Selamat Membaca!
. . .Aurel hanya diam menatapi Ferel yang sedang makan dengan lahap didepannya. Ia bosan disini hanya diam memperhatikan, padahal Aurel sendiri sudah bilang ingin tunggu dimobil saja, tapi Ferel memaksanya untuk ikut kedalam.
"Kamu nggak laper?" tanya Ferel pada Aurel.
Aurel menggelengkan kepalanya. Ia lalu menatap jalanan kota yang terlihat lebih menarik dari jendela. Ntah kenapa pada saat-saat seperti ini sedang bersama orang yang dicintainya ia malah memikirkan sosok Satria. Memikirkan ucapannya tadi yang mengaku bahwa ia adalah kekasihnya. Ada terselip rasa senang dihatinya kala mengingat itu dan tanpa sadar membuat seukir lengkungan manis dibibirnya.
"Dia kekasih kamu?"
Aurel menoleh kedepan ketika mendengar pertanyaan Ferel. Ia menaikan satu alisnya, berfikir bingung untuk menjawab pertanyaan Ferel. Apakah Aurel jawab iya saja? Tapi enakkah seorang istri mengakui dirinya berpacaran dengan seorang lelaki didepan suaminya sendiri? Mungkin itu biasa saja bagi Ferel, tapi tidak bagi Aurel.
"Emm.. maksud kamu Satria?" tanya Aurel memastikan.
"Hmm."
"Hanya sahabat." jawab Aurel cepat diselingi dengan senyuman untuk menyembunyikan rasa gugup yang menyelimuti hatinya.
"Sahabat seperti apa yang kamu bilang? Sahabat rasa pacar?"
Aurel menelan salivanya. Benar kata Ferel, sahabat seperti apa ia dan Satria? Tapi untuk apa Ferel bertanya seperti itu? Pikir Aurel.
"Sahabat kecil.." jelas Aurel yang hanya diangguki mengerti oleh Ferel.
"Saya tidak suka."
"Hah?" ucap Aurel tak mengerti kala mendengar ucapan Ferel yang seperti gumaman.
"Dia tidak baik untuk kamu." kata Ferel memandang dalam mata Aurel.
"Kenapa bapak bilang begitu? Satria sangat baik pada saya dan saya sayang dia." ujar Aurel tak terima. Bagaimanapun Satria tetaplah sahabatnya. Ia sangat tau bagaimana Satria, karena Aurel sudah mengenal Satria lama.
"Saya hanya mengira-ngira, itu terserah kamu. Ayo kita kembali kekantor, saya sudah kenyang." ucap Ferel dan berlalu pergi meninggalkan Aurel yang masih diam merenung ditempat duduknya.
ooOoo
Satu hari penuh bersama Ferel sedikit melelahkannya. Tapi ia sangat bahagia, kapan lagi akan berduaan bersama Ferel walaupun atas dasar pekerjaan? Batin Aurel berucap.
Sekarang waktunya ia pulang, mbak Kinan dan mas Anton juga baru saja berpamitan padanya. Awalnya mas Anton menawarkan untuk pulang bersama tapi Aurel menolaknya dan mengatakan jika itu merepotkannya. Dan berakhirlah ia disini, didepan halte tak jauh dari kantornya yang sedikit ramai akan pengendara lewat.
Sesekali Aurel melirik pergelangan tangannya, namun tiba-tiba ia mendengar suara mobil berhenti didepannya. Aurel dengan cepat mendongak dan dugaanya sangat betul. Sebuah mobil sport berwarna merah yang sangat Aurel kenal berhenti didepannya.
"Ayo naik," ucap Ferel ketika membuka kaca belakang mobilnya.
"Serius pak?" tanya Aurel sedikit ragu.
"Kita satu rumah, untuk apa saya tidak serius?" ketus Ferel.
Aurel akhirnya masuk kedalam mobil yang beberapa kali ia masuki hari ini. Didalam mobil tidak ada yang membuka pembicaraan, lebih tepatnya tidak ada yang mau bicara. Sampai tiba dirumah Aurel ternyata sudah terlelap tidur, mungkin karena tubuhnya yang sudah sangat lelah jadi Aurel terlelap diperjalanan.
"Pak Imam tolong bukakan pintu mobilnya." ucap Ferel pada pak Imam didepannya.
Ferel membawa Aurel kedalam gendongannya. Ia lalu menuju kamar Aurel untuk membaringkan Aurel yang rupanya sangat lelah itu. Selesai membaringkan Aurel, tiba-tiba hati Ferel tidak ikhlas meninggalkan Aurel pergi. Ia berjongkok didepan wajah Aurel yang sedang terlelap, tanpa sadar tangannya dengan halus mengusap mata, pipi dan turun kebibir Aurel. Ferel ingin merasakan bibir itu lagi, namun bagaimana caranya? Apakah ini saat yang tepat untuk mencium bibir itu kembali disaat Aurel sedang terlelap? Ferel pikir itu ide yang tidak terlalu buruk.
Drettt.. Drettt..
Ketika hampir dan sedikit lagi Ferel berhasil menciumnya. Tiba-tiba ponselnya berdering yang memunculkan panggilan dari pengacaranya. Ia dengan tidak ikhlas lalu berdiri dan berjalan keluar kamar Aurel seraya mengangkat telefonnya.
"Ada apa pak Willshon?" tanya Ferel seraya duduk disofa kamarnya.
"Maaf sebelumnya mengganggu tuan.. Saya ingin mengabarkan jika surat perceraiannya sudah siap, dan hanya tinggal ditanda tangani oleh pihak sebelah." jelas Willshon sang pengacara yang sudah menjadi kepercayaan Ferel.
"Kerja bagus, kapan surat itu bisa saya ambil?" tanya Ferel.
"Sekali lagi saya meminta maaf tuan.. kabar perceraian anda terdengar sampai telinga tuan Raffy. Beliau meminta surat ini jangan diberikan kepada anda dulu sebelum anda menghadapnya."
Ferel berdecak kesal mendengarnya. Papahnya pasti sudah tau ia merencanakan perceraian dijauh-jauh hari. Dan apa yang akan Ferel katakan pada papahnya nanti? Apa Ferel harus jujur saja jika ia berniat menikahi Bianca, maka dari itu menggugat Aurel? Tapi papahnya pasti akan kecewa dan tak percaya lagi padanya.
"Baiklah, kalau begitu terimakasih."
Dan sambunganpun terputus. Ia sudah memikirkan semuanya. Keputusan sudah ditangannya. Dan besok Ferel sendiri yang akan menghadap papahnya.
- - - - -
Tbc.
Jangan lupa vote dan komen gaess..
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is Devil √ [SUDAH TERBIT]
RomansPerjodohan yang membawa seorang Aurel kedalam masalah yang tidak diinginkanya ini membuatnya harus rela bersabar demi perjanjian yang sudah ditanda tanganinya.