Pembunuh itu ...!

131 14 0
                                    

Adam mengayunkan langkahnya ke bibir pantai. Kuikuti jejak kakinya sembari menghidu bayu yang semilir meriapkan rambut panjangku. Ia menyamai langkahku dan menyejajarkan tubuhnya. Kudengar ia mendengkus agak berat, mungkin terbawa dengan suasana hatinya. Hanyut dalam kenangan masa lalu bersama sang kekasih.

"Aku benar-benar menyesal kenapa tidak bersikeras menolak keinginannya ... andai saja ku tahu apa akibat dari rencana itu,"desah Adam.

"Jadi ... kau dan Naya melarikan diri?"tanyaku tegas.

"Ya ...! Itu adalah kesalahan terbesar yang aku lakukan. Sebelum kami bersiap untuk melarikan diri, ia kubawa ke tempat tinggalku. Aku menyewa sebuah apartemen kecil tidak jauh dari tempat aku bekerja. Malam sudah mulai larut ketika kami sampai di apartemenku,"ujar Adam lirih.

Suaranya mulai terdengar agak serak. Aku hanya diam mendengarkan ia melanjutkan ceritanya.

"Jangan berpikir yang bukan-bukan," serunya seraya menatap wajahku.

"Ceritakan sajalah ... aku siap mendengarkan,"tukasku tersenyum penuh arti.

"Mungkin kau berpikir aku akan mencumbu gadis belia itu karena malam itu hanya ada aku dan dia. Tetapi tidak! Aku tulus menyayanginya. Meskipun ia telah memasrahkan raganya namun aku berupaya untuk tetap menjaga kesuciannya,"sambung Adam lagi.

Ia terdiam sejenak, netranya menerawang menatap ombak yang saling berkejaran.

"Jelang dini hari aku dikejutkan oleh suara gedoran pintu bertalu-talu. Sontak aku bangkit dari sofa tempat aku terbaring. Sementara Naya masih berada did alam kamar,"ucap Adam.

"Siapa yang datang?"tanyaku antusias.

"Bergegas aku buka pintu sebab suara gedoran itu semakin keras, khawatir akan membangunkan seluruh penghuni apartemen di lantai ini," Lelaki itu melanjutkan kisahnya.

Aku semakin tidak sabar ingin mengetahui siapa tamu yang datang itu. Kulihat Adam kembali terdiam dan memperbaiki duduknya.

"Kau tahu siapa yang datang? Abang kandung Naya. Begitu pintu terbuka ia menerobos masuk dan langsung menyerangku bertubi-tubi. Kami sempat baku hantam, tapi aku kewalahan dan tergeletak tak berdaya ketika sebilah kayu yang dibawanya menghantam kepalaku,"ujar Adam lagi.

Emosiku ikut teraduk dalam kisahnya, membayangkan kepanikan yang terjadi malam itu di apartemen Adam.

"Lalu apa yang terjadi selanjutnya?"tanyaku lagi.

"Lelaki itu mendobrak pintu kamar di mana Naya bersembunyi, aku hanya bisa berteriak agar Naya tidak disakiti. Tetapi lelaki saudara kandung Naya tak memperdulikan teriakanku. Ketika pintu berhasil dibuka, ia pun masuk dan menyeret Naya keluar kamar. Lalu kau tahu apa yang terjadi?"ujar Adam sambil menatapku.

Aku menggelengkan kepala. Kulihat Adam menarik kasar rambutnya dan mendengkus keras. Ia terlihat gusar. Aku menanti lanjutan kata-katanya. Namun ia masih terdiam dan malah berlari ke arah pantai. Kemudian ia berteriak kencang seolah ingin memecahkan gumpalan sesal di hatinya. Sebagian tubuhnya basah di empas ombak. Aku tak dapat berbuat apa-apa, hanya termangu memperhatikan sikapnya. Sejenak kemudian ia pun beranjak kembali duduk di batu karang di hadapanku.

"Dalam kondisi tubuh yang payah dan nyaris tak sadarkan diri aku melihat lelaki itu merenggut kasar rambut Naya dan ... kudengar samar lelaki itu berkata,'kau dan gadis ini telah bermaksiat, pezina dan pendosa harus diselamatkan agar tidak lagi berbuat dosa' tanpa sempat aku menghalangi pisau lipat dalam genggamannya telah merobek leher putih Naya, kekasihku itu jatuh tersungkur tepat di sisiku. Aku terperanjat tak mampu berbuat apa-apa. Kejadian itu terjadi begitu cepat, sementara tubuhku kian tak berdaya,"isak Adam mengiringi kisahnya.

Aku pun larut dalam ceritanya dan tanpa sadar menitik kristal bening dari netraku. Dapat kubayangkan betapa hancurnya perasaan Adam yang menyaksikan kekasihnya dibunuh didepan matanya sendiri. Hanya aku tak habis pikir setan apa yang merasuki abang kandung Naya sehingga tega melenyapkan nyawa adiknya.

ELUSIFWhere stories live. Discover now