Permohonan mati

244 25 5
                                    

"Akhirnya Belle masuk sekolah juga" Teriak Nina dengan suara cemprengnya, berlari menerjang tubuh Belle yang hanya menatapnya datar.

"Nina kangen tau nggak sih." ucapnya dengan riang.

"Apaan sih lo, jauh-jauh ah.." usir Belle tetap dengan wajah datarnya.

"Yah, Belle jahat banget sama sahabat sendiri"

Sahabat?

Ia tak habis pikir dengan jalan pikir perempuan di depannya, Nina ya? Nina terlalu terang untuk dirinya yang gelap. ia sangat tak pantas untuk di jadikan sahabat bahkan teman. ia terlalu buruk. tapi kenapa? kenapa rasanya ada sedikit kebahagiaan yang melingkupi hati hitamnya ketika Nina menerima mnya menjadi sahabat, tidak ini salah.

"Gue bukan sahabat lo, jangan mimpi" ucap Belle memalingkan wajahnya kedepan tak ingin memandang wajah cerah milik Nina.

Nina terdiam.

"Pergi"

"Tap–"

"Pergi!"

"Bel dengerin ak–"

"PERGI! LO TULI HAH!" Bentak Belle hampir histeris, ini yang ia takutkan. emosinya benar benar sulit terkontrol ketika sedang marah.

Nina tersentak mendengar bentakan dari Belle, ini pertama kalinya ia di bentak oleh seseorang, matanya yang semula cerah kini redup berkaca-kaca.

Mereka tak sadar semua orang di kelas mendengar dan memperhatikan mereka, semua siswa siswi mengolok dan menghujat Belle, berkata bahwa Belle tak tahu diri. dan aneh.

"Gila si Belle, songong banget si"

"Uuuu"

"Gak tau diri dasar!!"

"Belom lama sekolah udah ngerusuh aja tu orang!!"

"Cewek aneh caper doang isinya!"

Nina kecewa, padahal niatnya baik, dengan cepat ia menyambar tas di bangku miliknya dan pindah ke bangku yang lain, membiarkan Belle duduk sendirian.

Belle hanya diam mencoba menulikan telinganya ketika ia di soraki oleh murid di kelasnya.

Ia tak bermaksut membentak Nina. itu diluar kendalinya, ia mulai makin membenci dirinya sendiri.

Benar kata orang, dirinya tak tahu diri.

Tanpa sadar air matanya mengalir dengan cepat Belle mengahapusnya, ia menggigit bibirnya kuat. tenggorokannya terasa tercekik akibat menahan tangis yang ingin sekali ia keluarkan, namun tak bisa. matanya memerah, sorot kesedihan yang amat dalam sangat kentara di mata coklatnya.

Apa boleh dirinya berhenti?

Dia begitu penat dengan semua tekanan yang ia tanggung.

Apa ia sudah di izinkan mati?

Tak ada gunanya pula ia hidup.

Tak ada yang mengharapkan nya bukan?

Apa ia benar-benar harus mati?

Mati Mati Mati Mati

Kepala Belle bagai di koyak, pemikirannya mulai tak terkontrol, isi kepalanya terkocok hebat menyuruhnya untuk memilih jalan mati, kepalanya bagai diporak poranda dengan hebat.

Keringat membasahi badan Belle yang mencoba menguasi dirinya kembali, nafasnya tersendat sendat. sakit, ia tak tahan.

Belle langsung berlari kencang dengan badan gemetaran menuju atap sekolah yang tak berpenghuni, ya. ia bisa membunuh dirinya sendiri disana.

Depresi yang memuakkan, ia tak bisa mengendalikan pikiran dan tubuhnya dengan benar.

Tepat di atas sana, Belle menangis terisak isak memukuli kepalanya sendiri, ia terus menggigit bibir bawahnya yang sudah lecet bahkan berdarah.

