Selamat Membaca!
. . .Hari ini rasanya berat untuk Aurel. Ia bersiap-siap untuk menuju kantor dengan tidak bersemangat. Aurel merasa sudah nyaman bekerja dikantor itu, tapi disisi lain ia juga tak ingin orang lain tau tentang fakta bahwa ia istri seorang pemilik perusahaan itu. Karena benar kata Ferel, dia pasti akan malu.
Memikirkan itu semua membuat Aurel sedih dan menangis semalaman. Ternyata ini dibalik kemarahan seorang Ferel kemarin. Aurel sempat tak habis fikir dan tak percaya menerima itu semua.
"Pagi Indah.. mbok Nani.." sapa Aurel ketika tiba didapur.
"Eh.. non Aurel sudah siap." ujar mbok Nani seraya tersenyum hangat.
"Mau sarapan apa mbak?" tanya Indah pada Aurel.
Aurel hanya tersenyum seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aurel langsung pamit ajadeh.." ujar Aurel menyalimi mbok Nani dan Indah.
"Tapi mbak.. muka mbak Aurel pucet gituloh, yakin mau berangkat?" ragu Indah.
"Iya non.. bener apa yang dibilang Indah. Non lagi sakit? Minum obat dulu kalau gitu." kali ini mbok Nani dengan wajah khawatirnya.
Aurel lagi lagi hanya menggelengkan kepalanya. Ia tak mau banyak berbicara kali ini pada Indah apalagi mbok nani. Aurel takut dua orang itu akan semakin khawatir nantinya. Setelah itu Aurel pamit dan kali ini langsung pergi meninggalkan dapur. Tanpa menunggu ocehan panjang Indah atau mbok Nani lagi.
"Kamu.."
Aurel menoleh kala seseorang memanggilnya. Yah memanggil dirinya, karna diruangan ini hanya ada Aurel. Tak ada yang lain.
"Iya pak?" tanya Aurel pada Ferel yang sedang menuruni tangga sambil membenarkan pakaian kantornya.
"Gasarapan? Muka kamu pucet.." ujar Ferel dingin.
Sedangkan Aurel membeku ditempatnya. Jantungnya lagi-lagi ingin lepas setiap mendengar kalimat datar Ferel yang terkesan dihatinya. Apakah Ferel memperhatikannya? Atau Ferel khawatir padanya? Aurel harap begitu.
"Terimakasih pak.. saya langsung pergi kekan-"
"Jangan panggil saya pak jika bukan dikantor." tekan Ferel dingin.
Aurel merinding melihat tatapan tajam Ferel. Tak mau membantah ia hanya mengangguk patuh.
"Maaf saya gatau.." ujar Aurel.
"Sarapan dulu setelah itu kamu boleh pergi." ucap Ferel seperti lebih kenada perintah.
"Tapi pak-"
"Saya bukan bapak kamu, dan tidak boleh membantah." jelas Ferel lalu berjalan pergi meninggalkan Aurel yang bengong didekat undukan tangga.
Aurel mengerutkan keningnya bingung. Ia bingung melihat Ferel yang sedikit perhatian walaupun masih terkesan dingin. Lalu ia juga bingung kenapa Ferel pergi kearah luar rumah? Dapur beserta ruang makannya ada disebelah kiri Aurel bukannya lurus keluar.
Tak lama setelah itu Aurel mendengar suara mobil dan gerbang yang terbuka. Aurel yakin Ferel pasti sudah pergi kekantornya.
"Nyuruh orang sarapan sendirinya malah nyelongong pergi tanpa sarapan dulu.." gerutu Aurel lalu berjalan keluar rumahnya.
"Pagi non Aurel.." sapa pak Asep seperti biasanya.
"Pagi juga pak Asep.." balas Aurel lalu berjalan keluar rumah untuk mencari kendaraan menuju kantornya.
ooOoo
"Sayang.."
Ferel mendongak menatap seseorang yang baru saja memasuki ruangan kerjanya itu tanpa mengetuknya lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is Devil √ [SUDAH TERBIT]
RomancePerjodohan yang membawa seorang Aurel kedalam masalah yang tidak diinginkanya ini membuatnya harus rela bersabar demi perjanjian yang sudah ditanda tanganinya.