Percikan cahaya mentari dari sebalik dedaunan terpancar menimpa wajahku membuat aku terjaga. Perlahan mengembalikan ingatan dan menyadari bahwa pagi ini tidak ada nasi lemak ataupun pisang goreng buatan ibu. Aku masih berada di sini. Di sebuah pulau entah di mana, entah apa namanya. Ibu dan Ayah pasti teramat merindukanku. Juga Farid, sahabatku ... kemarin siang kami berjanji untuk bertemu, tetapi belum sempat berjumpa, penculik ini membekap dan membawku ke tempat ini. Tentunya Farid mengkhawatirkanku, lelaki itu terlalu baik dan banyak berkorban. Aku tidak tahu apakah Farid memiliki perasaan khusus padaku, melihat perubahan sikapnya semenjak pertunangan itu. Mudah-mudahan saja hanya bentuk kekhawatirannya akan ketidakbahagiaanku. Aku sudah menganggapnya selayaknya abang sendiri. Aku adalah satu-satunya anak dari ayah dan ibu. Sejak kecil Farid lah yang senantiasa menemaniku, menjaga dan melindungiku dari kenakalan teman-teman lelaki yang mengusikku.
Kulemparkan netra memandang sekeliling, tak kudapati sosok lelaki dingin itu. Aku pun bangkit dari rebahan lalu beranjak kea rah pantai. Di mana si penculik itu sekarang? Mendekati bibir pantai kudapati lelaki itu sedang melemparkan tali nilon yang di ujungnya diberi umpan. Ternyata dia sedang mencari ikan. Kuayunkan langkah menuju ke arahnya.
"Hei kau ... mengapa kau bawa aku kesini, ayah dan ibu pasti sedang risau memikirkan kehilanganku. Tidakkah kau kasihan kepadaku, pada keluargaku,"teriakku keras mengalahkan suara deburan ombak.
Lelaki itu menoleh sesaat, lalu berpaling dan melanjutkan aktivitas seolah tak ada yang penting untuk dibahas.
"Untuk apa kau menculikku? Mau minta tebusan? Apa maumu? Kau tahu kan Ayahku bukanlah orang kaya. Hanya orang kampung kebanyakan. Tapi kalau kau memang minta tebusan pasti akan diusahakan oleh Ayah,"kucecar dengan rentetan pertanyaan. Tetapi lagi-lagi dia hanya menatapku sekilas lalu kembali fokus pada tali pancingnya.
"Tolonglah, antarkan aku kembali pada orangtuaku. Apapun masalahmu bisa kita bicarakan, tapi tolong, aku mau pulang,"kucoba bernegosiasi berharap iba lelaki itu.
Namun ternyata ia tetap bergeming. Sorot matanya yang tajam menghujam jantungku.
"Hei ... bicaralah, kau punya mulut kan? Kau tidak bisu kan ... kenapa tidak kau jawab pertamyaanku,"sergahku.
Lelaki itu bamgkit dari duduknya sambil membawa beberapa ekor ikan dalam wadah berjaring menuju ke arahku.
"Kau bawa ikan, bersihkan lalu dibakar ... di dekat pondok ada kayu bakar dan korek api,"perintahnya sambil menyodorkan kantung berisi ikan itu tepat di mukaku.
"Tidak, aku tak mau, kau pikir aku babumu seenaknya saja menyuruhku!"tukasku tak kalah keras.
Kemudian kuraih kantung berjaring itu dengan kasar dan kulemparkan ke dalam laut.
"Hei ...! Kenapa kau buang, ikan itu untuk makan hari ini, apa kau mau mati kelaparan!"hardik lelaki itu kesal.
"Aku tak peduli, kau masak saja sendiri,"sergahku kesal.
"Hah!"ia menghardikku seraya merenggut kasar rambutku dan menghempaskan tubuhku ke pasir. Aku hanya bisa menangis dan meratapi nasibku.
Kulihat ia melompat dan mengambil kantung ikan tadi yang belum terlalu jauh dihanyutkan gelombang. Setelah berhasil didapatkannya ikan tersebut, dilemparkan kepadaku sambil berteriak.
"Aku tak mau tahu, kau harus bakar ikan ini dan sajikan untukku,aku lapar dan ingat ... jangan sekali-kali menentang perintahku jika ingin selamat!"
Dengan gemetar kuraih ikan di dalam kantung tadi dan kubawa ke pondok di hutan. Kemudian kukumpulkan beberapa kayu yang sudah dipotong-potong. Aku melihat ada minyak tanah di dalam botol bekas air mineral, lalu kutuang seluruhnya ke tumpukan potongan kayu tadi. Kuambil korek api yang ada di atas balai pondok. Kupatikkan batang korek api itu dan melemparkannya ke atas tumpukan kayu kering tadi. Lalu ...
Wusssssh ... api menyala seketika dan menyambar setiap ranting- ranting kering di sekitarnya. Aku terperanjat dan terlompat dari tempat berdiri semula. Sambaran api tak terduga menyala semakin besar.Aku pun berteriak ketakutan,"Tolong ...tolong ...!Kebakaran!"
YOU ARE READING
ELUSIF
Mystery / ThrillerAinin Shofia,gadis 22 tahun mendamba cinta sejati dalam hidupnya tersekat oleh perjodohan dengan seseorang yang sakit jiwanya. Kemudian malah menjadi korban penculikan oleh buronan polisi, di luar kendali ia terlibat secara emosi dan berniat mengung...