lima

445 69 31
                                    

⚠⚠ WARN : SHORT CHAPPIE becos deel mager ⚠⚠

.

.

Herma melengos mendengar keributan di dalam bangunan tak begitu luas tapi sepertinya nyaman itu. Lengosannya tambah panjang ketika tiba-tiba dia melihat temannya keluar dari pintu belakang, lalu menghilang. Sambil menyeruput kopinya yang tinggal sedikit, Herma menikmati pahit yang diberikan cairan itu. Setidaknya pahit di lidahnya menemani pahit yang mengarak di hatinya. Jadi tidak timpang. Hah, menggelikan.

Dari tempatnya duduk, dia melihat mahasiswa-mahasiswa di dalam keluar satu per satu. Mereka saling canda dan tertawa bersama, ekspresi mereka cerah seolah topan yang baru saja melanda tak pernah ada. Dan melihat hal ini entah bagaimana membuat Herma ... iri.

Dia juga ingin menganggap realita bila orang yang selama ini dia cinta telah pergi dengan yang lainnya ... juga bukan persoalan besar.

Andai hati bisa dibohongi, ya?

Mencoba memasang tampang Ima-okay karena yang ada di sini juga tak ada yang dia kenal, Herma terus saja menenggak kopi di sampingnya. Facadenya begitu sempurna, bahkan kakak-kakak yang menyapanya juga tak tahu seberapa lukanya sebelum tiba-tiba ada lelaki berambut cepak yang berdiri di depannya, menghalangi lampu menyinarinya dengan dua alis terangkat.

"Lu kusut amat," kata lelaki itu enteng sebelum duduk di sampingnya tanpa permisi dan mulai mengaduk wedang jahe instannya. Sedetik setelah duduk, orang ini mulet—meregangkan badan—sambil melenguh 'eeeengggh!' yang entah bagaimana langsung membuat roma Herma meremang, tubuhnya menegang.

Anjing! Eksotis banget!

Tentu dewi author tak sebaik itu untuk membuat Andre luput memperhatikan bahu Herma yang tegang. Lelaki berambut cepak dengan netra gelap itu mengerutkan kening, lalu tanya menyapa, "nape lu?" yang tentu saja membuat tanpa sadar, Herma geser badan sedikit; satu senti ke kanan. Sembari menyembunyikan muka, Herma menjawab, "nggak apa bang. Cuma dingin aja. Kota Em dingin ternyata."

Andre mengangguk, membenarkan hal itu. Kota Em emang dingin, tapi sekarang sudah tak sedingin dulu. Namun meski begitu ... bocah ini kan pendatang ya ...

Menghela napas, Andre berdiri dan melengkungkan tubuhnya, melepas sweater yang dia pakai, lalu dengan santai dia melemparkan sweater rajut yang cukup tebal itu ke muka Herma. "Pake. Terus habis ini lu ikut gua. Nggak usah mikir Sean gimana, dia sudah lupa dunia," kata Andre sambil menenggak jahe yang dia seduh.

Ucapan Andre ini tentu mengejutkan Herma. Dia menolehkan kepala dengan kening mengerut, "ikut lu kemana, bang?" tak paham apa maksud teman mahasiswa kecengan mantan gebetannya.

"Ke kos gue lah. Lu mau jadi gelandangan? Atau udah pesen penginapan?"

Balasan Andre ini membuat Herma menepuk jidatnya sendiri. Iya, ya. Dia lupa memikirkan tentang penginapan! Tak mungkin juga dia tidur di pom bensin beberapa hari berturut-turut, kan? Kalau Sean mah udah pasti numpang di rumah atau kosan Hesa, tahu diri, dia tak mungkin ikut numpang juga. Bisa-bisa dia mengganggu adegan ranjang mereka!

"Oke deh bang! Bawa gue ke kosan lu!" sahut Herma cepat sambil menunjukkan jempol. Cengiran melengkung di bibirnya. Yang hanya dibalas dengan gumaman, "oke sip," oleh Andre sebelum pria itu berdiri, membawa gelas kopinya ke dalam himpunan bersama dengan gelas jahenya sendiri.

Saat mereka bersiap pergi, selepas Herma memakai sweater pemberian Andre dan turun dari tangga menuju bangunan himpunan yang lebih tinggi dari tanah, Herma berhenti. Dia menoleh ke kiri, ke arah pintu belakang himpunan ini.

Dari sini ... agak di sana, di bawah jajaran pohon taman yang berada tepat di belakang himpunan dan hanya berpenerangkan lampu taman yang temaram, dia bisa melihat Sean. Bocah itu lagi tertawa sambil memegang pipi Hesa yang sedang membuang muka entah kenapa. Posisinya, Hesa duduk di bangku taman dan Sean berdiri.

