Tokk tokk!
Ketukan pintu itu membuat Belle yang sedang sarapan terusik. ia memilih mengabaikan, namun ketukan di luar makin mengeras membuat Belle jengkel, siapa sepagi ini yang berani menganggunya.
Dengan langkah kesal, Belle berjalan menuju pintu. dan, saat terbuka menampil kan wajah seseorang yang sangat amat ia hindari.
Papanya.
Belle yang tak ingin melihat wajah itu, berusaha menutup pintu apartemen nya kembali, namun di tahan oleh kedua tangan milik Papanya.
"Belle dengerin Papa dulu.."
Belle memberi sorot wajah tak suka dengan terang terangan, "Mau apa Papa kesini?!"
"Izinin Papa masuk sayang.." mohon Putra berharap putrinya mau mengizinkan nya masuk.
"Tempat tinggal ku terlalu menjijikan buat orang penting kayak Papa, lebih baik Papa pergi sekarang juga!" jawab Belle dengan nada benci yang sangat kentara.
"Untuk kali ini saja.." mata itu menyiratkan permohonan, untuk pertama kalinya. Papanya memohon sesuatu yang sebenarnya bisa dengan sangat mudah ia lakukan.
Belle mendengus kasar, "Masuk!"
Putra tersenyum mendengar itu.
Saat Putra masuk, matanya di suguhkan oleh beberapa foto Belle yang tertempel di dinding dengan rapih, benar-benar tak ada foto Keluarga atau temannya. Putra tersenyum kecut, menyadari betapa sendiriannya putrinya selama ini.
"Kamu sedang sarapan?" tanya Putra berusaha mencairkan suasana, yang hanya di balas oleh keterdiaman.
"Bagaimana kabar kamu?"
"Baik"
"Lalu?"
"Apa?"
"A-apa kamu tidak merindukan Papah sama Mama?" tanya Putra memancing.
"Jangan mimpi, gak akan ada perasaan rindu untuk kalian." jawaban telak itu membuat Putra bungkam, Belle berusaha menata hatinya kembali, setelah apa yang ia ucapkan. ia tak dapat menyangkal dia sangat amat rindu kedua orang tua nya, keadaan yang membuatnya merumit.
Dia terlalu malu untuk mengaku.
"Kamu masih deket sama nak Gio?" tanya Putra hati-hati.
Belle mendongak menatap Papanya, sorot mata yang dingin itu menunjukan betapa tak sukanya ia, "Gio punya Belle! Bukan punya Gita atau yang lainnya!"
"Oke lupakan masalah itu, Ngomong ngomong Gita sebentar lagi akan balik dari Jerman, dia mengikuti pertukaran pelajar disana, itu sebabnya kamu tidak bertemu kakakmu. dia hebatkan?" tanpa sadar apa yang Putra ucapkan, justru menoreh rasa cemburu sekaligus luka di hati Belle.
Gita, Gita, dan Gita. selalu Gita.
"Maksut Papa apa? aku kurang membanggakan?!"
Putra tersentak mendengar pertanyaan itu, ia merutuki mulutnya yang asal bicara, seharusnya dia menjaga perasaan putrinya.
"Papa nyindir aku eh?" dengan sinis Belle bertanya, wajah pucatnya memerah.
"Sayang, Papa gak bermaksu-"
"KELUAR!"
"Sayang dengerin Pap-"
"BELLE BILANG KELUAR!" Teriak Belle melengking.
Putra tertunduk merasa bersalah, bukan memperbaiki keadaan, dia justru memperburuk semua nya.
Saat di depan pintu, sebelum benar benar pergi, Putra berucap. "Papa sayang sama kamu, Papa minta maaf atas semua yang udah Papa lakuin ke kamu. Belle tetep putri tercintanya Papa"
Suara lirih itu menggetarkan hati keras Belle, Belle mencoba mengabaikan rasa rindu yang kembali datang. Belle ingin memeluk sosok itu, Belle rindu suara itu.
Pembohong! batin Belle mencoba menyangkal.
Dia benci pembohong.
**
Kini Belle dan Nina tengah berada di perpustakaan sekolah, Belle menemani Nina yang tengah membaca sebuah novel Romance yang katanya buku Romance terbaik yang Nina baca. untuk hari ini, sebisa mungkin Belle menghidar bertemu dengan Gio.
"Kamu deket ya sama Gio?" tanya Nina sedikit berbisik, pertanyaan itu lantas membuat Belle menoleh.
Belle tersenyum ragu, lalu mengangguk. dia ingin berbagi dengan sahabatnya kali ini.
Reisya meraih pundak Belle, "Jauhin kak Gio Bel, aku gak mau kamu sakit hati nanti.."
Dahi Belle mengernyit bingung, tak habis pikir dengan apa yang di ucapkan Nina,
"Kenapa?"
Nina menghembuskan nafas dengan kasar.
"Selain kasar. Gio itu biangnya masalah, sama kayak Lian. tapi semuanya berubah, Kak Gio mulai terkontrol semenjak deket sama salah satu siswi disini. aku gak tau hubungan mereka apa, tapi semua orang disini tau, kak Gio sayang banget sama perempuan itu.." papar Nina mencoba membuat sahabatnya ini mengerti.
Belle diam mencoba mencerna semua yang di katakan Reisya, tangannya terkepal kuat hingga memutih. kenapa ia baru menyadari ini, kenapa setelah ia jatuh hati kepada lelaki sialan itu.
Apakah dia harus percaya?
Nina mengerti apa yang Belle rasakan, ia tak ingin sahabatnya sampai sakit hati nanti.
"Sebentar lagi kamu akan tau siapa perempuan itu, aku sebagai sahabat kamu gak akan pernah terima kamu di sakitin nantinya. aku gak mau kamu kecewa Bel.."
Tanpa menjawab apapun, Belle pergi dari sana dengan mencoba sekuat tenaga menahan emosinya. dengan langkah cepat Belle menuju toilet, ia butuh pelampiasan kali ini.
Darahnya mendidih, Gio berani membohonginya.
Tidak akan ada mengalah lagi kali ini pikirnya.
Gio memang sialan.
_________________________
Staytuned.
tinggalkan jejak!
sider minggat!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pathetic18+ (REVISI)
Teen FictionRank #1 Pathetic in 11 November 2019 Belle yang mempunyai penyakit mental, dan suka menyakiti dirinya sendiri untuk mendapatkan kepuasan. justru berurusan dengan lelaki berjiwa 'psyco' yang gemar menyakiti siapapun, Alle dan Gio. sepasang sahabat gi...