Farid Sempat Dipenjara

107 13 0
                                    

Selepas makan siang dengan menu asam pedas ikan, yakni masakan berbahan dasar ikan yang diolah dengan beraneka bumbu. Perpaduan rasa pedas dari cabe dengan rasa asam buah belimbing wuluh memberikan sensasi aroma yang nikmat. Terluah sudah kerinduan yang berkelumun di lubuk hati selama dalam sekapan si penculik tampan. Ah sekilas melintas bayang lelaki yang sempat berahta di benakku sesaat. Sedang apa ia di pulau itu saat ini? Kutepis cepat rindu yang berkelebat. Usai sudah kisah sesaat.

"Ainin, sekarang kamu ceritakan, nak! Apa yang terjadi pada dirimu selama tigapuluh hari yang telah berlalu. Siapa yang menculikmu? Di mana kamu berada selama ini?"cecar ayah dengan beruntun.

"Wah Ayah segitunya! Kepo tingkat master nih!"candaku sembari tertawa. Aku sengaja mengalihkan rasa ingin tahu ayah.

Sejujurnya, aku belum siap menceritakan kisah yang sebenarnya terjadi. Walaupun ini adalah murni kasus penculikan, yang seharusnya dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Namun jauh di sudut hatiku, tak ingin Adam dikenai hukuman jika ku ceritakan hal yang sesungguhnya. Kucoba mengulur waktu agar ayah melupakan rasa ingin tahunya.

"Oh ya Yah! Apakah selama Ain pergi semua di sini baik-baik saja?" Sengaja kutekankan kata pergi untuk menutupi kesan penculikan.

"Oh ya Ain, kamu tahu ... Farid sempat menjadi tersangka penculikanmu lho. Hingga ia mendekam di balik jeruji besi." Ibu yang sedang mencuci piring tiba-tiba bersuara. Aku tersentak mendengarnya.

"Apa? Farid di penjara? Sekarang gimana keadaannya Bu? Ayah, kenapa begitu, Yah?" Aku mengguncang-guncang bahu ayah.

"Terjadi kesalahpahaman, Zairin membuat laporan atas kehilanganmu dan kemudian polisi mencurigai Farid. Atas dasar percakapan kalian di whatsapp sebelum kamu hilang," terang ayah.

Mendengar penjelasan ayah, membuat kegeramanku menjadi-jadi. Ini pasti ulah Zairin. Apa maunya lelaki itu, bisa-bisanya ia menuduh Farid menculikku. Mana mungkin sahabatku itu mau menculikku. Melihatku menangis saja ia tak rela.

"Hanya tiga hari ... kemudian Farid dibebaskan karena tidak terbukti melakukan penculikan atas diri kamu," tukas ibu.

"Ya terang saja tidak akan terbukti, sebab memang Farid tidak bersalah, kasihan Farid ya, Bu. Apalagi Mak Cik Halimah, pasti ia sedih sekali Farid dituduh seperti itu," Aku melangkah ke arah jendela dan membayangkan saat itu terjadi. Sejurus kemudian, aku bergerak menuju pintu keluar.

"Ayah, Ibu ... Ain pergi sebentar ya!"pamitku pada ayah dan ibu.

"Eh, Ain! Kamu mau kemana? Kita belum selesai bicara, kami belum mendengar ceritamu!"sahut ayah.

"Nanti saja Yah! Ain mau ketemu Farid dulu, Ain pergi ya Yah. Assalamualaikum" ucapku sambil menuruni tangga dan meraih sepeda yang tersandar di tiang rumah.

"Hati-hati Ain, Waalaikumussalam," sahut ayah.

Segera kukayuh kencang sepeda kesayanganku ini. Tak sempat kutanyakan bagaimana sepeda ini bisa kembali ada di rumah, bukankah ketika aku diculik, sepeda ini tertinggal di tepi sungai. Mungkin ayah dan warga yang mencariku menemukannya di sana. Tak lama setelah memacu sepeda di jalanan perkampungan yang tampak sepi, aku pun tiba di rumah Mak Cik Halimah.

"Assalamualaikum,"Aku mengucap salam sembari meletakkan sepeda di halaman rumah ini yang tak begitu luas.

"Waalaikumussalam," jawab ibunya Farid sambil melongokkan kepala dibalik pintu.

"Mak Cik!"seruku pada perempuan itu.

"Ain! Benarkah itu kamu?" Tergesa perempuan itu menuruni anak tangga dan memghampiriku. Kemudian kami berpelukan erat sambil terisak. Lalu kulihat Farid berdiri di depan pintu.

"Ain! Kau sudah kembali." Sahabat kecilku segera mendekatiku dan tersenyum tampak gembira.

"Farid ... aku sudah mendengar dari Ayah dan Ibu, bahwa kemarin kau sempat dituduh oleh Zairin, telah menculikku. Maafkan kami ya, Mak Cik." Aku berucap sembari menggenggam tangan Mak Cik Halimah.

"Sudahlah Ain, tidak apa-apa! Sekarang kamu sudah kembali dan terlihat baik-baik saja. Itu jauh lebih penting," ujar Mak Cik Halimah.

ELUSIFWhere stories live. Discover now