enam

440 57 17
                                    

Tanda-tanda orang mau mati apa ya? Wajah memerah, hati jedum jedum jedum kagak karuan, napas sedikit sesak … apakah itu tanda malaikat penjabut nyawa sudah menuliskan nama calon korban di death note? Kalau memang benar begitu … Sean yakin dia mau mati habis ini!

Habis … habis … HABIS SEAN SEKARANG ADA DI KAMARNYA KAK HESA, BUJANK!!!

D-dan kak Hesanya lagi … lagi … LAGI MANDI!! Dia bisa dengar shower di kamar mandi yang terletak di kanan pintu masuk itu! PARAHNYA, dia bisa membayangkan juga jika kakak gans itu sedang berada di bawah guyuran air, tanpa busana dan tengah menengadah, membiarkan bulir-bulir air menerapa wajahnya dan membasahi rambut ikalnya. Lalu bulir air itu turun ke leher yang jenjang, turun meliuki dada yang bidang dan turun lagi … turun lagi ke selang—AAAAAAAAA!!! SEAN NAPSU MAMAK! SEAN NAPSU!!!

Tak kuasa dengan bayangannya sendiri, Sean yang dari tadi duduk di atas ranjang spontan membenamkan kepalanya ke bantal Hesa tanpa permisi, lalu memeluk benda empuk itu kuat sambil mengentak-hentakkan kaki di spring bed single size. Mukanya merah merona sampai tengkuk, dan makin memerah begitu dia bisa mencium wangi bantal di pelukannya ini begitu mirip dengan aroma Hesa. Seketika dia membayangkan tengah merengkuh lelaki itu dan menindihnya. Menindih Hesa yang berkeringat dan melenguh keenak—

“Sen, kamu nggak mandi?”

“HUWAAAA!!!”

Sean berseru dengan sangat kencang bahkan sampai terlonjak dari posisi tengkurapnya dan langsung bergulung hingga jatuh dari ranjang saat sebuah tangan menepuk bahunya. Orang di belakangnya yang tak menyangka adanya reaksi jeritan seperti ini pun ikut terlonjak, dia sampai sedikit melengkah mundur dengan mata membelalak.

Secepat keterkejutan menampar, secepat itu Hesa menyadari apa yang terjadi. Dua alisnya terangkat ke atas dan pandangan menyuratkan ‘heeee … lagi horni ya?’ dia lempar. Pandangan yang langsung dengan baik bisa dibaca oleh Sean dan membuat bocah itu tambah memerah. Di seberang kasur sana, Sean membenamkan wajahnya. Kemaluannya membesar. Kemaluan baik dalam arti harfiah atau emosi.

Dan melihat reaksi lucu ini, Hesa terkekeh. Dia ingin segera ke tempat Sean dan mengusap gemas kepala bocah itu sebenarnya, tapi dia urungkan niatnya. Karena daripada dia capek memutar, lebih baik dia telungkup melintang di kasur dan menempatkan diri tepat di depan Sean sambil menyangga kepala dengan tangan.

Penuh kesadaran, Hesa tahu apa yang dia lakukan. Dia pun sadar betul jika dia tengah menggunakan kaos yang kalau dia menunduk, malu-malu dadanya  terpampang. Dia juga tak lupa kalau dia baru saja keramas, air di rambut masih menetes, berikan efek bulir-bulir menggoda di lehernya yang jenjang. Tapi justru di situ poinnya. Dia sadar penuh dan dia ingin menggoda.

“Kenapa kamu, Sen? Sakit ta?” katanya seraya mengulurkan tangan kiri, meraih puncak kepala Sean. Dia memasang tampang datar dengan dua alis naik ke atas, sok khawatir pakai banget. Tapi di dalamnya, dia jumpalitan. Karena apa? Karena reaksi wajah Sean tak terduga! Kulitnya yang memang sedikit tan, sempurna memerah! Lalu mulutnya! Mulutnya terbuka tertutup layaknya koi bernapas! Terus manik biru gelapnya sedikit membola, tapi lurus menatap sesuatu di dalam kaos longgar Hesa.

Menatap … punting susu.

“Sen?” Hesa membawa dirinya duduk di atas ranjang, tangannya masih di wajah Sean. Kemudian dia membungkuk, menangkup kepala Sean. Dua alisnya tertaut seperti orang yang tengah menginspeksi ada apa gerangan pada Sean. Dan kau tahu? ASDFGHJKL!!! SEAN RASANYA MAU MIMISAAAN! JANTUNGNYA RASANYA MAU BERHENTI! TOLONG! TOLONG CABUT NYAWA SEAN SAJA SEKARANG SEBELUM DIA HAP! MENERKAAAM! Tapi tentu Sean tak mengatakan hal ini, dia bahkan lupa kalau dia punya kemampuan bicara. Yang dia bisa hanya memandang … memandang kakak mahasiswa di depannya dengan penuh napsu.

“Sen … Kamu kenapa tegang?” tanya Hesa polos yang seketika membuat Sean merasa disambar petir. Dia spontan menunduk dan tetooot, benar saja, di balik celananya ada tonjolan bulat yang ingin dibebaskan! Dan ini membuat Hesa terkekeh.