Belle terduduk sambil terus manangis terisak. tubuhnya tremor, gemetar yang semakin menjadi jadi, seragamnya lusuh tak berbentuk, Belle mulai berhenti menggigit bibir bawahnya, ia menangis kencang terisak-isak pilu penuh kepedihan.

"AKKHHH!!!"

Ia tak punya apapun atau siapapun untuk membuatnya bertahan hidup lebih lama di dunia, ia harus mati.

Belle merangkak keujung atap, ia terlalu tak berdaya hanya untuk sekedar berdiri, ia memaksa kan kakinya untuk menaiki pagar pembatas.

Bibirnya terus terisak, Belle mulai menutup matanya, mengatur nafasnya yang tersendat-sendat. ia siap, Belle meloncat tanpa ragu dan..

hap!

dapat.

Belle merasa seperti melayang, namun kenapa ia belum jatuh?

Saat membuka matanya dan mendongak, tatapan mereka bertemu, Gio.

Dengan enteng Gio menarik tubuh Belle dan menghempaskan nya ke lantai ubin tersebut dengan kasar, membuat Belle meringis.

Bahkan dengan tega Gio menendang kedua kaki Belle dengan kasar, Belle berteriak kesakitan.

"LO GILA HAH?!" Bentak Gio.

"YA, LO TAU GUE EMANG GILA!" Teriak Belle nyaring merasa frustasi, kenapa ia belum mati?!

Belle terus terisak tak berdaya, kenapa Tuhan tak pernah memberikannya kebahagiaan? apa ia anak yang nakal? ia hanya ingin bahagia kenapa begitu sulit Tuhan mengabulkan permintaannya.

Ada yang aneh pada diri Gio.

Entah kenapa seperti ada yang meremas jantungnya kuat melihat betapa putus asa nya perempuan yang kerap ia kasari, hatinya tersentil ketika menatap bola mata penuh kepedihan itu.

"GUE CUMA PENGEN MATI, KENAPA LO GAK NGEBIARIN ITU HAH!! SALAH GUE APA?!" Teriaknya dengan suara yang serak sambil terus memukul dadanya sendiri dengan membabi buta.

Gio tak kuat melihat pemandangan ini, Dengan sekali sentakan Gio mencekal tangan Belle kuat dan membawanya pergi dari sana. Belle yang tak siap terseret-seret, ia tak kuat melangkah, Gio yang tak peduli itu ia terus menggeret tubuh ringkih tersebut dengan kasar.

Membawa masuk kesebuah ruangan yang entah dimana, Belle tak pernah tahu ruangan ini sebelumnya, dengan kasar Gio mendudukan Belle disalah satu sofa disana.

Tanpa berkata kata ia merobek seragam lusuh yang dipakai oleh Belle, memperlihat kan bra hitam polos yang sangat kontras dengan kulit putih pucatnya, bekas kebiruan tampak sangat jelas di sana.

Mata tajam Gio tertuju kearah pundak mungil itu, ada tatto baru disana.

Burung?

Lupakan soal tatto.

Gio mengambil salep disebuah laci dan mengolesnya di dada Belle yang membiru dengan hati-hati.

"Kali ini aja, tolong izinin gue mati. pliss.." suaranya benar-benar lirih.

Gio mendongak menatap mata penuh permohonan itu, hatinya benar-benar ngilu.

"Lo gak akan mati secepet itu" jawab Gio mempertahankan mimik wajah dinginnya.

"Sekali ini aja, gue mohon.." suara seraknya berkata dengan pelan.

Gio tak menjawab ia memeluk tubuh hampir telanjang milik Belle dengan erat, badan Belle bergetar akibat tangis yang kembali keluar. Gio mengelus punggung telanjang Belle dengan lembut, bahkan tak segan Gio mencium puncak kepala Belle dengan sayang. sangat berbanding balik dengan apa yang ia lakukan tadi.

"Gue benci liat lo bahagia, tapi gue juga benci liat lo menderita.."

"Jangan mati"

______________________________

Staytuned.
tinggalkan jejak!
sider minggat!

Pathetic18+ (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang