limabelas

330 37 15
                                    

Petang baru saja datang, matahari belum lama menghilang di ufuk barat dan drama terselenggara di kediaman Sudiro. Hilang dengan keributan dua remaja bersemangat lebih tepatnya.

"OM SUDIRO KATA HERMA DULU PINTER BIKIN SIMPUL PAKE TALI PRAMUKA?!" seru Sean sembari membuka pintu ruang tamu rumah Herma dengan muka cerah, dua buah tali pramuka warna putih tertenteng di satu tangannya sedangkan yang lain membawa boneka Barbie jumbo seukuran bayi. Seruan yang langsung membuat Herma di tangga sana melompat daaan waaachaaa! menendang Sean sebelum bocah itu masuk ke ruang tamu.

"Bajigur! Apaan sih lu?!" Desis Sean sambil memegangi kepalanya. Smack down Herma sukses membuatnya terguling dan nyungsep bersama Herma dengan lelaki itu di atasnya.

"Lu yang apaan, kutu kupret?!" Herma melotot ke arah Sean, tidak berencana minggir meski dia menindih, melintang di atas pinggang kawan main kelerengnya ini.

"Yaelah, gue mau menuntut ilmu! Lu minggir gak?!" berusaha menyingkirkan batu besar di atasnya, Sean mendorong. Tapi uh-oh, berat juga batu berbentuk manusia ini, njir!

"Bokap gue lagi ada tamu, njing!"

"Ya nggak apa-apa, belajar bareng-bareng!! Ilmu berfaedah itu yang berguna bagi kemaslahatan umat!"

"Masalahnya lu mo tanya tali-temali buat bedeesem, anjiiiiiing! Ude lah, elu kaga us—"

"EHEM!!!"

Cekcok mengenai kurikulum belajar mengajar tali-temali yang sedang dibicarakan duo anak STM seketika berhenti begitu dehaman familiar terdengar dari atas mereka. Sudiro tampak di sana, dengan setelan baju kasualnya, sedang bersendekap dengan koran dia kempit di satu tangan sementara bahunya menyandar ke ambang pintu. Perhatian mata hitam sosok dewasa itu lurus pada dua remaja, yang masih asyik tumpang-tindih di depan pintu.

Oh, Sean langsung berbinar melihat wajah ayah temannya ini. Dia spontan berseru sambil tunjukkan barang bawaannya, "OM! Saya mau tan—eeemmmpfff!!!" tapi sayangnya bahkan sebelum dia selesai bicara, Herma membungkamnya.

"Kaga ada apa-apa, pa. Udah papa balik diskusi saja. Aku bawanya bocah ini ke atas," seraya terkekeh kikuk dan sambil membekap Sean, Herma berusaha bangkit.

Kelakuan awkward yang well, membuat Sudiro menaikkan sebelah alisnya. Apalagi setelah melihat baik-baik barang bawaan Sean dan mengingat dua bocah ini mencekcokkan apa tadi.

Mengamati Sean yang berjuang untuk bebas, Sudiro menoleh ke rekannya yang ternyata sudah bangkit dari sofa dan ikut mengamati kelakuan dua remaja itu dari belakangnya. Sambil bersendekap dan menaikkan kacamatanya, lelaki berpotongan rambut belah pinggir ala business man di sana berkomentar, "Dir, apa cuma gue yang mendengar dengan jelas bocah itu minta diajari seni ehem-bedeesem-ehem?" sambil berdeham menyamarkan kosa kata terlarang.

"Bukan cuma elu sih ..." jawab ayah Herman ini sambil tertawa kecil. Tawa yang kemudian pecah menjadi gelak dan bahak, membuat dua pemuda yang sudah hampir naik ke arah tangga itu berhenti dan memandang padanya. Herma dengan raut tak percaya dan Sean dengan ekspresi puppy eyes-nya guguk terbuang sambil menunjukkan tali plus boneka yang dia bawa-bawa entah darimana.

"Don, gue berubah pikiran. Gue kabulkan permintaan lu dah, asal lu mau jadi guru untuk ditali dan menali menggantikan boneka itu. Gimana?" Merekahkan seringai, Sudiro bertanya lirih pada rekannya; membuat pria berbalut jas di sana mengerutkan kening sejenak.

Namun tak lama kemudian lelaki berahang kokoh dengan mata coklat tajam itu melepas kacamatanya, memasukkannya dalam kantong dan berjalan ke dalam sembari berbisik, "lakukan saja, asal elu janji bisa menemukan bocah itu."

Sudiro tertawa kembali. Renyah dia kemudian menyuruh kawannya duduk di sofa panjang yang terletak di sudut ruang tamu dan menunggu perintahnya. Baru setelah itu dia meminta Sean dan Herma mendekat. Saat Sean dan bocahnya sudah di depannya, Sudiro mengambil tali dari tangan remaja itu dan membuka ikatannya sebelum dia tarik kuat dua lengkungan gulungannya bak mengetes sekuat apa tali ini.

BL : URAKANWhere stories live. Discover now