Pernikahan Itu Harus Ditunda

131 11 0
                                    

"Nanti dulu, Yah! Ia punya alasan yang kuat melakukan hal itu, dan Ainin bisa memahaminya," potongku cepat.

"Kamu ini aneh, jelas-jelas ia sudah menculikmu dan membuat kami di sini khawatir. Farid serta warga kampung sibuk mencarimu di mana-mana. Bahkan Zairin pun telah membuat laporan ke pihak yang berwajib," terang Ayah.

"Nah, itulah Yah ... Ain mohon Ayah mencabut laporan itu dan tidak mengadukan tentang penculik itu kepada polisi," pintaku.

"Ayah tidak mengerti jalan pikiranmu, Ain!" tukas Ayah sedikit gusar.

"Ayah dengarkan dulu penjelasan Ain, tapi satu hal yang Ain minta pada Ayah, percayalah dengan apa yang Ain sampaikan," jelasku lagi.

Ayah diam saja mendengar ucapanku, entah beliau menerima atau tidak. Sikap ayah memang agak sulit ditebak. Beliau biasanya tidak terlalu banyak berbicara.

"Lelaki itu sedang dalam masalah besar, ia dituduh melakukan sebuah kejahatan yang tidak pernah dilakukannya, jadi Ain bermaksud membantunya untuk mengumpulkan bukti-bukti mengungkap kasus tersebut, Yah!" terangku.

"Ain ...! Kamu tahu, selama ini Ayah selalu menyuruhmu untuk membantu orang yang sedang membutuhkan pertolongan. Tetapi perihal ini, Ayah takkan membiarkanmu melakukannya," tegas ayah.

Aku terpaku di tempat dudukku, berpikir keras bagaimana agar ayah mau sedikit melunak.

"Baiklah Yah! Tapi ... ada satu permintaan Ain, Yah," pintaku.

"Apa?" tanya ayah.

"Ain mau pernikahan Ain dengan Zairin ditunda dulu," ucapku memohon.

"Ain, itu tak mungkin! Tadi malam Zairin datang ke sini, tapi kamu sudah tidur. Dan ia menyampaikan bahwa sudah ada kesepakatan dengan orangtuanya, dan memutuskan bahwa pernikahan kalian dilaksanakan dua minggu yang akan datang. Ayah juga telah menyetujuinya," jelas ayah.

Terhenyak aku mendengar keputusan itu, gemeletar hatiku membayangkannya. "Tidak!" Batinku memberontak. Aku harus berupaya agar pernikahan ini ditunda, setidaknya hingga aku berhasil menemukan bukti bahwa Zairin adalah pelaku pembunuhan itu. Aku tidak mau menikah dengan lelaki sakit jiwa itu. Tetapi untuk menolak langsung dan menuduh tanpa bukti itu juga bukanlah hal yang mudah. Malah ayah berpikir aku yang mengada-ada. "Oh Tuhan, bagaimana ini," batinku merintih.

"Ayah, Ainin mohon ... tundalah dulu pernikahan ini, beri Ain waktu untuk mempersiapkan diri," pintaku, pandanganku beralih ke ibu dan kugenggam tangan beliau," Bu, Ibu mengerti Ainin kan,Bu. Tolong, Bu! Ain ingin benar-benar siap ketika harus melalui masa itu," bujukku.

Ibu menatapku lembut dan mengusap pelan puncak kepalaku. Lalu ia menoleh kepada ayah seolah meminta persetujuan. Ayah memalingkan wajah,bangkit dari duduknya lalu beranjak meninggalkan ruang makan.

"Ayah pikirkan dulu, Ain!" ujar ayah. Yes! Aku bersorak dalam hati, ucapan ayah itu sedikit menghiburku. Aku pun menghambur ke pelukan ibu. Meskipun belum sepenuhnya ayah mengabulkan permintaanku, paling tidak beliau akan mempertimbangkannya.

"Bu, Ibu harus membujukAyah agar mau menunda pernikahan itu. Ibu tentunya tidak mau kalau nanti setelah menikah, Ain belum bisa mengurus rumah tangga kan? Jadi Ibu harus mengajari Ain dulu biar bisa seperti Ibu, menjadi istri dan Ibu terbaik sedunia," rengekku sambil merangkul perempuan tercinta ini.

"Ah kamu, paling bisa ya! Tapi ingat! Jangan bikin ulah macam-macam! Jangan melibatkan diri dalam hal-hal yang berbahaya, Ibu tidak mau terjadi sesuatu yang buruk padamu. Cukuplah sebulan ini Ibu tersiksa karena kehilanganmu," ancam ibu seraya mempererat pelukannya.

"Maafkan diriku, Bu," Aku membatin. Dengan terpaksa aku membohongi sepasang manusia terkasih itu. Aku akan tetap meneruskan upaya penyelidikan terhadap Zairin hingga lelaki itu terbukti bersalah. Aku harus menyelamatkan diriku darinya dan juga agar Adam terbenas dari tuduhan pembunuhan terhadap Naya. Sehingga ia tidak perlu lagi bersembunyi di pulau sepi itu sendiri. Ah, aku begitu merindukannya.

ELUSIFWhere stories live. Discover now