Menyudahi aktingnya, pria ini merangkak mundur dan berdiri. Dia kemudian memandang Sean penuh makna sebelum bergerak ke almari, mengambil handuk lalu melemparkannya ke arah si remaja.

“Kita belum lama kenal, kau bereskan itu-mu sendiri atau … mau aku bantu bereskan?” tanya Sean kemudian seraya melengkungkan seringai predator yang sekejap, membuat roma di sekujur tubuh Sean berdiri.

Namun menjadi pejuang STM dia, Sean tak gentar dengan aura dominasi yang dia rasakan. Dia berjalan mendekat ke arah Hesa dengan tegas dan detik berikutnya dia kalungkan handuk itu di leher Hesa sebelum dia tarik si pemuda sampai bibir mereka bertemu.

Hesa tersentak dengan aksi mendadak ini. Spontan dia mundur tapi keuhkeuh, Sean terus maju. Bahkan ketika Hesa sedikit menjauh, tangan dedek STM ini spontan bergerak, menahan belakang kepala Hesa sebelum bibir basah kembali bersua. Dan detik berikutnya, menunjukkan keganasannya, Sean memainkan lidah dan gigi. Dengan sensual dia jilat bibir Hesa, meminta izin penetrasi. Namun begitu izin tak kunjung turun, dia gigit lembut daging gempal itu, memaksa lelaki yang lebih tua ini melenguh lalu cepat, lidah menerobos.

Namun Sean yang semula yakin berhasil melakukan dominasi, harus merasakan shock luar biasa ketika tiba-tiba tangan lebar lawan bermainnya menyisir tulang belakangnya … percikkan aliran listrik statis di hatinya sebelum sensual, tangan itu menelusup ke belakang celana Sean.

“Kak tunggu dul—” Sean spontan melepaskan bibirnya, dia ingin protes. Namun sayang, Hesa tak mau menunggu. Sigap dia dorong remaja itu hingga terjengkang di lantai lalu cepat dia injak—dengan sangat perlahan dan dengan gerakan sensual—junior yang menonjol di sana. Lalu dengan tangan bersendekap, Hesa terkekeh, “terlalu cepat 1000 tahun bagimu untuk jadi top-ku, bocah. Sadarlah tempat. Aku lebih mahir di ranjang daripadamu,” sembari melengkungkan seringai mencemooh dengan jemari kaki sedikit memijat bagian itu.

Sean melenguh, meski ada kain yang membatasi kaki kak Hesa dengan adiknya, gerakan pria ini sanggup membuat seluruh bulu roma meremang dan ekstasi mencuat. Dia bahkan mengelijang di lantai hanya karena gerakan itu! Tapi … belum sempat Sean menikmati klimaks, Hesa menghentikan gerakan kakinya. Dia bahkan melenggang pergi dari atas Sean.

Namun berikutnya dia duduk di atas ranjang sambil merentangkan tangan.

“Duduk di atasku sini, kan kuberi kamu pelajaran tambahan caranya menikmati dunia!” kata Hesa tegas, masih sembari menyeringai lebar.

Dan di sini, Sean terpaku. Dia shock melihat sisi lain Hesa yang seperti ini hingga terlalu shocknya dia … dia berjalan menghampiri Hesa tanpa dia sadari. Sesampainya di depan sang Mahasiswa, Sean melihat Hesa menunjuk celananya. Lalu tegas pria itu komandokan perintah, “buka celanamu. Semua!” sambil tersenyum manis.

Layaknya kehilangan logika, Sean menurut. Dia melepas celananya, semua, hingga juniornya terpampang jelas. Berikutnya dengan bergeraknya jemari Hesa yang memintanya mendekat, patuh Sean berjalan ke sana lalu duduk di pangkuan Hesa.

Berikutnya tangan Hesa menyentuh Sean, membawa sepasang tangan kokohnya tuk mengalung di leher jenjang. Lalu telapak besar meraih kepala Sean, menyuruhnya untuk bersandar di bahunya. Sebelum tiba-tiba, tangan yang sama mulai mengocok kejantanan anak remaja ini. Kocokan yang awalnya pelan lalu lama-lama menjadi kencang hingga Sean tak tahu apa selain mengelijang dan mendesah, “aaahhhn! Ahh!! Aaahn!!

Hesa terkikih. Sambil terus menggarap Sean, dia mengecupi remaja itu penuh kasih.

“Mungkin aku gila. Aku tak pernah tidur dengan orang yang baru aku kenal. Tapi denganmu … entah kenapa rasanya pas sekali. Kamu nggak nyantet aku kan, Sean?” bisik Hesa di tengah kegiatannya mencumbui wajah Sean.

“A-aku menyantetmuuuuuhn!!! Dengan cintaaaahhn~~ ku,” jawab Sean sembari mendesah dan tanpa sadar menggerakkan pinggulnya, mencari gesekan lebih pada Hesa.

.

[tbc]

[ANJIR AKU NULIS APAAAA?!]

BL : URAKANWhere stories live. Discover now