Lumut Hati

125 12 0
                                    

Memasuki hutan yang masih dipenuhi semak belukar membuat kami harus berhati-hati melangkah. Teringat saat kemarin aku berusaha melarikan diri ke dalam hutan ini tanpa pikir panjang. Ternyata medan yang kulalui saat itu cukup parah. Hanya karena kecemasanku terhadap lelaki yang kini melangkah di depanku, yang kutahu ketika itu, hanyalah berlari secepat dan sejauh mungkin.

Dengan sebatang kayu di tangannya, Adam menebas ranting pohon yang melintang di hadapan. Sepertinya ia berusaha memastikan agar jalan yang kulewati aman dari marabahaya. Ups kenapa pula aku jadi terbawa perasaan begini. Namun sejujurnya tak kupungkiri, ada rasa aman bersamanya berada di hutan belantara yang menyeramkan ini.

Di sepanjang perjalanan suara burung-burung dan binatang hutan lainnya bersahut-sahutan menambah semarak pulau yang tak dihuni manusia. Kecuali manusia aneh di depanku ini tentunya.

Ketika asik berjalan, tak jauh dari tempat kami berdiri aku melihat buah-buahan merah ranum bergelantungan. Segar kelihatannya. Aku pun mendekat ke arah pohon itu dan memetiknya. Baru saja akan kugigit buah itu, tiba-tiba tanganku ditepis dengan kasar sehingga buah tersebut terlepas dari genggamanku. Merasa tak nyaman karena menghalangi kesegaran buah itu melewati kerongkonganku.

"Kenapa kau tepis tanganku!"gerutuku pada pemilik tangan yang memutuskan hasratku memakan buah.

"Ini hutan, non! Bukan kebun buah. Tidak semua tumbuhan layak untuk dimakan. Sebagian besar tumbuhan liar ini berbahaya. Bahkan ada yang mengandung racun mematikan,"ucap Adam.

"Hah? Jadi buah yang tadi nyaris masuk ke mulutku itu beracun ya?"tanyaku.

"Namanya buah Saga Rambat. Biji Saga Rambat mengandung zat sejenis zat abirin yang serupa dengan racun ricin, hanya bedanya abirin 75 kali lebih mematikan dari ricin,"terang Adam dengan detil.

Aku terpana mendengar penjelasannya. Selang waktu setahun selama ia di dalam hutan ini membuat Adam berusaha keras untuk memahami tentang tumbuh-tumbuhan hutan. Tentu saja harus dilakukannya untuk mempertahankan hidup di alam yang liar ini. Selain itu juga,  harus memiliki daya tahan yang tinggi, untuk menghadapi marabahaya yang senantiasa mengintai.

"Tetapi jangan salah, meskipun bijinya beracun tetapi daunnya bisa digunakan sebagai obat batuk,"sambung Adam lagi.

"Ooh begitu," Lagi-lagi aku terpana.

"Nah, kalau daun-daun ini spesies tanaman paku. Bisa dimasak dan dikonsumsi," ujarnya sambil memetik daun tersebut.

"Wah, kalau tumbuhan ini aku tahu lah, di kampungku juga ada,"ujarku sambil mengikuti Adam memetik dedaunan itu.

"Coba lihat dekat akar pohon itu,"Adam menunjuk sambil menuju ke arah yang dimaksud.

"Apa itu?"tanyaku mengikuti arah jari telunjuknya.

"Ini namanya Lumut Hati. Mungkin karena bentuknya menyerupai hati. Ini bisa dikonsumsi atau sebagai obat demam,"paparnya sambil mencabut beberapa rumpun tumbuhan tersebut.

Kami melanjutkan langkah masuk ke dalam hutan, kemudian Adam menunjukkan barisan pepohonan yang sedang berbuah. Sekilas seperti buah blackberry tetapi buah ini berwarna merah keunguan.

"Ini namanya Murbei, rasanya agak asam tetapi buah ini memiliki banyak manfaat untuk kesehatan tubuh, kulit dan rambut,"ujar Adam seraya memetik buah tersebut dan memberikan kepadaku.

"Hmm ... asam tapi segar."Aku berucap sambil mengerjapkan mata tatkala menggigit buah tersebut.

"Baik, aku rasa sudah cukup jauh kita masuk ke dalam hutan ini, kita kembali pondok ya. Makin ke dalam makin berbahaya,"ujar lelaki itu.

"Bahaya kenapa?"tanyaku penasaran.

"Sudah, jangan banyak tanya, ayo!"ajak Adam seraya menarik tanganku.

Gerakan refleksnya menggenggam tanganku membuat aliran darahku serasa berhenti sesaat. Lelaki ini seperti tak peduli dengan detak jantungku, yang berpacu dengan langkah kecil kakiku. Entah apa yang merasuki pikiran lelaki bernama Adam Reynaldi, sehingga begitu mudah berubah-ubah. Anehnya, hatiku tak menolak sedikitpun perlakuannya kepadaku.

ELUSIFWhere stories live. Discover now