Keesokan harinya di meja makan, aku bersama Ayah dan Ibu menikmati sarapan pagi dengan menu nasi lemak buatan ibu. Beras yang dimasak dengan santan dan bumbu dipadu dengan sambal ikan teri dan telur dadar adalah menu pilihan hampir setiap pagi. Untuk urusan ini masakan Ibu memang yang paling enak.
"Ain, mungkin Zairin benar soal kemarin itu. Bagaimanapun keakraban kamu dan Farid tidaklah pantas,"Ayah mengulas persoalan kemarin. Seketika selera makanku menjadi hilang.
"Apa yang salah, Ayah? Kenapa tiba-tiba Ayah bersikap seperti ini, bukankah selama ini kami selalu bersama-sama dan Ayah tidak keberatan?"cecarku dengan nada keberatan.
"Ayah sebenarnya tidak masalah, hanya kita juga perlu menjaga perasaan Zairin sebagai calon suamimu, nak! Mungkin dia merasa cemburu melihat keakraban kalian,"sahut Ayah.
"Ada baiknya kamu mendengarkan nasehat Ayahmu nak,beri peluang pada Zairin untuk menjajagi hatimu,"sambung Ibu.
"Baiklah Bu,"gumamku pelan.
Aku melangkah keluar rumah dan berusaha mencerna semua ini. Sikap Zairin yang menurutku agak misterius sungguh tidak mengenakkan. Ayah yang dulu terbuka dan teramat sayang padaku mulai sedikit berubah. Seperti ditekan oleh kehendak Zairin yang selalu berprasangka negatif kepada orang lain. Sedang asik merenung tak kusadari ternyata lelaki yang sedang kupikirkan telah hadir di depan rumah.
"Assalamualaikum Ainin, sedang melamun ya?"sapa lelaki itu mengacaukan lamunanku.
"Waalaikumussalam, masuklah ... Ayah ada didalam,"pungkasku singkat.
"Saya tidak bermaksud bertemu Ayah, saya ingin berbincang denganmu,"ucap Zairin.
Hm ... ingin kutolak keinginan lelaki ini dan berlalu dari hadapannya tetapi khawatir Ayah dan Ibu akan curiga. Mungkin ada baiknya kuturuti saja apa maunya.
"Baiklah, kita duduk disitu saja,"sahutku sambil menunjuk ke teras samping.
"Ainin, saya hanya ingin kembali mengingatkan tentang kedekatanmu dengan Farid. Sudah beberapa kali sebelum ini saya mendapati kalian bergurau agak berlebihan. Kalau dulu saya masih enggan menegur tetapi sekarang kamu adalah tunanganku. Tak layak di pandangan orang-orang kalau kalian masih bersikap seperti itu,"ujar Zairin panjang lebar.
Aku diam saja mendengar ucapannya. Ingin membantah tetapi enggan memperdengarkan suaraku ke telinganya. Berharap dengan diamnya aku ia paham bahwa aku keberatan dengan pernyataan tersebut.
"Kenapa kamu diam saja, Ainin? Oh ya sepertinya kita harus mempercepat hari pernikahan. Kemarin aku sudah bincangkan ini dengan Ayahmu dan beliau tidak keberatan,"sambung lelaki itu.
"Hm ... "aku hanya berdehem pelan menjawab tanyanya.
"Dan satu hal lagi yang mesti kamu ingat, hati-hati dengan Farid karena bisa jadi dia punya niat buruk terhadapmu. Buktinya kemarin kamu dibawanya ke hutan yang sepi dan berbahaya itu,"tuduh Zairin.
Ini sudah keterlaluan, kecurigaan yang berlebihan. Sungguh aku merasa tidak nyaman. Apakah rencana pernikahan ini layak diteruskan. Tiba-tiba sejumput keraguan menyerang pikiranku. Aku harus melakukan sesuatu. Bagiku ini bukanlah bentuk kecemburuan semata. Tetapi posesif yang salah kaprah. Seolah-olah ingin memberi perlindungan tetapi malah terlihat menyeramkan.
"Apa tidak terlalu terburu-buru?"kilahku cepat.
"Bukankah sesuatu yang baik itu harus disegerakan,"dalih lelaki itu lagi.
"Kita belum mengenal satu sama lain, beri ruang untuk saling menjajagi. Agar lebih mudah untuk mengarungi kehidupan setelah menikah,"tukasku.
"Keakraban yang terjalin setelah menikah itu akan jauh lebih indah, percayalah!"tegas Zairin.
"Aku tidak setuju, lagipula aku harus menyelesaikan kuliah dulu sebelum melangkah ke jenjang pernikahan,"ujarku berusaha mempertahankan pendapat.
"Tidak, saya tetap ingin pelaksanaan pernikahan kita dipercepat dari waktu yang sudah disepakati, ini untuk kebaikanmu juga. Sebelum segala sesuatunya menjadi hancur. Dirimu harus terjaga dari keberingasan tangan-tangan durjana yang ingin merusakmu,"sergah Zairin dengan tegas.
Sontak aku terperangah dengan ucapan yang terlontar dari mulutnya. Perasaan was-was dan kecemasan tiba-tiba menyergap batinku. Tergamak hatiku untuk meneruskan rencana pernikahan ini.
YOU ARE READING
ELUSIF
Mystery / ThrillerAinin Shofia,gadis 22 tahun mendamba cinta sejati dalam hidupnya tersekat oleh perjodohan dengan seseorang yang sakit jiwanya. Kemudian malah menjadi korban penculikan oleh buronan polisi, di luar kendali ia terlibat secara emosi dan berniat mengung...