Berdiri ... sambil sedikit menyondongkan badan.

Tak kuat dengan pemandangan itu, Herma memalingkan kepala. Tanpa sadar, dia menggigit bibirnya dan mencengkeram tali ranselnya kuat-kuat, sebelum perlahan ... dia bergerak ke kanan ... ke arah Andre yang telah berjalan mendahuluinya.

Tapi sial! Namanya juga crush pertama dan yang paling lama ya ... Herma tak kuasa untuk menolak keinginan kembali menengok.

Dan apa yang dia lihat membuat hatinya hancur lebur dalam beberapa detik. Dia tak tahu kenapa, apa yang terjadi, yang jelas Sean menarik Hesa hingga berdiri dan saat pemuda itu sedikit oleng karena terkejut, dia mengecup pipinya.

Seketika Herma lupa bernapas.

Seketika dunianya serasa berhenti berputar.

Dan pelan ... seiring mata memanas dan air mata berusaha menjebol pertahanan sempurnanya ... tubuhnya bergetar.

"S-sean ..." panggilnya tanpa sadar dengan tangan terangkat seperti ingin meraih. Meraih ... dia yang tak bisa teraih.

Sebelum tiba-tiba semua gelap.

Bukan ... bukan gelap ...

Ada seseorang menutup pandangannya. Ada tangan besar menutup matanya.

"Kalau sakit nggak usah dilihat," suara Andre menyapa gendang Herma, sebelum pelan dia merasa pemilik jemari besar ini menariknya dan membenamkan mukanya di dada bidang. Dan berikutnya suara ngebass kakak mahasiswa ini kembali terdengar, lembut dia berkata, "kalau nggak ikhlas, jangan dilihat sampai kamu ikhlas. Lihat yang lain saja. Lihat yang bisa membuatmu bahagia bukan yang membuatmu terluka ..." suara yang entah bagaimana di telinga Herma terdengar sedikit sumbang.

"B-bang ..."

"Biar mereka bahagia, ok? Biarkan mereka bahagia ... walau bukan kita yang membahagiakan mereka ... biarkan mereka ..." bisik Andre lagi, yang bagi Herma terdengar sebagai nasihat pada dirinya sendiri bukan nasihat yang diarahkan untuknya. Namun tak lama, Andre melepaskan pelukannya. Dua manusia ini kemudian bersitatap.

Herma berani bersumpah dia melihat luka di netra gelap lelaki setinggi 177 cm itu. Dan senyum yang tersungging kini tak menyentuh matanya! Semua dipaksakan!

Hanya saja sebelum Herma bisa bertanya, Andre meraih belakang kepalanya dan mengajaknya melanjutkan perjalanan.

"Kalau kau sudah dewasa nanti ... kau akan tahu seni berpura-pura bahagia agar orang yang kau cinta bahagia. Kau akan jadi masternya, serius!" kata Andre berikutnya seiring menepuk belakang kepala Andre. "Dan jika kau sudah menjadi masternya ... ingat ini, oke"-jeda terjadi, Andre berhenti dan memandang Herma dalam-"kau tidak sendiri. Bukan hanya kau yang bisa berpura-pura," senyum merekah di wajah Andre.

"Tapi percayalah, Tuhan tak akan menyiksa hambanya terlalu lama. Ada dia ... yang entah siapa ... akan membuatmu lebih bahagia," lanjut pria berbahu lebar itu sebelum berbalik dan berjalan mendahului.

Di saat ini lah Herma tahu satu hal.

Orang di depannya juga sama.

Orang ini sama ...

Orang ini pun ... mencintai orang yang tak pernah mencintainya.

Namun bukankah orang ini terus berada di sisi orang itu hingga dia bisa menerima dirinya sendiri dan menemukan kebahagiaannya?

Sebuah tawa meluncur dari bibir Herma, membuat Andre menoleh dengan alis mengerut.

"Wow bang, gue nggak tahu lu masochist juga," ejek Herma sambil mendekati Andre. Yang mana ejekan ini membuat Andre merona dan spontan menggetok kepala Herma. "Bukan maso, aku hanya tahu ... aku disuruh Tuhan menjaganya sampai dia menemukan jodohnya. Lumayan lah, setidaknya bisa menjadi tempatnya bersandar ... "

"Tapi habis ini kapal yang selalu bersandar padamu berlabuh loh ..."

Andre tertawa, "biarlah. Nanti juga ada kapal lain yang bersandar, dan lebih lama ..."

.

.

[tbc]

[setiap weekend nggak ada update gaes!]

BL : URAKANWhere stories live. Discover now