dingin." jelas Kinan antusias sampai melupakan beberapa tumpuk pekerjaan didepannya.
"Terus nihya.. mbak juga nyaranin kamu. Kalau laporannya belum lengkap atau masih ada yang salah mending dicek ulang dulu, jangan langsung dikasih sama sibos. Nanti berkas kamu dibuang ketong sampah ples diomelin abis-abisan sama sibos, mungkin juga laporan yang kamu buat bisa jadi dilempar kemuka kamu." sambung Kinan membuat Aurel meringis membayangkannya.
"Sampe kapan kalian berdua mau ngegosip? Galiat pekerjaan yang udah nunggu minta dijamah tuh." Seketika suara mas Anton menyadarkan Aurel dan mbak Kinan.
Kinan hanya menepuk dahinya, mengingat pekerjaannya masih belum selesai.
"Kita pending duluyah cerita sibosnya.." ujar Kinan yang hanya diangguki oleh Aurel sebelum akhirnya mereka kembali lagi bekerja.
ooOoo
Ferel menghembuskan nafasnya lelah. Pekerjaanya hari ini sangatlah banyak. Salah satu perusahaan Raffy papahnya yang ada dinegara Pranciss ini mengalami masalah yang cukup berat. Direktur yang bekerja diperusahaan papanya itu membawa kabur uang perusahaan yang cukup besar, mengakibatkan kerugian yang mendalam, membuat Ferel harus turun tangan sendiri karena perintah sang papah. Oleh karena itu Ia harus menetap beberapa hari dinegara asing ini sampai masalahnya selesai.
Ferel segera merebahkan tubuhnya keatas ranjang berseprai putih tulang itu. Lagi-lagi Ferel menghela nafas panjang, Ferel jadi teringat dengan Bianca yang pastinya sekarang sedang merajuk akibat ia tak memberi kabar lebih dulu. Ferel terbang kenegara ini dengan terburu-buru. Ia kemari hanya menyiapkan mental dan otak. Sama sekali tak ada persiapan seperti biasanya jika ia akan pergi keluar negeri.
"Gadis itu.." gumam Ferel seraya memejamkan matanya.
Ia jadi teringat terakhir mereka bertemu dengan pertengkaran hebat. Ferel berdecih membayangkan wajah gadis itu. Yah, Aurel. Ferel malas menyebut namanya. Membuat ia semakin muak dan benci pada Aurel. Dihatinya sama sekali tak ada rasa bersalah setelah menampar Aurel malam itu. Ferel puas telah menampar Aurel. Tapi ingatkan, ia baru menamparnya. Ferel bisa berbuat lebih menyakitkan jika Aurel kembali lagi membawa nama wanitanya kedalam pertengkaran mereka.
Ferel membuka matanya, ia kemudian bangkit dari tidurnya menuju arah ponsel yang tersedia dikamarnya. Ia akan mencoba menghubungi Bianca. Tapi ketika tersambung, telefonnya sama sekali tak diangat oleh Bianca. Beberapa kali Ferel mencoba lagi dan lagi, hasilnya tetap sama. Ia berniat menghubungi Bianca yang beberapa hari ini menghilang tanpa kabar. Ferel ingin tau keadaan wanitanya yang susah dihubungi itu.
"Angkat sayang.." gumam Ferel frustasi.
Ferel membanting telefon hotel itu kala panggilannya masih belum terjawab. Ia berdecak kesal, Bianca ini sebenarnya kemana? Sampai tega sekali tak mengangkat telefon darinya. Otaknya mulai memikirkan kekasihnya itu sedang apa hingga membiarkan panggilan darinya. Apa mungkin Bianca melupakan ponselnya yang tertinggal dirumah? Tapi Ferel tau Bianca itu tipekal orang yang sangat tidak bisa lepas dari ponsel. Ponsel maupun makeup, itu semua tak pernah tertinggal didalam tas Bianca. Atau mungkin juga handpone Bianca lobet dan akhirnya mati? Tapi lagi-lagi ia menepis pikiran itu. Tidak mungkin mati, tadi ketika ia menelfon ponsel Bianca menyala dan panggilan darinya tak dijawab.
Pikirannya terus mencoba berpikir positif tapi hatinya seakan menolak, mengatakan tidak.
"Gamungkin!! Jauhin pikiran buruk lo Ferel.." gumam Ferel meyakinkan diri sendiri.
Tidak! Jangan! Ferel harus percaya pada Bianca. Bianca setia padanya, ia sangat mencintai kekasihnya itu. Tapi sampai sekarang kenapa Bianca tak mencarinya dan susah dihubungi? Geram Ferel.
- - - - - -
Tbc.
Jangan lupa vote dan komen.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is Devil √ [SUDAH TERBIT]
RomancePerjodohan yang membawa seorang Aurel kedalam masalah yang tidak diinginkanya ini membuatnya harus rela bersabar demi perjanjian yang sudah ditanda tanganinya.