Lamaran Yang Tak Dirindukan

211 25 2
                                    

Sepagi ini mulai terlihat sedikit kesibukan di rumahku. Disebabkan hari ini keluarga Zairin akan datang untuk meminang. Aku berusaha untuk terlihat tenang seolah menerima perjodohan ini. Jauh di lubuk hati ada keinginan untuk menentang keputusan orangtua. Namun lagi-lagi terkalahkan oleh wajah penuh harap Ibu dan Ayah. Kekaguman akan keindahan akhlak dan kesolehan lelaki itu memesonakan hati sepasang suami istri yang teramat kucintai. Mungkin ini saatnya untuk membalas segala jasa dan kasih yang mereka curahkan kepadaku. Meski aku tahu pengorbanan ini belumlah seberapa dibanding cinta yang mereka berikan. Aku hanya mampu berharap agar pilihan ini adalah yang terbaik untuk masa depan. Akan kucoba untuk mengesampingkan ego dengan menghapus semua obsesi tentang rumah tangga impian. Bagiku kebahagiaan Ayah dan Ibu adalah segalanya.

"Ainin ...!" suara Ibu terdengar dari arah dapur. Cepat kuseka manik-manik bening yang menitik di sudut netra. Tak ingin Ibu tahu perasaan yang berkecamuk di dadaku saat ini.

"Ya Bu," sahutku sambil melangkah keluar kamar.

"Tolong kamu jemput Ibunya si Farid, biar dia bisa bantu-bantu Ibu di sini," ujar Ibu.

Mak Cik Halima, Ibu Farid adalah teman baik Ibuku dan termasuk orang kepercayaannya. Sejak suami Mak Cik Halimah meninggal dunia lima tahun yang lalu, Ayah dan Ibu banyak membantu keluarga itu. Termasuk membiayai pendidikan Farid di universitas. Itulah kenapa Ayah dan Ibu memperlakukan Farid sebagaimana anak sendiri.

Dengan menaiki sepeda kukayuh cepat tunggangan kesukaanku itu menuju rumah Farid. Meskipun kendaraan bermotor roda dua terparkir rapi di halaman samping rumahku, namun aku merasa lebih nyaman bersepeda. Sambil mengayuh pedal kuarahkan pandangan ke kiri dan ke kanan. Menikmati indahnya pemandangan yang Allah ciptakan. Tak berapa lama aku pun tiba di kediaman Mak Cik Halima.

"Assalamualaikum Mak Cik,"panggilku di tepi tangga rumah kayu itu.

"Waalaikumussalam, siapa tu?"terdengar sahutan perempuan paruh baya itu dari dalam rumah.

"Mak Cik ... Ainin datang," jawabku.

"Eh Nak Ainin, masuklah sini ... ada apa nih pagi-pagi udah ke sini,"ucap Ibu Farid dengan nada heran penuh tanya.

"Iya Mak Cik, Ainin disuruh Ibu untuk meminta Mak Cik datang ke rumah sekarang, sebab nanti sore akan ada tamu yang datang," ujarku menerangkan.

"Tamu? Siapa nak? Dari mana?" cecar perempuan itu seraya menatapku menunggu jawaban.

"Rombongan dari kota akan datang ke rumah untuk melamarku," lirih kujawab tanya itu dengan enggan. Entahlah membicarakan pertunangan ini membuatku sesak seolah butuh oksigen dengan kapasitas yang jauh lebih besar.

"Masyaallah, anak gadis Mak Cik yang cantik ini akan segera dipersunting, siapakan gerangan lelaki beruntung itu, Ainin,"ujar Mak Cik Halima.

"Sudahlah Mak Cik, nanti akan tahu juga kok. Risih rasanya membicarakan hal ini," sahutku dengan nada sedih.

Mak Cik Halima menatapku dengan tatapan iba seolah paham dengan perasaanku. Terhadap perempuan ini tak kututupi kekecewaan atas rencana perjodohan itu. Ia meraih bahuku dan membawa ke dalam pelukannya. Kubiarkan tangis terlepas di pundaknya.

"Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik untukmu, nak," ucap Ibu Farid sembari mengusap punggungku.

"Aamiin,"sahutku pelan.

"Lho, ada apa ini? Kenapa ada acara tangis-tangisan di sini, berasa lagi nonton film India nih,"teriak Farid dari dalam rumah sambil mengusap-usap rambutnya dengan handuk.

Pantas saja sedari tadi dia tak menyadari kehadiranku, ternyata lagi mandi. Padahal setiap kali mendengar atau melihatku dia selalu mengindahkan. Mungkin baginya jika tak mengusik dan mencandai harinya seperti belum utuh. Itulah kenapa tak pernah bosan aku menghabiskan waktu bersamanya.

"Sstt ... Mak Cik ini rahasia kita berdua ya, jangan kasih tahu Farid lho! Pulang dulu ya, Assalamualaikum,"ucapku sambil tertawa berlalu meninggalkannya.

"Waalaikumussalam! Awas ya Ainin, kamu berhutang penjelasan kepadaku,"teriak Farid melambaikan tangan ke arahku yang mulai menjauh dari pandangan matanya.

ELUSIFWhere stories live. Discover now